Melihat Melalui Lensa Ilmiah: Dasar-Dasar Fisika dalam Pertunjukan Reog Ponorogo

Melihat Melalui Lensa Ilmiah: Dasar-Dasar Fisika dalam Pertunjukan Reog Ponorogo
info gambar utama

Bukanlah rahasia lagi bahwa seni memiliki kemampuan luar biasa untuk menyentuh jiwa dan meresap ke dalam budaya dengan cara yang tak terduga. Tapi bagaimana jika sebuah seni yang terkesan mistis dan magis ternyata bisa dijelaskan dengan fisika rasional? Inilah yang terjadi pada salah satu kesenian tradisional Indonesia yang paling misterius, Reog Ponorogo.

Reog Ponorogo adalah tarian tradisional yang berasal dari Indonesia, tepatnya dari daerah Ponorogo, Jawa Timur, Indonesia. Puncak dari pertunjukan ini adalah penari utama yang mengenakan kostum kepala singa yang dihiasi dengan bulu merak, yang disebut Dhadhak Merak, diiringi oleh sejumlah penari bertopeng dan kuda lumping.

Reog Ponorogo juga telah diakui secara resmi sebagai Warisan Budaya Takbenda Nasional Indonesia oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Reog Ponorogo juga telah diajukan ke UNESCO sebagai warisan budaya tak benda pada tanggal 18 Februari 2022.

Meskipun sering dianggap sebagai pertunjukan mistis yang melibatkan energi spiritual, ada alasan ilmiah dan fisika di balik bentuk seni ini. Dalam harmoni gerakan, suara, dan cahaya ini, mari kita menerobos tirai keajaiban dan menyingkap misteri fisika yang mendukung bentuk seni yang memukau ini.

Topeng Dhadhak Merak telah menjadi salah satu identitas khas dalam setiap pertunjukan Reog Ponorogo. Dhadhak Merak dikenal dengan ukurannya yang besar dan berat, namun para penarinya mampu mengangkatnya hanya dengan menggunakan gigi.

Berat topeng ini bisa mencapai 40 hingga 50 kilogram. Banyak yang percaya bahwa atraksi Dhadhak Merak memiliki unsur magis dan para penarinya bisa saja kesurupan. Hal ini tentu saja dimungkinkan karena dedikasi jangka panjang untuk latihan fisik yang intens yang secara konsisten dilakukan oleh para penari yang berpengalaman.

Dalam ilmu fisika, ini adalah prinsip yang dikenal sebagai "Prinsip Keseimbangan Tubuh Kaku".

Benda tegar adalah benda yang pada awalnya diam dan cenderung tetap diam. Benda ini memiliki satu titik materi yang berperan dalam memulai gerak translasi.

Topeng Dhadhak Merak memiliki dua desain yang berbeda yang digabungkan menjadi satu bentuk. Bagian kepala merepresentasikan kepala singa (barong), sedangkan bagian atas terbuat dari bulu merak. Kedua bagian ini didesain untuk menyeimbangkan satu sama lain. Bagian kepala memberikan beban di bagian depan, sedangkan bagian "rengkek" merak didesain melengkung ke belakang.

Jika hanya bagian kepala saja yang diangkat, bobotnya masih terasa berat, meskipun lebih ringan dibandingkan dengan kepala merak. Membuat topeng menjadi dua bagian, kepala mengarah ke depan dan bulu merak mengarah ke belakang, tidak mempengaruhi keseluruhan karena pada akhirnya akan menghasilkan momentum nol karena titik keseimbangan yang tepat.

Tarian ini juga dapat dijelaskan dengan hukum Newton I, II, III. Singkatnya, hukum-hukum ini menjelaskan bagaimana objek berinteraksi dan bergerak dalam lingkungan fisik.

Hukum pertama menyatakan bahwa benda cenderung tetap diam atau bergerak dengan kecepatan tetap kecuali ada gaya yang diberikan. Hukum kedua menghubungkan gaya dengan perubahan kecepatan, sedangkan hukum ketiga menyatakan bahwa untuk setiap aksi ada reaksi yang sama dan berlawanan.

Dalam teknik gerak tari Dhadak Merak, konsep fisika menjadi landasan penting yang meliputi aspek pengaruh gaya gravitasi yang dikendalikan oleh otot serta penjagaan keseimbangan dari posisi kuda-kuda penari. Hal ini dapat dianalisa dengan menerapkan hukum I, II, dan III Newton, yang membantu menjaga kestabilan pusat gravitasi penari.

Untuk mendukung tarian Dhadak Merak, tarian ini menggunakan konsep mengangkat beban berat, yang membutuhkan posisi yang tepat dan tenaga yang besar. Hal ini juga dipengaruhi oleh ketegangan otot yang mengakibatkan berkurangnya tenaga karena usaha yang berat, namun tetap menjaga kestabilan posisi Dhadak Merak. Posisi kaki sebagai titik tumpu dan penempatan pusat gravitasi yang tepat menjadi fokus utama penari Dhadak Merak.

Para penari memusatkan pusat gravitasi tubuh di tengah, dengan menggunakan kedua kaki sebagai tumpuan. Saat bergerak, penari Dhadak Merak juga harus mempertahankan kuda-kuda yang kuat, sebuah teknik yang bertujuan untuk mengumpulkan energi di bagian paha untuk memperkuat kaki.

Selain itu, tekanan yang diberikan oleh topeng juga menyumbangkan gaya yang melawan berat topeng, yang dikenal sebagai gaya reaksi. Oleh karena itu, ketika gerakan yang dilakukan oleh penari menjadi lebih cepat, berarti penari harus mengeluarkan lebih banyak energi karena usaha yang dibutuhkan lebih besar. Hal ini membutuhkan latihan yang intensif dan teratur.

Meskipun tarian ini merupakan bagian integral dari warisan budaya yang diwariskan secara turun-temurun, sebenarnya ada perencanaan yang ekstensif yang terlibat, meskipun konsep fisika belum dikenal pada saat itu. Penting untuk diingat bahwa semua prinsip-prinsip ini berkembang secara alami di dalam masyarakat, meskipun mereka tidak menyadari bahwa ini adalah bentuk ilmu pengetahuan yang terkandung dalam warisan budaya mereka. Pendekatan etno-saintifik dalam pendidikan fisika dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam kepada masyarakat tentang sains asli dari budaya mereka dan mengubahnya menjadi sains yang lebih lengkap dan lebih dalam.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Diandra Paramitha lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Diandra Paramitha.

Terima kasih telah membaca sampai di sini