Masih Ragu dengan Stevia? Nol Kalori, Pemanis Alami, Hingga Aman dikonsumsi

Masih Ragu dengan Stevia? Nol Kalori, Pemanis Alami, Hingga Aman dikonsumsi
info gambar utama

Sebagian masyarakat Indonesia cenderung menyukai makanan dan minuman dengan cita rasa manis yang tidak terlepas dari gula. Namun, jika konsumsi gula secara berlebihan cenderung akan menimbulkan masalah kesehatan salah satunya seperti obesitas.

Seseorang yang sudah menyukai makanan dan minuman manis kerap kali mengalami kesulitan untuk membatasi hal tersebut. Apalagi, saat ini dalam realitanya banyak kuliner ditengah masyarakat yang sedang digandrungi seperti minuman boba, es kopi, dessert, hingga makanan yang diberi topping rasa manis begitu melimpah.

Melihat fenomena yang terjadi dari tahun ke tahun, Riskesdas mencatat kasus lonjakan obesitas di Indonesia semakin meningkat ada 15,3 persen. Pada saat ini masyarakat dituntut untuk lebih memperhatikan kesehatan serta asupan yang baik kedalam tubuh.

Lantas, adakah solusinya?

Stevia menjadi jawabannya. Salah satu alternatif pemanis pengganti gula ini memiliki rasa yang jauh lebih manis karena kandungannya yang berasal dari senyawa steviol gilkosida. Tingkat kemanisannya mencapai 250 – 400 kali lipat daripada gula biasa.

Tanaman asli yang termasuk ke dalam keluarga bunga matahari, berasal dari Amerika Latin, Stevia rebaudiana telah digunakan sebagai pemanis alami sejak ratusan tahun lalu. Banyak dikembangkan di negara Paraguay, India, Amerika, Brazil, Cina hingga Jepang pernah menjadi konsumen terbesar Stevia.

Baca Juga: Mengenal Budaya Tuturan pada Suku Jawa

Hal yang harus diperhatikan saat menambahkan Stevia baik kedalam makanan maupun minuman cukup 1 – 2 tetes saja untuk Stevia Cair dan 1 – 3 gram untuk Stevia bubuk. Karena, rasanya sudah sangat manis melebihi sukrosa. Meskipun begitu, ternyata Stevia ini tidak mengandung kalori dan banyak manfaat untuk tubuh.

1. Dapat menurunkan berat badan

Dalam menurunkan berat badan mungkin beberapa orang takut bahkan menghindari untuk mengonsumsi makanan atau minuman manis karena, akan menyebabkan naiknya berat badan kembali.

Namun, seseorang masih bisa menikmati makanan atau pun minuman manis dengan mengganti asupan gula biasa menggunakan Stevia. Nol kalori dalam Stevia aman dikonsumsi, asal tidak berlebihan.

Ini merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan ketika seseorang menjalankan diet dengan beralih ke alternatif. Stevia dapat menjadi pilihannya.

2. Bisa menurunkan kolesterol

Dalam sebuah riset yang dilakukan kolesterol jahat, trigliserida, dan kolesterol total dapat menurun dalam kurun waktu satu bulan dengan mengonsumsi Stevia.

3. Tidak menyebabkan gigi berlubang

Stevia menjadi jalan altenatif pemanis alami yang baik untuk kesehatan gigi, tidak berbahaya, dan tidak menimbulkan risiko terjadinya gigi berlubang. Dengan begitu, seseorang tetap harus menjaga kesehatan gigi dengan cara menggosok gigi dua kali sehari.

4. Alternatif pemanis alami dan aman bagi penderita diabetes

Stevia aman untuk penderita diabetes sesuai anjuran dari dokter. Dengan adanya bukti penelitian yang menemukan bahwa mengonsumsi tanaman ini tidak merusak kestabilan kadar gula darah serta dapat menurunkan kadar insulin dan glukosa dalam darah. Bagi penderita diabetes melitus disarankan dengan dosis maksimum 3mg.

Baca Juga: Berbagai Pilihan Jus Sehat untuk Membantu Menurunkan Kolestrol

Efek Samping Stevia

Perlu diingat kembali, Stevia aman untuk dikonsumsi. Namun, Kawan harus memperhatikan pola makan yang baik seperti asupan makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Selain itu, Stevia juga memiliki efek samping yaitu:

1. Adanya rasa pahit

Walaupun Stevia memiliki rasa manis melebihi sukrosa, tanaman pengganti gula ini juga dapat meninggalkan rasa pahit di lidah setelah mengonsumsinya. Hal seperti ini yang membuat sebagian orang tidak nyaman.

2. Masalah pencernaan

Beberapa gejala yang dapat terjadi setelah konsumsi Stevia antara lain mual, perut kembung, dan diare. Hal ini dapat disebabkan karena kandungan tanaman ini berpotensi menghambat antar bakteri dalam tubuh sehingga terjadi ketidakseimbangan antara bakteri baik dan bakteri jahat dalam perut.

Sumber Referensi:

https://ejournal.ukrida.ac.id/ojs/index.php/Meditek/article/view/1466/1591

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

R
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini