Kesehatan Mental Generasi Muda Dilihat dari Teori Sigmud Freud

Kesehatan Mental Generasi Muda Dilihat dari Teori Sigmud Freud
info gambar utama

Di kalangan sekarang, masyarakat sudah tidak asing lagi dengan sebutan "Suicide". Kata suicide jika diterjemahankan bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai “bunuh diri”.

Dalam sebuah literatur, kata suicide pertama kali diperkenalkan pada abad ke-17, yang berasal dari dari bahasa Latin Sui (diri sendiri) dan Caedere (untuk membunuh). Sedangkan untuk kata ideation dalam terjemahan bahasa Indonesia diartikan sebagai “Ide” dan kata attempt dalam terjemahan bahasa Indonesia diartikan sebagai “Upaya”.

Remaja yang berusia 18-24 tahun cenderung memiliki ide dan upaya untuk bunuh diri yang lebih tinggi dibandingkan orang yang berusia 55 tahun ke atas. Kasus bunuh diri marak terjadi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kepolisian RI (Polri), sebanyak 640 kasus bunuh diri terjadi semenjak Januari hingga Juli 2023.

Penyebab dari upaya bunuh diri ini sering terjadi karena mengalami putus asa, depresi, gangguan bipolar, perundungan, dan biasanya karena tidak ada tempat untuk bercerita.

Selain itu, percobaan penghilangan nyawa terhadap diri juga dilakukan sebagai sarana untuk menyalurkan emosi-emosi negatif yang dirasakan. Biasanya, ide dan upaya yang dilakukan untuk bunuh diri itu dimulai dengan menyakiti diri sendiri (self harm), misalnya menarik rambut, mencubit, menggigit, menggaruk, memukul, menyayat anggota tubuh, dan mengonsumsi obat-obatan yang berbahaya. Tujuan dari tindakan yang dilakukan untuk mendapatkan kepuasan pribadi.

Ide dan upaya bunuh diri masuk dalam struktur kepribadian yang berkaitan dengan teori Sigmud Freud yang merupakan pendiri aliran psikoanalisis. Struktur kepribadian menurut Sigmud Freud sendiri terdiri dari tiga, yaitu:

  1. Id adalah dorongan untuk memenuhi kepuasan pribadi tanpa adanya pertimbangan yang matang.
  2. Ego adalah aspek yang tidak hanya mementingkan keperluan dirinya sendiri dan biasanya terjadi karena pengaruh yang didapatkan dari apa yang terjadi di lingkungannya.
  3. Superego adalah aspek yang berisi tentang batasan untuk membedakan yang baik dan buruk atau sebagai pengarah antara id dan ego.

Nah, dari 3 aspek di atas, ide dan upaya penghilangan nyawa masuk dalam tiga aspek tersebut. Sebab, upaya tersebut merupakan dorongan yang berasal dari diri kita sendiri untuk memenuhi kepuasan pribadi.

Ide dan upaya bunuh diri juga merupakan tindakan yang bukan hanya merugikan diri sendiri, tetapi orang di sekitar yang nantinya merasa kehilangan dan merasa bersalah ketika kita sudah tidak ada.

Sedangkan aspek yang tidak bisa kita kontrol ketika ingin melakukan upaya terseubut, yaitu superego. Hal ini dikarenakan kita tidak bisa menahan diri kita untuk tidak melakukan tindakan menyakiti diri. Kita tidak bisa menyadari bahwa hal yang dilakukan adalah hal yang tidak baik.

Ide ini juga sering muncul karena seseorang merasa putus asa dengan kehidupan yang dijalani. Tidak ada tempat untuk meluapkan perasaan kita dan tidak ada tempat yang dapat memberikan solusi.

Kasus tersebut juga pernah dibahas oleh Sigmud Freud dan dia memberikan solusi yang paling mudah dengan mencari tempat untuk bercerita agar semua hasrat untuk melakukan penghilangan nyawa berkurang. Dengan demikian, beban dan keputusasaan dapat diluapkan lewat cerita yang kita ceritakan pada seseorang.

Pada saat ini, banyak remaja yang merasa bahwa upaya bunuh diri merupakan cara yang tepat untuk menyelesaikan masalah. Mereka sering membangun persepsi bahwa dunia tidak adil dan dunia sangat kejam terhadap mereka.

Maka dari itu, individu bisa saja berpikir bahwa jika mati, maka tidak ada lagi keputusasaan dan yakin bahwa hidupnya akan menjadi lebih baik.

Tidak ada pemikiran bahwa jika mereka melakukan upaya bunuh diri, itu bisa membuat orang-orang di sekitar sedih. Inilah yang disebabkan aspek ego dan id. Itu membuat seseorang hanya memikirkan dirinya sendiri tanpa memikirkan orang lain.

Dalam psikoanalisis, Freud beranggapan bahwasanya tujuan kehidupan adalah kematian. Dari hal tersebut kemudian timbul dorongan agresif yang bertujuan untuk memperkuat sifat egois. Caranya dengan meneruskan insting kematian yang sifatnya menghilangkan ke objek luar dan menggantinya menjadi tindakan yang bisa diterima oleh lingkungan.

Tujuannya untuk meneruskan energi dari insting kematian. Namun, kegagalan ego untuk meneruskan insting kematian keluar dari dalam dirinya dan membuat agresi kembali kedalam dirinya sendiri dan apabila merasa cukup kuat orang itu akan melakukan tindakan suicide.

Pemahaman Sigmud Freud mengenai manusia dilihat dari sudut pandangannya bahwa manusia ditentukan oleh faktor interpersonal dan intrapsikis yang diakibatkan oleh energi berupa insting. Ini cenderung mendorong yang ke arah hal negatif.

Nah, dari hal-hal yang telah kita ketahui di atas, sebaiknya kita sebagai generasi muda yang memiliki pemikiran yang luas. Akan lebih baik lagi bisa mengambil suatu keputusan dengan berpikir secara matang. Lakukanlah hal-hal yang positif atau ciptakan suatu karya yang membawa dampak bagi lingkungan. Dengan demikian, kita dapat menghindari pemikiran negatif yang timbul hanya karena suatu permasalahan dan mengantarkan kita ke gerbang merugikan diri.

Sumber:

  • https://ojs.unud.ac.id/index.php/widyacakra/article/download/69194/38107/
  • https://dataindonesia.id/varia/detail/kasus-bunuh-diri-di-indonesia-alami-tren-meningkat
  • https://repository.iainbengkulu.ac.id/8922/1/NIA%20PUTRI%20PEBRIANTI.pdf

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

JM
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini