Gunung Arjuna, Menjulang Tinggi Lambang Kerendahan Hati

Gunung Arjuna, Menjulang Tinggi Lambang Kerendahan Hati
info gambar utama

Gunung Arjuna, keindahannya memiliki pesona bak tokoh wayang legendaris dalam kisah epos mahabharata. Monumen alam yang terletak di bagian utara Kota Batu ini tegak menjulang dengan ketinggian 3.339 mdpl. Gunung Arjuna memiliki predikat gunung tertinggi kedua di Jawa Timur. Gunung yang terletak di bagian utara Kota Batu ini menyimpan kisah dan legenda yang sarat akan amanat.

Warga setempat meyakini bahwa nama gunung ini sendiri berasal dari nama salah satu tokoh wayang pandawa yang sakti mandraguna dan terkenal akan kharismanya, yakni Sang Arjuna. Konon, dikisahkan pada jaman dahulu kala Arjuna berniat untuk menambah kesaktiannya dengan melakukan pertapaan di sebuah gunung. Kesungguhan hati dan keseriusan Arjuna menyebabkan gunung tersebut semakin bertambah tinggi hingga pada saat tertentu mampu mengguncang khayangan. Hal itu tentunya menimbulkan kekacauan di tempat tinggal para dewa tersebut.

Hingga akhirnya, Batara Guru memerintah Batara Narada untuk menghentikan pertapaan Arjuna. Batara Narada berupaya mengirimkan pasukan makhluk halus untuk mengganggu pertapaa tersebut namun upaya tersebut gagal karena Arjuna berhasil mengalahkan semua makhluk halus tersebut.

Akhirnya, Batara Narada meminta bantuan pada Batara Ismaya atau yang juga dikenal sebagai Semar, sang pengasuh Arjuna, untuk menghentikan pertapaan anak asuhnya tersebut. Batara Semar bersama dengan Batara Togog kemudian bersemedi sejenak hingga badan mereka membesar seukuran dengan gunung tersebut. Mereka memotong puncak gunung tempat Arjuna bersemedi dan melemparnya kearah utara. Kejadian tersebut berhasil menyadarkan Arjuna untuk menghentikan tapanya, guncangan yang melanda khayangan pun terhenti.

KKN UGM, Impresi Pertama Terhadap Kecamatan Sepaku, Titik Pelita Nusantara

Kemudian, Batara Semar menasihati Arjuna bahwa sejatinya orang yang sakti tidak dinilai dari seberapa banyak kesaktian yang dimilikinya, melainkan orang yang menggunakan kesaktiannya untuk membantu sesama. Semakin sakti orang tersebut, maka akan semakin rendah hati serta menghormati orang lain. Arjuna terhenyak dan menyadari kesalahannya. Potongan gunung yang dilempar oleh Batara Semar tersebut kini dikenal dengan nama Gunung Arjuna.

Gunung Arjuna yang telah menjadi saksi kejadian tersebut kemudian dianggap sebagai tempat yang suci dan sakral. Ditambah dengan banyaknya petilasan, terdapat sekitar area gunung seperti tempat pemujaan, candi, dan petilasan. Warga sekitar selalu mengimbau pada para pendaki untuk meluruskan niat, menjauhkan pikiran dari hal-hal buruk, menjaga lisan dari mengucap kata kotor dan menjaga perilaku dari perbuatan tercela.

Apabila terucap atau terpikir umpatan atau keluhan terhadap gunung tersebut konon akan terkabul. Warga setempat menuturkan bahwa apabila seseorang mengeluh bahwa gunung tersebut dingin, maka suhu akan terasa semakin dingin dibandingkan sebelumnya, dan apabila seseorang mengeluhkan pedakian tersebut jauh atau melelahkan maka akan terasa lebih jauh dan melelahkan dari sebelumnya.

Menurut kepercayaan masyarakat, banyak pendaki yang meninggal akibat tidak mampu menjaga diri dari pikiran atau niatan tercela seperti yang diceritakan tersebut.

Terdapat mitos yang dipercayai oleh masyarakat sekitar yaitu apabila turun hujan gerimis diluar musim hujan, maka peristiwa tersebut merupakan pertanda terjadinya petaka. Hal tersebut dapat menjadi pertanda pada banyak peristiwa yang tidak diinginkan, tetapi lebih sering merujuk pada peristiwa orang meninggal di Gunung Arjuna.

Warga mempercayai bahwa gunung suci tersebut tidak berkenan terhadap jasad manusia sehingga menurunkan hujan terus menerus sebagai pertanda bahwa terdapat orang meninggal di gunung tersebut dan baru akan berhenti saat proses evakuasi sudah dilaksanakan.

KKN-UGM, Cinta Persaudaraan di Kertojayan

Masyarakat menghayati nilai-nilai yang diajarkan oleh Gunung Arjuna dalam kehidupan sehari-hari. Rasa rendah hati, sopan santun, dan penghargaan terhadap alam terlukis dalam kehidupan sosial masyarakat. Masyarakat hidup selaras dengan alam karena mayoritas penduduknya petani dan menggantungkan hidup dari hasil bumi.

Seperti filosofi kisah Arjuna tadi, masyarakat percaya bahwa untuk menjadi petani yang berhasil tidak cukup belajar secara teori, melainkan belajar dari alam itu sendiri. Manusia tidak boleh merasa angkuh akan ilmu yang dimiliki karena sejatinya kehendak alamlah yang mau membagi nutrisinya bagi komoditas yang ditanam petani.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

KB
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini