Mengenal Orkes Tanjidor: Bermula dari Kesenian Budak hingga Menjadi Warisan Budaya Betawi

Mengenal Orkes Tanjidor: Bermula dari Kesenian Budak hingga Menjadi Warisan Budaya Betawi
info gambar utama

Kawan GNFI, pernahkah kamu mendengar tentang seni pertunjukan yang dikenal sebagai Tanjidor? Kesenian ini adalah salah satu warisan budaya yang menarik, mencerminkan keberagaman dan kreativitas yang memiliki nilai sejarahnya sendiri.

Mungkin, kalau kamu yang tinggal di wilayah Jabodetabek sudah tahu atau setidaknya pernah mendengar nama dari kesenian yang satu ini.

Oleh karena itu, kita akan membahas lebih lanjut mengenai tanjidor ini, mulai dari bagaimana sejarahnya, bagaimana pertunjukannya, hingga apa saja alat musik atau lagu yang dimainkan ketika pertunjukkan seni musik ini berlangsung.

Supaya pengetahuan kebudayaan Indonesia Kawan GNFi semakin kaya, mari simak artikel ini hingga selesai ya!

Keragaman Kuliner Betawi sebagai Titik Temu Lintas Negara di Jakarta

Apa itu tanjidor?

Tanjidor adalah sebuah kesenian yang tergolong sebagai orkes musik. Asalnya sendiri adalah dari Jakarta, yang berkembang di tengah kehidupan dan kebudayaan masyarakat Betawi.

Sejak era kolonial, tepatnya ketika masa VOC berkuasa, orang-orang Betawi yang menjadi penduduk asli dari Batavia sudah mengenal pertunjukkan musik tradisional ini.

Sebagaimana bersumber dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, kesenian yang satu ini sudah tergolong sebagai salah satu Warisan Budaya Takbenda Indonesia. Menurut Ernst Heinz, seorang ahli musik dari Belanda, tanjidor mulanya muncul sebagai orkes para budak di era kolonial, yang mana kesenian seperti ini juga diperkenalkan oleh orang-orang Belanda.

Pada abad ke-17, banyak para pejabat Batavia yang memiliki budaknya masing-masing. Yang mana, para budak ini ahli dalam memainkan berbagai jenis alat musik. Misalnya saja trombon, piston, klarinet, bas terompet, tambur, simbal, dan berbagai alat musik lainnya.

Dengan keahliannya tersebut, biasanya para budak menghibur tuannya ketika ada acara atau pesta tertentu.

Tetapi, perbudakan dihilangkan pada 1860. Sejak mereka tidak perlu mengabdi lagi pada tuannya, keahlian ini pun mereka salurkan dengan membentuk sebuah grup musik yang dikenal dengan nama tanjidor.

Hingga akhirnya, kesenian ini pun mulai dikenal luas oleh masyarakat Betawi karena pentas yang semakin sering dilakukan. Seiring waktu, yang tertarik untuk memainkannya pun semakin banyak.

Terkait penamaannya, nama tanjidor sendiri diambil dari kata tanji yang berarti menabuh dan dari bunyi “dor” yang berasal dari suara tambur yang ditabuh.

Kisah Tanah Betawi yang Pernah Jadi Pusat Industri Batik di Indonesia

Alat musik dan cara memainkan tanjidor

Ansambel Tanjidor menghadirkan keindahan musik dengan beragam alat musik, seperti klarinet, piston, trombon, saksofon tenor, saksofon bas, drum, simbal, dan side drums.

Dalam ansambel ini, biasanya terdiri dari 7 sampai 10 pemain yang mahir dalam memanfaatkan alat-alat musik Eropa tersebut. Mereka memiliki kemampuan untuk memainkan berbagai jenis lagu, termasuk yang berlaras diatonik maupun yang menggunakan laras pelog dan slendro.

Meskipun menggunakan alat musik Eropa, pertunjukan Tanjidor memiliki keunikan tersendiri. Dua jenis tangga nada yang berlawanan, yaitu diatonik dan pelog/slendro, dipaksakan pada peralatan musik yang sebenarnya lebih cocok untuk laras diatonik.

Hal ini menciptakan kombinasi suara yang unik dan adaptasi pendengaran yang lambat laun diterima oleh pemain dan penonton. Suara gemuruh dari alat perkusi yang digunakan, bersama dengan keadaan alat-alat musik yang tidak lagi sempurna, semakin menambah daya tarik dari pertunjukan Tanjidor ini.

Menapaki Rumah Kawin: Tempat Silaturahmi Etnis Tionghoa dan Betawi di Tangerang






Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Muhammad Fazer Mileneo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Muhammad Fazer Mileneo.

MM
MS
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini