Mengapa Harus Menonton Oppenheimer?

Mengapa Harus Menonton Oppenheimer?
info gambar utama

Oppenheimer (2023), film besutan sutradara kondang Christopher Nolan ini baru saja rilis pada 21 Juli 2023 lalu. Film ini memiliki hype-nya tersendiri. Selain karena meme “Barbieheimmer” yang disematkan warganet karena rilisnya bebarengan dengan film Barbie (2023) racikan sutradara Greta Gerwig, Oppenheimer juga dinanti-nanti sebagai mahakarya terbaru milik Nolan.

Ekspetasi itu memang tidak ada salahnya karena film milik sutradara kelahiran London, Inggris itu berhasil membawa penonton terhipnotis oleh kompaknya kombinasi storytelling, akting, visual, sampai soundtrack yang dipakai dalam film. Maka dari itu, sudah wajib bagi Kawan untuk tidak melewati karya Nolan yang diantisipasi oleh publik dunia ini. Mengapa wajib? Simak alasan-alasan berikut:

1. Merasakan Visualisasi Biografi Oppenheimer dengan Intens

Film Oppenheimer dibuat bedasarkan biografi J. Robert Oppenheimer yang ditulis dalam buku American Prometheus: The Triumph and Tragedy of J. Robert Oppenheimer yang terbit pada 2005 lalu. Membandingkan film ini dengan isi buku itu, bagaikan menikmati isi buku dalam level yang lebih fantastis dan dramatis berkat visual cantik yang Nolan berikan.

Dalam film Oppenheimer, Nolan memberikan banyak sekali simbolisme di dalamnya, terutama dalam menggambarkan subjektivitas dan kondisi psikologis Oppenheimer yang diperankan oleh Cillian Murphy. Misalnya, visual reaksi-reaksi berantai fusi nuklir tiba-tiba muncul di layar dengan sangat cepat dan singkan ketika Oppenheimer memikirkan hitung-hitungan fisika kuantum atau kemungkinan fusi nuklir.

Tidak kalah seru juga, racikan permainan visual dan audio juga dipakai Nolan untuk menambah intensitas kepada audiens yang ikut terlarut dalam cemarut mental fisikawan terkemuka itu.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa Oppenheimer di dunia nyata mengalami dilema moral yang dahsyat ketika bom atom ciptaannya telah membunuh ratusan ribu orang tidak bersalah di Hiroshima dan Nagasaki.

Belum lagi, era atom dimulai di mana negara saling “todong” dengan senjata pemusnah massal ciptaannya itu. Inilah yang terjadi dari Perang Dingin sampai sekarang. Kegamangan Oppenheimer ini digambarkan dengan jelas di dalam film.

Seperti dalam trailer-nya, pria yang akrab dipanggil Oppie itu disorot wajahnya dari sangat dekat. Wajahnya muram, kaku, dan penuh rasa bersalah. Teknik itu dipakai Nolan beberapa kali untuk menggambarkan kecemasan Oppenheimer itu, salah satunya dengan kombinasi suasana hening yang muncul mendadak yang membikin penonton was-was tentang apa yang dirasakan Oppenheimer waktu itu.

Baca juga: Istilah-Istilah Politik dalam Film Oppenheimer, Sudah Paham?

2. Soundtrack yang Mengintimidasi

Urusan soundtrack film Oppenheimer dipegang oleh Ludwig Gorranson. Komponis asal Swedia ini terbukti berhasil mengeksekusi soundtrack dengan sangat baik, sehingga terjadi sinergi yang indah antara visual dan storytelling dengan musik yang mendampinginya.

Sebagaimana visual yang intens tadi, soundtrack-nya pun juga demikian. Soundtrack Oppenheimer didesain untuk mengintimidasi para audiens nya dan menyatukan audiens dengan apa yang dialami Bapak Bom Atom Dunia itu. Ketika berada di bioskop, audio film terdengar dengan megah. Tidak jarang penonton akan merasakan kursinya bergetar karena diguncang audio yang amat kencang.

Soundtrack garapan Gorranson juga memiliki sisi-sisi intensitas yang bagai “datang tidak diundang, dan pulang tidak pamit”. Tiap intensitas datang bahkan sebelum audiens mampu mengantisipasinya. Musik tiba-tiba naik dalam tempo cepat yang progresif, lalu terus diulang-ulang. Lantas, suatu waktu ia akan mendadak menjadi tenang, atau bahkan berhenti sama sekali. Karena kesamaan karakteristik antara visual dan soundtrack-nya, film Oppenheimer berhasil memanjakan sekaligus melumat mata dan telinga audiens dengan intensitas yang senang datang mendadak.

Baca juga: Oppenheimer: Dilema Sosok Pencipta Bom Atom atau Pemusnah Dunia

3. Narasi Penuh Perenungan

Film Oppenheimer memiliki tipe storytelling maju-mundur. Karenanya, audiens harus tetap fokus selama tiga jam jika ingin benar-benar memahami alur cerita yang dibuat Nolan. Lompatan waktu antara satu masa ke masa lain pun tidak diberikan peringatan dan keterangan yang jelas. Hanya dengan mengikuti sampai akhir, lompatan-lompatan peristiwa yang diceritakan dapat dipahami.

Selama mengikuti alur ceritanya, audiens disuguhkan oleh dialog-dialog yang mengajak siapapun untuk merenung. Salah satu hal yang paling ditekankan adalah dilema moral Oppenheimer. “I become death, the destroyer of worlds,” begitu ucapan terkenal Oppenheimer di dunia nyata, mengutip Bhagavad Gita, yang mana ucapan itu diresonansikan kembali di dalam film.

Mendengar kalimat itu muncul beberapa kali, ditambah pengalaman-pengalaman Oppenheimer yang digambarkan menghadapi konsekuensi dari senjata super yang ia ciptakan itu mengajak audiens untuk merenung dengan beberapa pertanyaan seperti ini: apakah bom atom dibenarkan untuk mengakhiri perang? Apakah ratusan ribu nyawa tidak berdosa patut dikorbankan untuk menyelamatkan dua juta lainnya? Apakah bom atom merupakan tanda kemajuan manusia? Pertanyaan ini berisfat etis dan menganggu siapapun untuk merenungkan kembali banyak hal yang membentuk dunia manusia sekarang.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

LG
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini