Jatuh Cinta Wastra Nusantara? Yuk, Rawat, Kenakan, Lestarikan

Jatuh Cinta  Wastra Nusantara?  Yuk,  Rawat,  Kenakan, Lestarikan
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbunguntukMelambung. Pernah jatuh cinta ? Bagaimana rasanya? Sejuta rasanya , bukan? Berbicara jatuh cinta kepada orang dapat membuat kita kadang-kadang lupa diri atau selalu ingin berdekatan terus tak ingin jauh.

Lalu bagaimana jatuh dengan Wastra Nusantara Saya baru pertama kali ini loh jatuh cinta dengan Wastra Nusantara. Sebelumnya, saya pernah melihat wastra Indonesia di berbagai pameran, toko-toko atau jika sedang ke luar kota di tempat produksi dari Batik di Yogya, Cirebon, Pekalongan, Lombok.

Namun, hal itu tak pernah menggugah hati saya untuk jatuh cinta kepada wastra Nusantara. Saya melihat proses pembuatan batik maupun tenun dari nol hinggal siap produksi. Saya datang ke Lombok khusus untuk melihat penenun di Desa Sukerare saya melihat dengan jelas proses pembuatan dari benang menjadi tenun. Sayang , saya hanya mengenal prosesnya tetapi tidak mendalami makna, motif, warna dan bagaimana perasaan pembuat batik dan penenun saat mereka bekerja.

Wastra Nusantara: Foto oleh Ina Tanaya/dokpri

Di hari Sabtu yang sangat panas, saya mendapat undangan untuk mendengarkan Dave Tjoa, seorang desainer, pemerhati wastra Indonesia berbicara tentang kecintaannya terhadap warisan seni batik, tenun, di Indonesia.

Sebelumnya mengenal wastra Indonesia , kita mengenal dulu apa arti wastra Nusantara dan mengapa disebut wastra Nusantara.

Wastra nama lain untuk penyebutan kain tradisional Indonesia. Empat wastra atau kain tradisional Indonesia yang sudah mendunia adalah kain batik, kain ikat, kain songket dan kain tenun.

Wastra Indonesia adalah kain tradisional yang ada di Indonesia seperti dijelaskan di atas, masing-masing memiliki ciri khas, dibedakan dari simbol, warna, ukuran hingga material yang digunakan. Sementara Wastra Nusantara adalah kain tradisional datangnya bukan dari Indonesia saja karena sebenarnya Nusantara itu sejak ribuan tahun mengacu kepada pulau-pulau dalam arti luas meliputi Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand Selatan, Kepulauan Nikobar, Brunei, Timor Timur dan lainnya.

Dari histori ini kita dapat memahami bahwa wastra yang berasal dari bahasa sansekerta itu artinya kain yang dibuat secara manual dengan rajutan, kulit kayu dengan cara yang sangat tradisional, gunakan simbol oleh golongan atau suku bangsa tertentu. Dengan bahan yang sama, tetapi diproses dengan cara berbeda di tiap daerah menghasilkan suatu wastra , peradaban bernilai tinggi di masa lalu.

Melalui wastra ini , kita dapat belajar betapa rekam jejak sebuah kain dapat ditelusuri , siapa atau dari mana pembuatnya, makna motif atau gambar yang ditampilkan itu representasi apa, lalu warnanya itu melambangkan apa?

Contoh yang sangat jelas, ketika ada 2 peserta kenakan batik yang berbeda motif dan coraknya, Dave langsung bisa mengatakan batik yang digunakan peserta pertama berasal dari Jogja dan batik yang digunakan peserta kedua adalah batik Madura.

Batik Jogja punya ciri khas seperti motif ceplok, motif kawung, motif parang, motif semen dan pewarnaan menggunakan warna hitam, putih, dan coklat. Motifnya menggambarkan figur manusia atau hewan. Motif batik Yogyakarta memiliki filosofi berupa ajaran moral untuk manusia

Ciri khas batik Madura warna merah , motif bunga besar, tangkai atau daun corak warna yang cerah sekali. Bermacam-macam motif, lancor, poncowarno, motif serat kayu, motif serat batu.

Pengakuan Unesco terhadap Wastra Nusantara

Salah satu wastra Nusantara yang sudah diakui oleh Unesco adalah batik. 2 Oktober 2009 merupakan Hari Batik Nasional karena batik telah masuk sebagai daftar Intangible Cultural Heritage (ICH) Unesco atau warisan budaya tak Benda dalam Sidang Unesco di Abu Dhabi.

Dari seorang peneliti, dan pustakawan Belanda, Gerret Pieter Rouffaer, mengatakan batik telah dikenalkan dari India dan Srilanka pada abad VI atau VIII.

Batik berasal dari dua suku kata yaitu amba dan tik. Amba artinya menggambar atau menulis, tik dari kata titik.

Berdasarkan lokasinya, batik dibagi dalam dua bagian yaitu, pertama adalah Pesisir Pantai utara dan Pakeman , kedua adalah Jawa Tengah hingga Jawa Timur

Batik sebagai “Code” artinya dipakai sebagai dresscode baik untuk raja maupun orang dalam keraton. Batik keraton atau batik larangan khusus untuk kalangan keraton Yogyakarta maupun Surakarta. Jenis-jenisnya adalah Parang, Udan Liris, Rujak Senthe,Cemukiran, Kawung, Huk, Semen. Motif batik ini dilarang digunakan oleh orang “biasa”.

Apabila saya bukan orang keraton dilarang menggunakan batik larangan .

Tiap batik larangan punya filosofi dari kebudayaan Hindu-Jawa, sebagai contoh ada batik brontomangun, artinya orang yang memakai batik ini sedang jatuh cinta, ingin melamar Perempuan sebagai istrinya. Sebaliknya untuk batik selobok dengan motif kotak-kotak, bergais diagonal, ada sisi terang khusus dipakai untuk kedukaan , baik kita sedang berduka atau kita datang dalam kedukaan. Sebaliknya jika kita sedang berpesta, tidak boleh memakai batik parang .

Unesco telah mengakui batik cap dan batik tulis. Ada 3 kalangan yang menggunakan batik yaitu keraton, pakeman/pedagang, rakyat biasa.

Prosesnya pembatikan panjang sekali, 12 langkah mulai dari nyungging, nyeplak,ngiseni, nyolet, mopok,nembok, ngelir nglorod, ngrentesi, nyumri, sampai nglorod.

Merawat dan melestarikan Wastra Nusantara

Ketika berbicara tentang wastra Nusantara yang lain yaitu tenun, pikiran dan pandangan saya langsung kepada penenun di Lombok di Desa Sukerare, Suku Sasak,Lombok Tengah.

Setiap gadis di desa itu diwajibkan untuk belajar menenun dengan peralatan tenun sebagai syarat untuk dapat bisa menikah.

Proses menenun mulai dari memintal kapas , membuat motif dari persilangan dua set benang dengan cara memasukkan benang pakan secara melintang pada benang lungsin, mengikat dan mencelupkan, mengeringkan hingga 3-7 hari,membuka ikatan dan mencelupkan kembali untuk desain yang lainnya, ada yang menambahkan benang emas sebagai lambang harkat atau martabat.

Total proses dari menenun sampai selesai , sekitar 20 proses dapat menghabiskan waktu 4-5 bulan untuk satu kain. Pewarnaan yang menggunakan warna bahan alami seperti kunyit, mengkudu .

Penggunaan kain tenun bukan sekedar untuk fashion, tetapi sudah makin luas yaitu untuk ritual siklus kehidupan (kelahiran, menikah, kematian), upacara baik keagamaan atau adat, status dan interior rumah.

Warisan budaya wastra Nusantara dengan nilai yang tinggi, tapi butuh proses panjang dan kesabaran bukan pilihan anak-anak muda di desa Sukerare maupun milenial masa kini.

Pilihan kerja yang lebih baik dan cepat mendapatkan uang membuat para generasi muda/milenial meninggalkan budaya menenun.

Bagaimana kita melestarikan Wastra Nusantara?

Merawat identitas bangsa adalah tugas kita semua. Merawat wastra Nusantara untuk masa depan dengan belajar literasi tentang wastra dan mencintai sebagai penenun, pembatik atau pemerhati , membeli dari UMKM dan menghargai nilai luhur dan tinggi dari warisan wastra nusantara.

Jika bukan kita semua yang menghargai, merawat semua warisan Wastra Nusantara, siapa lagi?

Sumber referensi:

Mengenal Batik, Wastra Indonesiayang Diakui Dunia, Kompas.com

Wastra Nusantara Menjaga Ingatan Kehidupan Masyarakat , Kompas.id

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

IT
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini