Tradisi Batoba, Sebagai Ritus Peralihan Wanita Samawa

Tradisi Batoba, Sebagai Ritus Peralihan Wanita Samawa
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbung untuk Melambung

Kebudayaan adalah hasil karya ,cipta ,karsa manusia terhadap sesuatu yang diwariskan secara turun temurun. Kebudayaan memiliki hubungan yang erat dengan tradisi, bila kebudayaan adalah karyanya maka tradisi adalah kebiasaan yang diwariskan secara turun-temurun. Tradisi menjadi salah satu ciri khas untuk menunjukkan corak kebudayaan suatu wilayah. Sebagai negara dengan beragam suku bangsa yang hidup didalamnya, Indonesia tidak lepas dari beragam tradisi yang tetap hidup dan lestari hingga detik ini. Beragam tradisi yang ada sekarang merupakan warisan leluhur dan beberapa diantaranya telah mengalami akulturasi dengan budaya dari luar.

Beberapa tradisi yang tetap lestari dan dilakukan hingga detik ini adalah Khitan atau sunatan yang merupakan bentuk perwujudan tradisi yang dibawa masuk bersamaan dengan datangnya islam ke wilayah Indonesia. Kegiatan ini termasuk kedalam ritus peralihan( perpindahan seseorang dari satu kelompok ke kelompok yang lainnya), karna sang anak yang di khitan telah masuk kedalam masa peralihan dari balita menuju kanak-kanak. Hal ini telah menunjukkan perpindahan tingkatan seorang individu satu tingkat lebih tinggi dibanding sebelumnya.

Khitan Pada Wanita Dari Sudut Pandang Agama dan Budaya

Tujuan khitan secara budaya dipandang sebagai bentuk ritual atau upacara untuk merayakan peralihan masa seorang anak. Sedangkan secara Islam hal ini dipandang untuk menghilangkan penyakit kelamin yang ada pada pria maupun wanita. Dalam Islam khitan atau sunat hukumnya wajib bagi pria sedangkan wanita masih terdapat pro dan kontra. Menurut BSIMASLAHAT, khitan pada laki-laki hukumnya wajib sedang pada wanita sunah. Dilain pendapat sebagian orang-orang meyakini khitan pada wanita hukumnya sama seperti pada laki-laki. Dibalik pro dan kontra terkait khitan pada wanita, tradisi ini tetap dilakukan oleh hampir seluruh masyarakat di wilayah Indonesia. Setiap wilayah di Indonesia memiliki penyebutan khusus terkait khitan pada wanita, salah satunya batoba tradisi khitan pada wanita samawa,

Mayoritas masyarakat samawa beragama Islam, bagi mereka baik anak lelaki maupun perempuan harus dkhitan agar penyakit dalam tubuh mereka hilang. Meskipun dipandang cukup berbahaya untuk dilakukan pada wanita, namun tradisi ini masih tetap dilakukan oleh masyarakat samawa sebagai bentuk pelestarian budaya.

Batoba dilakukan pada anak usia 4- 7 tahun, seiring dengan perkembangan zaman pada usia balita pun anak sudah dapat dikhitan. Batoba atau sunat pada anak wanita cenderung lebih tertutup hal ini dimaksudkan untuk menjaga kehormatan dan rasa malu pada anak perempuan,

Antara Medis Dan Kepercayaan

Batoba pada anak wanita dilakukan oleh seorang Tamang ( mantri kesehatan) dengan mengundang pemuka agama serta keluarga atau kerabat terdekat saja. Sedangkan pada lelaki khitan lebih ramai dengan mengundang berbagai lapisan masyarakat untuk meramaikan acara karna dipandang sebagai bentuk perwujudan rasa berani dan dewasanya sikap sang anak. Sejatinya bagian dari bawah tubuh wanita yang dikhitan adalah sel kulit mati yang apabila dibasuh dengan air bersih pun akan luruh. Namun, secara budaya dipandang sebagai bentuk biji atau dalam bahasa samawa disebut modeng yang harus dihilangkan tujuannya agar ketika anak wanita yang khitan ini sudah dewasa tidak keganjengan. Secara medis khitan pada anak wanita tidak untuk dianjurkan , hal ini dikarenakan dapat mengurangi gairah seks seorang anak wanita pada saat mereka dewasa nanti, selain itu hal ini dapat menyebabkan pendarahan pada anak apabila terjadi kesalah pada saat dikhitan. Para ahli medis hanya menyarankan agar bagian bawah tubuh yang di khitan cukup dibersihkan dengan alkohol dan/ atau menggunakan pisau yang cukup ditempelkan saja pada bagian bawah anak wanita sebagai simbolis bahwa telah melakukan batoba. Menuru ibu Hafsah( seorang pensiunan ahli kesehatan) yang sudah pernah melakukan batoba pada wanita samawa, khitan pada anak wanita tidakdilakukan pun tak akan berdampak apa-apa bagi kesehatan,karna ini adalah budaya dan tradisi yang mengakar kuat pada masyarakat sehingga muncul semacam anggapan dari masyarakat itu sendiri kalau tidak dilakukan maka berdampak pada kesehatan anak wanita.

Koin Cina Dalam Ritual Batoba

Dalam proses batoba ada hal yang cukup unik yakni pada alat yang digunakan untuk mengeluarkan biji atau modeng dimana Tamang ( mantri sunat) menggunakan uang koin yang disebut koin cina. Uniknya koin cina ini memiliki banyak ukuran ada yang besar dan ada pula yang kecil, semakin kecil lubang pada koin makin semakin kecil bagian tubuh wanita yang dikhitan Dibagian tengah koin terdapat lubang yang digunakan untuk menekan bagian klitoris wanita sehingga keluarlah modeng yang berwarna putih susu. Untuk mempercepat proses penyembuhan Tamang( mantri kesehatan) menggunakan campuran Lane( kapur) dan kunyit. Dipercaya bahwa kedua bahan ini dapat mempercepat proses penyembuhan setelah anak disunat. Biasanya setelah anak disunat dilanjutkan dengan acara sarakal yakni semacam acara doa bersama yang dilakukan sebagai wujud rasa syukur terhadap anak yang disunat dan berdoa bersama untuk penyembuhan kepada anak pasca batoba.

Menurut ibu Darmawan anggota keluarga kerajaan Sumbawa, dizaman dulu tradisi batoba pada anak wanita samawa terdapat perbedaan pelaksanaan terhadap keluarga kerajaan dan rakyat biasa. Perbedaan terlihat dari upacara yang begitu ramai dan meriah karna adanya penggunaan gong genang, sedangkan pada rakyat biasa upacara batoba terlihat sederhana dan tak begitu ramai. Namun meskipun begitu, tradisi batoba pada dasarnya tetap memiliki tujuan yang sama yakni memohon kepada Allah SWT agar anak wanita yang di khitan dapat menjadi wanita yang shaleha serta patuh terhadap orang tua.

Setiap daerah di seluruh pelosok negeri memiliki ragam kebudayaan yang berbeda-beda dengan ciri khasnya masing-masing , kebudayaan ini sebagai wujud dari proses belajar manusia menemukan suatu hal yang dipelajari dan dikembangkan sehingga menjadikan nya suatu tradisi yang tetap hidup dan berkembang hingga hari ini.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AA
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini