Ikatan Dokter Indonesia dan Perdagangan Bebas Global

Ahmad Cholis Hamzah

Seorang mantan staf ahli bidang ekonomi kedutaan yang kini mengajar sebagai dosen dan aktif menjadi kolumnis di beberapa media nasional.

Ikatan Dokter Indonesia dan Perdagangan Bebas Global
info gambar utama

Penulis senior GNFI

Perdagangan dunia sejatinya sudah terjadi berabad-abad dari zaman kerajaan-kerajaan kuno di Mesir, Babylonia, Persia, Romawi dan bahkan di zaman para Nabi-Nabi. Dalam sejarah Islam pun dikisahkan Nabi Muhammad waktu mudanya sudah ikut melakukan perjalanan perdagangan internasional karena keluar dari batas negaranya ke negara Yaman dan Syam (Siria dan sekitarnya).

Dalam dunia peradaban modern mazhab ekonomi (economics school of thought) yang dimotori Adam Smith, menonjolkan pemikirannya tentang perdagangan internasional ini. Negara-negara barat utamanya Amerika Serikat dan Eropa dalam melaksanakan politik luar negerinya di negara lain selalu mempromosikan nilai-nilai demokrasi, antara lain kebebasan berbicara, berpendapat, berkumpul, kebebasan beragama, menjujung tinggi Hak Asasi Manusia, dsb., termasuk perlunya negara lain menerima perdagangan bebas yang fair karena hal ini dapat memberikan kemakmuran pada suatu negara.

Khusus isu perdagangan bebas ini dalam setiap kunjungan Kepala Negara, Menteri Luar Negeri, atau delegasi dagang ke negara lain, maka mereka selalu datang dengan bahasa diplomatik “ingin berpartisipasi dalam pembangunan, ekonomi, investasi dan perdagangan untuk kepenting kedua negara”.

Dalam perundingan seperti itulah mereka menanyakan business opportunities atau peluang bisnis yang bisa diambil di suatu negara, misalnya transportasi, perbankan, properti, pertambangan, infrastruktur, dsb. Termasuk peluang dalam bidang industri kesehatan yang menjadi bahasan saya di tulisan ini (fasilitas Rumah Sakit, Pabrik Farmasi, Distribusi dan Logistik obat dll).

Dalam prinsip perdagangan bebas itu,jika ada suatu negara menutup peluang bisnis yang dianggap tidak fair, misalkan soal peluang di bidang industri kesehatan tertutup bagi pihak asing, maka negara-negara lain bisa mengajukan complain kepada badan perdagangan dunia WTO (Word Trade Organization) dan bisa melakukan tindakan reciprocal atau balasan. Misalnya tidak menerima barang-barang dari negara yang menutup industri kesehatan bagi orang asing.

Para pemain global di bidang industri kesehatan ini adalah perusahaan-perusahaan Multinational Corporation atau MNC, yang secara umum merupakan perusahaan raksasa berskala global dan memiliki keunggulan dibidang Research and Development (terus -menerrus berinovasi), melakukan operasi bisnisnya di luar batas negaranya, dan menggunakan resources atau sumber daya keuangan serta manusia secara global.

MNC-MNC ini sangat kuat pengaruhnya di banyak negara dan seringkali dituduh juga bermain politik di negara lain dan melakukan monopoli demi kepentingan globalnya. Jumlah penghasilan satu MNC saja pertahun bisa mencapai 3-4 kali nya APBN suatu negara berkembang.

Dari segi jumlah –ibaratnya 5.000 perusahaan MNC yang ada di dunia, maka 3.000 di antaranya merupakan MNC berbasis Amerika Serikat, selebihnya Inggris, Prancis, Jerman, Italia, Belgia, Swiss, Jepang, Korea Selatan, Australia, Kanada, Cina, dsb. Sementara itu perusahaan-perusahaan besar Indonesia tidak termasuk MNC karena belum memenuhi kriteria diatas.

Para MNC tentu menerima full support atau didukung penuh oleh pihak pemerintahnya masing-masing yang bertugas membantu untuk mendapatkan peluang bisnis dan investasi di negara lain. Seringkali lewat jalur diplomatik dan politik misalnya melobi pihak kantor Kepresidenan atau Parlemen.

Penanganan yang dilakukan jika berhadapan dengan 'gangguan' memiliki caranya tersendiri. Semisal di Indonesia, peluang bisnis memasuki sektor kesehatan tidak sulit karena adanya organisasi-organisasi kesehatan seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).

Maka cara 'menghilangkan' kendala peluang bisnis ini dengan cara mengusulkan adanya “iklim bisnis yang kondusif” dengan membuat UU Kesehatan baru.

Saya yakin, organisasi-organisasi kesehatan di Nusantara ini dibentuk dengan komitmen untuk menjaga marwah nasionalisme dan sebagai salah satu benteng Republik ini. Termasuk menjaga agar anak-anak cucu-cucu kita nanti tidak menyaksikan Rumah-Rumah Sakit asing, Laboratorium medis asing, bahkan Fakultas Kedokteran asing bermunculan tidak hanya di kota-kota besar tapi juga di berbagai Kabupaten.

Jika ini terjadi, maka para RS dan RSUD di bumi pertiwi ini akan menghadapi persaingan yang sangat berbahaya. Wallahualam.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Ahmad Cholis Hamzah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Ahmad Cholis Hamzah.

Tertarik menjadi Kolumnis GNFI?
Gabung Sekarang

AH
SA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini