Beragam Alat Musik di Era Jawa Kuno

Beragam Alat Musik di Era Jawa Kuno
info gambar utama

Sejak era Hindu-Buddha, orang-orang Jawa telah mengenal beragam alat musik. Peninggalan-peninggalan Kerajaan Mataram Kuno atau Medang dari abad ke-7 memberikan banyak sekali bukti terkait beberapa alat musik yang sudah eksis di era Jawa Kuno.

Salah satu bukti tertua mengenai eksistensi alat musik era selama Kerajaan Mataram Kuno terukir dalam suatu relief di Candi Dieng yang diperkirakan berasal dari awal abad ke-8 atau akhir abad ke-7.

Di dalam relief ini, Kawan akan bisa menyaksikan gambaran alat musik seperti lonceng perunggu kecil. Sementara itu, Candi Sari yang dibangun sekitar abad ke-8 memuat beragam relief yang menggambarkan beberapa instrumen musik seperti kecapi bersenar tiga, sitar berdawai satu, dan simbal kecil.

Selain itu, relief-relief yang terdapat di Candi Prambanan dan Borobudur memberikan gambaran visual yang kuat tentang aktivitas bermusik yang merupakan bagian integral dari kehidupan sehari-hari dan upacara agama pada masa itu.

Relief-relief ini mencerminkan pentingnya seni musik dalam budaya Jawa pada waktu itu. Selain itu, relief-relief tersebut juga memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang jenis alat musik yang digunakan dalam berbagai konteks. Di sana Kawan akan menyaksikan beragam pahatan relief yang memuat drum dari gerabah dengan kulit tunggal, kendang berkepala dua, seruling, shawn, gambang, berbagai jenis kecapi berdawai dua, tiga, dan empat.

Baca juga: Gamelan Jawa dan Sunda di Kaki Eiffel 1889

Kompleks Candi Prambanan yang berasal dari periode kurang lebih sama dengan Borobudur di abad ke 8 melukiskan beragam alat musik seperti simbal, kecapi bersenar tiga, terompet kerang, shawn genta, dan masih banyak lagi (Kunst, 1949).

Menurut Direktorat PCBM, Prasasti Gandasuli dan Prasasti Poh merupakan sumber-sumber lain yang sangat berharga untuk memberikan informasi tentang peran alat musik dalam upacara dan kegiatan keagamaan di masa itu. Kedua prasasti itu memberitakan penggunaan alat musik serupa curing dan beragam jenis gamelan dalam suatu upacara kegamaan.

Prasasti-prasasti ini menjadi jendela yang mengungkapkan betapa pentingnya musik dalam ritual dan kehidupan keagamaan masyarakat Jawa kuno. Semua ini menunjukkan bahwa musik bukan hanya hiburan semata, tetapi juga memiliki peran sentral dalam kehidupan sosial, keagamaan, dan budaya masyarakat Jawa pada masa itu.

Di abad ke-11, Istana Kerajaan Mataram Kuno berpindah dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Hal ini menandai era baru dalam sejarah Mataram Kuno termasuk dalam pengenalan instrumen musik. Di era ini, Kawan akan menemukan beragam bukti eksistensi instrumen musik yang telah ada sejak berabad-abad, bahkan sebelum pegaruh Hindu mencapai Jawa.

Beberapa di antaranya adalah sundari, chalung, damyadamyan, guntang, dan gendang celah bambu yang memiliki akar sejarah yang sangat tua, bahkan sebelum masa kedatangan Hindu di Jawa. Contohnya, instrumen musik sundari yang dikenal dari bambu sudah tercatat dalam Kitab Arjunawiwaha sekitar tahun 1040 M (Kunst, 1949).

Di abad ke-14 dan 15, selama era kejayaan Majapahit, musik juga tetap memainkan peranan besar dalam budaya orang Jawa Kuno. Negarakertagama mencatat betapa pentingnya gamelan dalam konteks upacara agama dan budaya di Kerajaan Majapahit.

Baca juga: Misteri Watu Sigong, Situs Batu dari Mataram Kuno yang Mirip Gamelan

Setiap bulan, pada bulan Palguna Sri Nata, seluruh masyarakat kerajaan dengan semangat penuh antusias termasuk pada pembesar, hakim, pembatu desa, bahkan orang-orang yang datang dari jauh berkumpul untuk merayakan upacara agung. Dalam upacara ini, gamelan memiliki peran sentral. Gamelan berada dalam tandu yang berputar-putar di tengah kerumunan rakyat yang ramai.

Upacara ini mencakup serangkaian tindakan sakral yang diiringi oleh bunyi gamelan yang menggetarkan hati. Setiap pukulan pada gamelan terasa khusyuk, karena mereka memukul gamelan tujuh kali sambil membawa sajian. Selama perayaan ini, tidak hanya gamelan yang menjadi pusat perhatian, tetapi juga ada unsur-unsur lain seperti korban api dan ucapan mantra yang dilakukan oleh pendeta Siwa-Buddha (Negarakertagama: Pupuh 83).

Ini adalah gambaran yang memukau tentang bagaimana seni musik, khususnya gamelan, mengisi setiap aspek kehidupan keagamaan dan budaya di Kerajaan Majapahit pada waktu itu.

Sumber referensi:

https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/dpk/nekara-prasasti-gandasuli-hingga-relief-yang-bercerita-tentang-musik/.%20

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

DK
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini