Mengenal Aksi Kamisan, 16 Tahun Mencari Keadilan

Mengenal Aksi Kamisan, 16 Tahun Mencari Keadilan
info gambar utama

Di depan pagar Istana Negara, setiap Kamis sekumpulan orang berpakaian serba hitam berdiri dalam diam. Setiap sore sampai maghrib, mereka masih tidak lelah. Hanya payung hitam yang menjadi tempat mereka berteduh.

Sebagian di antara mereka membawa banner dan poster berisi seruan dan tuntutan. Mereka tidak hanya berdiam diri saja. Terkadang ada kegiatan yang dilakukan oleh mereka, seperti penampilan musik kecil-kecilan oleh seniman yang ingin datang. Tentu saja, isi musik itu juga senapas dengan perjuangan mereka.

Orang-orang ini tergabung dalam Aksi Kamisan. Aksi Kamisan adalah aksi diam menuntut diselesaikannya pelanggaran HAM masa lalu yang terjadi di Indonesia, seperti Semanggi I, Semanggi II, Trisakti, Talangsari, Pembunuhan Munir, sampai Tragedi 1965-1966. Karenanya, banyak wajah-wajah familiar dari keluarga korban yang datang ke aksi yang sudah berlangsung selama 16 tahun itu.

Baca juga: Poncke Princen, Membelot dari Tentara Belanda hingga Jadi Aktivis HAM

Sejarah Aksi Kamisan

Wajah-wajah familiar itu adalah keluarga korban pelanggaran HAM berat masa lalu, seperti Maria Sumarsih, ibu dari Bernandinus Realino Norma Irawan (Wawan). Putranya itu tewas ditembak tepat di jantungnya ketika mencoba menolong seorang mahasiswa lain yang tersungkur karena tertembak juga sewaktu demonstrasi 1998. Selain Maria, ada berbagai aktivis HAM dan kaum muda yang setia menemaninya berdiri diam di depan Istana Negara.

Aksi Kamisan dimulai pada tahun 2003. Aksi ini diprakarsai oleh tiga keluarga korban pelanggaran HAM berat, yaitu Maria Sumarsih sendiri, Suciwati istri dari Munir, dan Bedjo Untung selaku pimpinan Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965. Aksi Kamisan merupakan bentuk tuntutan kepada negara agar segera menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu sekaligus pengingat yang datang terus-menerus terhadap ketidakadilan yang belum tercapai.

Aksi Kamisan pertama kali dimulai pada 18 Januari 2007. Semenjak itu, aksi ini rutin dilakukan seminggu sekali setiap hari Kamis. Pada awalnya, aksi damai itu hanya dilakukan oleh keluarga korban saja. Jika yang datang kurang dari tiga orang, sebagaimana tutur Maria Sumarsih, Aksi Kamisan akan dihentikan. Namun, aksi ini selalu berisi lebih dari tiga orang, sekalipun sedikit.

Baca juga: Keberadaannya Belum Aman, Komnas HAM Keluarkan 8 Rekomendasi Nasib Buruh

Menyebar ke Mana-Mana

Makin lama, aksi diam itu semakin ramai dan populer. Sampai sekarang, tidak pernah sepi para kaum muda terus bersetia ikut menemani keluarga korban berdiri diam di depan rumah presiden itu. Sementara itu, aksi ini dikenal sebagai “aksi payung hitam” oleh para pekerja Istana.

Aksi Kamisan semakin populer. Ia menjadi salah satu demonstrasi damai paling banyak dikenal di Indonesia. Aksi Kamisan terus menghidupkan memori masyarakat tentang pelanggaran HAM berat masa lalu yang mulai jarang diliput media-media populer di televisi. Walau mungkin hanya memercik saja, tetapi api memori itu tidak akan pernah mati.

Di sisi lain, Aksi Kamisan tidak lagi hanya dilaksanakan di Ibu Kota saja. Sampai sekarang, Aksi Kamisan dilakukan di berbagai kota di Indonesia, seperti Yogyakarta, Malang, Surabaya, Makassar, Kalimantan Timur, dan berbagai daerah lainnya.

Isu yang dibawa Aksi Kamisan juga semakin beragam, tidak terbatas hanya pada persoalan pelanggaran HAM berat masa lalu saja. Misalnya, agenda #ReformasiDikorupsi menjadi tema besar Aksi Kamisan ketika demonstrasi besar-besaran itu sedang ramai-ramainya terjadi.

Sementara itu, Aksi Kamisan yang terjadi di daerah-daerah lain juga santer membawa isu-isu lokal yang terjadi. Misalnya, Aksi Kamisan Yogyakarta membawa isu salah tangkap lima pemuda tertuduh klitih bersama para orang tua korban yang tergabung dalam Orang Tua Bergerak. Sementara di Malang sana, para pegiat aksi masih setia menyuarakan tuntutan akan keadilan bagi para korban Tragedi Kajuruhan yang merenggut 132 jiwa suporter Arema.

Walau sudah lebih dari 700 kali Aksi Kamisan dilakukan, para orang tua korban pelanggaran HAM masa lalu belum memilki titik terang. Trauma lama itu belum lekas terselesaikan, belum terang kebenarannya. Pelaku masih hidup bebas di sana dan korban masih diam menunggu keadilan. Entah sampai kapan Aksi Kamisan akan selesai, barangkali ia tidak akan pernah selesai, karena ketidakadilan masih terus terjadi.

Sumber Referensi:

  • https://nasional.kompas.com/read/2022/01/21/07582381/15-tahun-aksi-kamisan-dan-negara-yang-seakan-lari-dari-tanggung-jawab
  • https://www.jatimnetwork.com/nasional/pr-432122537/sejarah-aksi-kamisan-bentuk-kepedulian-hak-asasi-manusia
  • https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220519170908-12-798665/kamisan-sumarsih-belasan-tahun-melahap-janji-janji-negara
  • https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180516222451-20-298812/wawan-rompi-antipeluru-dan-sayur-asam-yang-belum-disantap

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

LG
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini