GULA GENDING : Merawat Kebudayaan, Menjaga Kehidupan

GULA GENDING : Merawat Kebudayaan, Menjaga Kehidupan
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbung untuk Melambung

Di kawasan lereng Rinjani, tepatnya di desa Kembang Kerang Daya, Lombok Timur. Tumbuh komunitas diaspora Sumbawa. Mereka kemudian mengalami asimilasi dengan orang Sasak. Konon, mobilitas mereka ke Lombok telah berlansung sejak abad 19. Di desa inilah muncul sebuah seni musik tradisional yang disebut musik gula gending. Uniknya, musik ini tidak hanya sebatas seni, melainkan memiliki fungsi niaga; sebagai mata pencaharian berbasis kearifan lokal.

Secara historis, ada dua narasi tentang muasal gula gending. Pertama, merujuk pada makna etimologis. Berasal dari dua suku kata: gula dan gending. Gula berarti manisan lokal khas Sasak, dan gending berarti irama tabuhan. Pada aspek ini, gula gending adalah gastronomi Sasak, yang populer disebut "harum manis". Kedua, gula gending sebagai seni etno-musik. Yakni instrumen rombong yang terbuat dari bahan dasar seng dan aluminium. Sebagai wadah penampung harum manis, rombong juga berfungsi sebagai alat musik gula gending.

Seni musik gula gending sudah eksis sejak masa kolonial. Mula-mula, rombong terdiri dari tiga kantong kotak sebagai penghasil bunyi. Seiring perkembangan zaman, rombong mengalami inovasi. kantong kotak sumber bunyi ditambah menjadi enam. Untuk menghasilkan bunyi yang berkualitas, kota-kotak tersebut diberi jarak sekitar 60 mm. Bagian atas tiap kotak dibiarkan terbuka, agar menghasilkan bunyi yang menggema.

Dengan Semangat Power Rangers, Kita Sambut Peringatan Hari Sumpah Pemuda 2023

Sebagai diaspora Sumbawa, penduduk Kembang Kerang Daya tak memiliki cukup tanah, ladang dan sawah di gumi Lombok. Oleh karena itu, mereka berniaga gula gending untuk menyambung hidup. Niaga gula gending adalah epos perjuangan kaum laki-laki yang merantau ke tempat-tempat jauh. Berkeliling nusantara, dari Aceh hingga Papua. Demi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.

Para penjual harum manis merupakan pegiat musik tradisional yang tumbuh secara otodidak. Mereka tidak memahami notasi, namun mereka mampu menghasilkan harmoni bunyi. Oleh karena itu, para pegiat musik gula gending adalah seniman yang tumbuh natural, mewarisi kearifan lokal.

Melalui aktivitas niaga dengan motif ekonomi, musik gula gending terus bertahan secara organik. Wirausaha ini sukses mengantar anak-anak penjual gula gending meraih sarjana, magister, bahkan melanjutkan studi hingga jenjang doktoral. Anak anak ini lalu tumbuh menjadi kaum terpelajar. Menjadi kelas menegah baru dengan beragam profesi; guru, dosen, dan pegawai kantoran.

setelah anak-anaknya sukses, para peniaga gula gending akan memperjuangkan cita-cita puncaknya, yakni naik haji. Mereka akan merantau untuk kesekian kali, dengan etos kerja yang lebih tinggi. Sehingga, mereka berhasil menyetor ongkos naik haji. Selain itu, para peniaga gula gending juga memiliki kontribusi dalam pembangunan desa. Mereka termasuk orang-orang yang rutin menyumbang, menjadi donatur untuk pembangunan madrasah dan masjid di desa Kembang Kerang Daya. Hal ini tentu menujukkan, aktivitas gula gending berhasil merawat kebudayaan dan menjaga kehidupan.

Namun di masa-masa mendatang, upaya pelestarian etno musik gula gending ini tidak cukup hanya dengan jalur komersial. Sebab pertumbuhan kaum terpelajar dan kelas menegah baru, membuat profesi ini mulai ditinggalkan. Upaya pemajuan seni musik gula gending ini harus dikelola secara kelembagaan. Misalnya dengan mendirikan sanggar seni dan komunitas seniman. Sanggar seni akan berfungsi menjadi pusat pewarisan nilai-nilai budaya dan pelatihan keterampilan bermain musik bagi generasi muda. Dengan demikian, akan muncul kesadaran kolektif bahwa gula gending adalah aset budaya yang harus terus dijaga.

Hore! Musim Kemarau Kering di Indonesia Diprediksi Segera Berakhir

Dalam konteks yang lebih luas, seiring dengan denyut perkembangan pariwisata Lombok. Musik gula gending memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi atraksi wisata budaya. Karena instrumen rombong gula gending mampu menghasilkan harmoni bunyi yang unik. Dalam kajian etnomusik disebut the mircales sound. Maka dengan itu, kesenian ini adalah barang langka yang harus dilestarikan sebagai khazanah seni budaya (Wawancara, 2023).

Sayangnya, musik gula gending masih dipandang sebagai kebudaayan minor. Tenggelam di bawah bayang-bayang kebudayaan mayor seperti Gendang Beleq. Pemerintah Nusa Tenggara Barat belum menempatkan musik gula gending dalam skala prioritas pemajuan kebudayaan. Padahal musik gula gending bisa menjadi alternatif dalam seni pertunjukan musik tradisional Sasak. Jika musik gula gending dimainkan secara kolosal, maka akan menghasilkan mahakarya pertunjukan seni musik tradisional yang fantastis. Semoga pemerintah daerah Lombok punya i'tikad baik dalam upaya pemajuan seni musik gula gending. Musik gula gending harus terus dirayakan sebagai identitas Sasak yang aktual sepanjang zaman.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MS
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini