Selarik Senyuman Benih Cinta Budaya di Tengah Gempuran Globalisasi

Selarik Senyuman Benih Cinta Budaya di Tengah Gempuran Globalisasi
info gambar utama

Masifnya perkembangan teknologi dan modernisasi dapat mendukung tingginya laju arus informasi dan komunikasi dengan tanpa batas, atau yang kemudian akrab kita kenal sebagai globalisasi. Hal ini membuka kemudahan akses terhadap segala informasi dan komunikasi, bahkan secara negatif.

Globalisasi tanpa batas dapat membuka pintu bagi masuknya budaya-budaya luar negeri yang dapat mengikis budaya dan kearifan lokal bangsa. Belum lagi, banyak anak-anak di bawah umur yang sudah sangat mahir dalam menggunakan gawai mereka, baik dalam hal positif maupun negatif. Hal ini tentu berbahaya, khususnya mengancam kecintaan anak-anak sebagai generasi penerus bangsa terhadap budaya hingga kecakapan mereka terhadap budaya itu sendiri.

Di satu sisi, mahasiswa KKN-PPM UGM Periode 2 Tahun 2023 sub-unit Dusun Candisari melihat adanya potensi kesenian Reog yang ternyata banyak disukai oleh masyarakat dan dapat dilestarikan melalui regenerasi melalui pembentukan dan pelatihan kelompok Reog anak-anak.

Melihat urgensi dan potensi yang ada, maka mahasiswa KKN-PPM UGM Periode 2 Tahun 2023 sub-unit Dusun Candisari, mencetuskan untuk dilaksanakannya pembentukan dan pelatihan kelompok Reog anak-anak. Program kerja ini bertujuan untuk mengalihkan anak-anak dari bahaya negatif penggunaan gawai, menumbuhkan kecintaan anak-anak terhadap budaya lokal yang ada, dan sekaligus melestarikan kebudayaan yang ada.

Baca juga: Festival Nasional Reog Ponorogo Akan Menjadi Acara Berskala Internasional

Tawa bahagia anak-anak selama mengikuti latihan

Anak-anak sangat antusias untuk mengikuti pelatihan kesenian Reog tersebut. Antusiasme anak-anak dapat tergambarkan melalui tingginya minat anak-anak untuk mendaftar dan menghadiri sesi-sesi latihan. Anak-anak tidak merasa terbebani dengan adanya latihan Reog yang diselenggarakan.

Salah satu penyebabnya adalah keramahan para bapak pelaku kesenian reog dewasa “Catur Manunggal” yang senantiasa sabar melatih anak-anak dengan senyum dan canda tawa khasnya. Selain itu, anak-anak juga masih dapat bercanda ria, misalnya saat temannya melakukan kesalahan kecil atau di saat sedang beristirahat.

Maka, meskipun mempelajari dan mempraktikkan, kesenian reog ini adalah hal baru bagi mereka. Namun, mereka tetap dapat tertawa riang dan tidak terbebani dengan latihan reog yang ada. Bahkan, tidak jarang mereka meminta jadwal tambahan untuk berlatih reog, karena kesukaan mereka pada reog yang mulai tumbuh.

Kelompok reog anak-anak ini diberi nama “Bregada Agnibrata” yang berarti pasukan pembawa perdamaian dan kehangatan. Nama ini menggambarkan anak-anak yang mampu menjaga perdamaian dan kehangatan meskipun mereka berbeda-beda, salah satunya berbeda tingkatan kelas.

Mereka terdiri atas siswa dan siswi yang duduk di bangku kelas 1 SD hingga kelas 1 SMP. Nama ini juga sekaligus menjadi harapan bagi anak-anak agar dapat terus menjaga dan menyebarkan perdamaian serta kehangatan melalui sikap cinta mereka terhadap budaya.

Baca juga: Melihat Melalui Lensa Ilmiah: Dasar-Dasar Fisika dalam Pertunjukan Reog Ponorogo
Malam pementasan kesenian Reog anak-anak

Puncak dari serangkaian latihan yang sudah dilalui oleh Bregada Agnibrata adalah penampilan mereka pada malam perpisahan KKN-PPM UGM Periode 2 Tahun 2023 sub-unit Dusun Candisari. Mereka tampil pada malam pementasan itu dengan mengenakan seragam lurik khas Yogyakarta, lengkap dengan seragam dan perlengkapan lainnya sesuai peran mereka masing-masing.

Tampak seluruh masyarakat Dusun Candisari berbondong-bondong mengerumuni balai Dusun Candisari untuk menyaksikan pentas seni pada malam itu. Tidak hanya masyarakat Dusun Candisari, bahkan masyarakat dari desa lain, salah satunya Desa Pacarejo, juga rela datang untuk menyaksikan pentas seni pada malam perpisahan tersebut.

Malam perpisahan itu juga dimeriahkan oleh tari lainnya seperti Tari Sayuk dan tari modern. Hal ini menyiratkan bahwa ternyata kecintaan masyarakat akan budaya mereka masih cukup tinggi serta harus selalu dipupuk dan dijaga agar tidak tergerus oleh zaman.

Momen ini tentunya menjadi momen yang bahagia dan mengharukan bagi kami mahasiswa KKN-PPM UGM Periode 2 Tahun 2023 sub-unit Dusun Candisari karena dapat menanamkan benih cinta budaya kepada anak-anak melalui upaya regenerasi kesenian reog di Dusun Candisari dan melalui pelatihan tari tradisional lainnya. Pun juga dengan disematkannya penampilan tari modern pada malam pentas seni tersebut menyiratkan pesan bahwa modernisasi akan tetap terjadi dan kita juga tidak bisa menutup diri akan hal tersebut, tetapi modernisasi juga perlu disikapi secara bijak dan disaring dengan budaya dan kearifan lokal yang ada agar tidak mencederai budaya warisan leluhur.

Harapannya, semangat cinta budaya ini dapat dijaga dan disebarkan kepada anak-anak di seluruh penjuru Indonesia agar budaya yang menjadi warisan dari leluhur bangsa tidak luntur dan hilang tergerus oleh globalisasi. Hal ini juga berarti menjaga identitas bangsa Indonesia melalui sikap cinta budaya agar bangsa Indonesia tidak kehilangan jati dirinya sebagai bangsa yang beragam namun bersatu.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

IA
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini