Es Gak Beres Memberikan Tips Keluar dari Desakan Ekonomi

Es Gak Beres Memberikan Tips Keluar dari Desakan Ekonomi
info gambar utama

Ternyata es dapat menjadi harapan di tengah desakan ekonomi. Seperti apa kisahnya? Simak sampai habis ya kawan GNFI!

Ide ini muncul oleh seorang pria bernama Yudi Efrinaldi. Pria asal kabupaten Asahan, Sumatra Utara ini menggagas sebuah bisnis yang diberi nama Es Gak Beres. Berdiri pada tahun 2019 dan menjadikannya sebagai penerima Apresiasi Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards Tahun 2021 Bidang Kewirausahaan.

Pada dasarnya, Yudi membangun bisnis ini karena desakan ekonomi. Yudi berupaya mengajak ibu rumah tangga untuk bergabung menjadi mitra agar mereka bisa memiliki usaha sampingan dengan modal seminim mungkin. Di samping itu, Yudi juga mengajak pelajar untuk bergabung guna mengembangkan minat kewirausahaan.

Es Gak Beres awalnya dijual di pinggir jalan menggunakan gerobak. Es yang dijual sama seperti minuman kekinian pada umumnya, seperti Thai Tea Boba dan jus buah. Resepnya didapat dari media sosial, terutama YouTube. Yudi memodifikasi resep yang dibuat dan mencobanya sebelum dipasarkan.

Awalnya Yudi hanya berjualan di bulan Ramadan tahun 2019. Sebelumnya Yudi tidak pernah terpikir untuk memakai nama itu sebagai brand-nya. Dewi Fortuna berada di pihaknya, es tersebut laku sekali hingga suatu saat ada seorang pelanggan yang datang tetapi esnya laris manis. Mengumpatlah pelanggan itu, "Es kau ini memang gak beres," setelah itu, Yudi berpikir sejenak, "Apa dinamain itu aja kali ya (Es Gak Beres)?" Nama itulah yang dipilih Yudi untuk mengembangkan bisnisnya.

Sebelum nama bisnisnya besar, Yudi sering kali dihujani anak panah. Ketika Yudi memasarkan produknya di Facebook—sekarang Meta—para pelanggan yang sudah mencobanya berkomentar, "Esnya kayak namanya (bener-bener gak beres)" hal itu disebabkan kualitas bahan baku yang menurun. Dari kejadian itu, Yudi berusaha mengambil pelajaran.

Tak lama setelah itu, Es Gak Beres kembali viral. Bak ketiban rejeki, banyak orang yang ingin bergabung menjadi mitra dan karyawan. Namun, Yudi yang hanya seorang pedagang kecil, mengaku tak sanggup dalam mengatur pasokan bahan baku yang kala itu sampai berton-ton. Selain itu tak sekali Yudi ditipu karyawan, melainkan berkali-kali.

Es Gak Beres akhirnya menemukan titik terang. Banyaknya pesaing yang membuat bisnis serupa membuat Yudi banting setir. Yudi memutuskan untuk mengontrol ulang rasa, kualitas bahan baku, branding, dan lain-lain. Es Gak Beres kini memiliki tiga ukuran berbeda: kecil, sedang, dan besar. Sehingga dengan ini diharapkan pelanggan dapat memilih sesuai keinginan.

Es Gak Beres kini mulai menjalar ke Riau, Medan, Pekanbaru, Aceh, dan Sumatra Utara serta memiliki lebih dari 500 cabang. Yudi melakukan ekspansi ke bisnis ritel seperti Es Gak Beres Cafe Resto dan Es Gak Beres Mart (EGBMART).

Ketika bisnisnya semakin menggema di angkasa, Yudi memberikan pelayanan ambulans gratis yang di-support oleh Es Gak Beres. Tak hanya itu, pemberian sembako turut dilaksanakan setiap hari Jumat atau Minggu demi membantu masyarakat yang membutuhkan. Siswa-siswi (terutama) di sekolah penggerak di kabupaten Asahan juga diberikan pelatihan terkait kewirausahaan.

Lika-liku perjalanan Es Gak Beres masih terus berlanjut. Namun, Yudi tak putus asa dan dia menanamkan Growth Mindset. Growth Mindset adalah pola pikir yang mengarah pada perubahan positif dan mengupayakan solusi yang efektif dari permasalahan yang dihadapi.

Yudi menegaskan, seorang wirausahawan tidak boleh memiliki Fixed Mindset, yaitu pola pikir yang condong pada perasaan putus asa, pesimis, insecure, dan overthinking. Sebaliknya jadilah wirausahawan tangguh dan berpikiran positif dalam memecahkan masalah.

#kabarbaiksatuindonesia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MF
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini