Inilah Tanah Kelahiranku, Cianjur, Beserta dengan Budaya nya

Inilah Tanah Kelahiranku, Cianjur, Beserta dengan Budaya nya
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023

#PekanKebudayaanNasional2023

#IndonesiaMelumbunguntukMelambung

Cianjur bukan hanya terkenal dengan hasil pangan berupa beras yang wangi dan juga pulen tetapi juga banyak tersimpan cerita nilai sejarah, filososfi, tradisi, budaya, hingga kesenian yang ada di dalamnya. Sejak zaman dahulu Cianjur mempunyai tiga pilar budaya 3M yaitu Maos, Mamaos dan Maenpo tentunya memiliki nilai atau filosofi yang masih dipertahankan hingga saat ini.

Jika kita kilas balik melihat dari sejarahnya dan menguliti lebih dalam, bahwasanya Cianjur itu termasuk kedalam wilayah kekuasaan kerajaan Pajajaran selanjutnya masuk pada awal abad ke-16 direbut kekuasaan oleh Kesultanan Banten kemudian, di abad ke-18 Cianjur dipegang oleh kekuasaan Kesultanan Mataram. Namun berubah, Cianjur menjadi bagian dari wilayah Hindia Belanda. Pada zaman kolonial Belanda, Cianjur mengalami perkembangan yang cukup pesat di bidang pertanian, perdagangan, budaya, agama lalu dibangunnya infrastruktur seperti jembatan, jalan, dan juga gedung pemerintah.

Peran dari Raden Wiratanu yang mempertahankan wilayah juga mendirikan Cianjur untuk pertama kali di tahun 1677. Tak lama terjadi perpindahan rakyat dari Talaga ke Sagara Herang yang dipimpin oleh R.A. Wangsa Goparana yang merupakan keturunan Kerajaan Talaga lalu meninggalkan Talaga dan masuk Islam. Kemudian, mendirikan Nagari Sagara Herang sembari menyebarkan Islam didirikan juga sebuah pesantren.

Tak heran jika Cianjur disebut sebagai Kota Santri karena, sejak dahulu daerah yang agamis, banyak para santri, ulama, kyai yang mengembangkan syiar Islam. Citra tersebut melekat ketika Cianjur didirikan.

Cianjur bukan hanya memiliki nilai sejarah yang bermakna. Namun, kaya akan kebudayaanya.

1.Tiga Pilar Budaya

Ngaos

Ngaos yang artinya mengaji. Lekat dengan nilai keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat Cianjur. Jika dahulu Raden Djajasasana mengatakan bahwa Cianjur mempunyai citra sebagai masyarakat yang agamis dimana Islam berkembang pesat di tataran Cianjur sehingga dijuluki Kota Santri.

Biasanya tradisi Ngaos lebih condong pada kegiatan dipesantren seperti Ngaos nyorangan, Ngaos bandungan, dan Ngaos tarabasan. Namun, dari waktu ke waktu makna Ngaos itu menjadi luas seperti mempelajari bidang ilmu.

Mamaos

Mamaos merupakan Tembang Sunda Cianjuran. Lahirnya seni tersebut merupakan hasil cipta, rasa, dan karsa Bupati Cianjur yaitu, Dalem Pancaniti. Ia juga menjadi pemimpin (pupuhu) di tahun 1834-1862, Mamaos terdiri dari alat musik seperti kecapi dan suling kemudian, dalam syair yang ditembangkan biasanya mengungkapkan rasa syukur kepada sang pencipta atas kebesaran-Nya.

Maenpo

Dikenal sebagai seni beladiri, Cianjur mempunyai Pencak Silat yang berbeda dengan aliran Pencak Silat lainnya. R. Djajaperbata yang dikenal dengan sebutan R. H. Ibrahim merupakan pencipta sekaligus yang menyebarkan Maenpo ini. Aliran khas dari pencipta yakni, peupeuhan yang mengandalkan kecepatan gerak juga tenaga dalam dan liliwatan yang mengandalkan tenaga pengideraan.

2. Kuda Kosong

Di setiap tahunnya Cianjur dalam helaran pawai budaya tidak pernah ketinggalan kesenian Kuda Kosong yang selalu dihadirkan. Ada cerita dibalik hal tersebut, melansir dari Warisan Budaya Kemdikbud menjelaskan pada mulanya Pawai Kuda Kosong berada dibawah pimpinan raja Mataram dan Cianjur diharuskan menyerahkan upeti dalam bentuk yang kecil dan sedikit kemudian, raja Mataram memaklumi hal tersebut akhirnya memberikan hadiah berupa kuda jantan yang gagah dan tidak ditunggangi ketika hendak kembali ke Cianjur.

Kuda kosong ini merupakan peristiwa diplomasi antara Cianjur dengan Mataram. Namun, disisi lain Kuda Kosong selalu identik dengan hal yang berbau mistis ada ritual yang dilakukan terlebih dahulu sebelum di arak. Menurut cerita pada saat Kuda Kosong dihadirkan dalam helaran pawai budaya ketika arak dijalanan sebetulnya kuda itu tidak kosong tetapi ditunggangi oleh hal gaib adanya sosok Raden Eyang Suryakencana leluhur dari Cianjur.

3. Kesenian Reak

Reak ada pada abad ke-12 sebuah kesenian yang menggabungkan kesenian reog, angklung, kendang pencak, dan topeng. Dinamakan reak karena ramai sorak sorai, jumlah pemainnya pun banyak mencapai 30 orang. Busana yang digunakan dalam kesenian ini merupakan pakaian sehari hari.

Selain itu peralatan yang mendukung seperti dogdog terbuat dari bahan kayu, angklung, kendang, goong, terompet, topeng, kecrek dan ketika pementasan diawali dengan penabuhan dogdog kemudian peralatan lainnya dibunyikan dan lagu lagu yang dibawakan sesuai yang diminta oleh pemilik hajat.

Sumber Referensi:

Sidik, J. (2023, Juli 18). Radar Cianjur. Retrieved from Radar Cianjur:

https://www.radarcianjur.com/wisata/9459515530/jejak-sejarah-kota-cianjur-dari-kerajaan-pajajaran-hingga-era-modern

(n.d.). Retrieved from warisanbudaya.kemdikbud.go.id:

https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailCatat=489#:~:text=Reak%20adalah%20sebuah%20kesenian%20khas,Jawa%20Barat%20menganut%20agama%20Islam

https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=684#:~:text=Kuda%20tersebut%20pada%20saat%20dibawa,akhirnya%20disebut%20sebagai%20Kuda%20Kosong

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

R
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini