DIKE : kekuatan simbolis dalam acara keagamaan PIDIE JAYA

DIKE : kekuatan simbolis dalam acara keagamaan PIDIE JAYA
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbunguntukmelambung Pidie jaya, sebuah kabupaten dari provinsi Aceh yang dikenal dengan kekayaan budaya dan tradisi yang kuat, menjadi saksi dari perayaan keagamaan yang kaya makna. Salah satu elemen yang mencolok dalam acara keagamaan adalah Dike, sebuah konsep yang mengandung kekuatan simbolis dan memiliki peran penting dalam merayakan keyakinan dan kebersamaan masyarakat.

Dike di pidie jaya sering kali dihubungkan dengan ritual dan upacara keagamaan. Dalam konteks ini, dike bukan hanya sekedar kata ata objek, akan tetapi mewakili spiritual dan kekayaan makna dalam perjalanan keagamaan.

Dike atau Meudike adalah salah satu seni tradisi yang berkembang dalam masyarakat Aceh yang menempati wilayah Aceh Besar, Pidie, Aceh Utara, pesisir timur Aceh hingga ke wilayah lainnya di Provinsi Aceh. Dike adalah pelantunan puji - pujian kepada Allah dan shalawat kepada Nabi dengan menggunakan Bahasa Aceh.

Syair dalam dike berisikan pujian kepada Allah, serta doa-doa agar acara keagaman seperti peringatan maulid Nabi mendapat berkah. Selain itu juga berisikan sejarah perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam menyebarkan agama Islam.

Sebagai variasi, dalam syair dike juga dimasukkan kisah-kisah yang bertemakan tentang pendidikan dan tamsilan-tamsilan yang bermanfaat bagi kehidupan.

Meudike atau zikir Maulid di Pidie Jaya biasanya dimainkan oleh kelompok orang dewasa dan juga anak-anak terdiri dari 20 sampai 30 anak laki-laki yang dipimpin oleh dua sampai empat orang dewasa sebagai Syeh, dimana syeh tersebut dapat membangkitkan berbagai radat (irama) dalam melantunkan syair-syair dike. Syair-syair dike yang dimaksud adalah peserta dike melantunkan bacaan shalawat, bacaan dalam kitab berzanji dan menyampaikan pesan-pesan agama dalam Bahasa Aceh maupun Bahasa Indonesia.

Diringi dengan melakukan beberapa gerakan seperti duduk maupun berdiri. Gerakan meudike biasanya dalam posisi duduk bersila, sambil bershalawat mereka melakukan gerakan mengangguk-anggukkan kepala ke bawah lalu ke kiri dan ke kanan secara bersamaan. Lalau berganti dengan gerakan menundukkan kepala, dimulai dari pemuda di lingkaran pertama, disusul peserta di lingkaran kedua hingga seterusnya.

Dilihat gerakannya seperti bunga yang tengah menguncup lalu merekah. Dilihat dari sisi atas, gerakan meudike seperti terumbu karang yang bergerak-gerak terbawa arus di dasar laut.

Dalam Bahasa setempat, dike mungkin memiliki makna khusus yang berkaitan dengan nilai-nilai keagamaan dan kearifan lokal. Masyarakat di Pidie Jaya melihatnya sebagai simbol kekuatan, kesucian, atau koneksi spiritual dengan leluhur. Dalam acara keagamaan di Pidie Jaya, dike dapat berperan sebagai elemen sentral yang menghubungkan para peserta dengan dimensi spiritual.

Dalam ritual tertentu, mungkin ada prosesi khusus atau do’a yang terkait dengan dike, menambahkan nuansa keagamaan yang khas. Beragam acara keagamaan yang menghadirkan dike antara lain seperti peusijuk, acara pernikahan, bulan Ramadhan, bulan Maulid dan acara keagamaan lainnya. Meudikee ini seringnya dipertunjukkan pada acara Maulid Nabi besar Muhammad SAW.

Selain itu, meudike punya nilai religus yang tinggi di dalamnya, diantaranya:

1. Memperingati akan lahirnya seorang Rasul yang membawa agama Islam ke muka bumi.

2. Memperingati tentang sejarah dan perjuangan Rasulullah SAW dari masa hidupnya hingga wafat.

3. Membangkitkan jiwa umat Islam dalam berjuang membela agama.

4. Serta meneladani sifat-sifat Rasulullah saw melalui lirik-lirik meudike dalam perayaan maulid itu sendiri.

Semakin pentingnya pelestarian tradisi di tengah arus globalisasi membuat dike menjadi elemen yang tak ternilai.

Meudike merupakan hal yang istimewa dan kerap dinanti-nantikan/dirindukan bukan hanya masyarakat Aceh di gampong-gampong (kampung-kampung) juga para perantau Aceh di berbagai daerah di Indonesia.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

DA
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini