Tradisi Seba : Pemeliharaan Budaya Turun -Temurun Masyarakat Baduy

Tradisi Seba  : Pemeliharaan Budaya Turun -Temurun Masyarakat Baduy
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbung untuk Melambung

Hallo kawan GNFI !

Baduy berada di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Pada suku Baduy ini memiliki peradaban dari nenek moyang yang masih bertahan sampai saat ini dan tentunya dengan kekayaan kebudayaan yang beragam dan menarik. . Salah satu tradisi yang paling mencolok adalah tradisi Seba. Tradisi ini tidak hanya menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat Badui, tetapi juga merupakan warisan budaya yang harus kita lestarikan.

Seba adalah ritual adat yang dilakukan oleh masyarakat Badui sebagai rasa syukur atas hasil panen yang melimpah. Tradisi ini diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi, melebihi berabad-abad. Seba diadakan setiap tahun pada musim panen, yang biasanya jatuh pada bulan September hingga Oktober. Selama ritual ini, masyarakat Badui berkumpul di tempat yang disebut "Sebaan" untuk berdoa bersama, mengadakan upacara, dan merayakan keberhasilan panen. Dengan dilaksanakannya upacara Seba ini menunjukan bahwa suatu warisan budaya yang ditunkan secara turun temurun oleh leluhurnya memberikan pelajaran bagaimana seharusnya manusia memperlakukan alam dan lingkungan sekitar dengan mejaganya bukan dengan merusaknya.

Sampai saat ini, upacara Seba terus dilangsungkan setahun sekali, dengan menghantarkan hasil bumi seperti padi yang sudah diolah menjadi laksa, palawija, dan berbagai jenis buah-buahan kepada pemerintah seperti kepada Bupati Lebak, Bupati Pandeglang, Bupati Serang, dan Gubernur Banten. Dalam upacara Seba ini sangat serat dengan makna atau nilai-nilai budaya, semua nilai budaya pada upacara Seba ini mengandung petuah, nasehat, dan amanah.

Salah satu aspek yang membedakan Seba dari ritual adat lainnya adalah tata cara dan simbol yang digunakan. Sebelum ritual dimulai, masyarakat Badui membersihkan dan mempersiapkan tempat Sebaan dengan hati- hati. Mereka menggunakan daun-daunan dan bahan alami lainnya untuk menghiasi tempat ini, menciptakan suasana yang sakral dan penuh keharmonisan.

Pada hari pelaksanaan Seba, masyarakat Badui mengenakan pakaian adat mereka yang khas. Pria memakai baju loreng dan celana panjang, sementara wanita mengenakan kain panjang yang disebut "serut" dan mengenakan hiasan kepala yang indah. Mereka juga membawa alat musik tradisional seperti "angklung" dan "terompet" untuk mengiringi upacara. Upacara dimulai dengan doa bersama yang dipimpin oleh seorang pemuka adat. Masyarakat Badui meyakini bahwa dalam doa ini, mereka berkomunikasi langsung dengan leluhur dan roh nenek moyang mereka. Mereka memohon untuk kesuburan tanah, kesejahteraan, dan keberkahan untuk seluruh komunitas. Selanjutnya, masyarakat Badui melakukan tarian dan nyanyian tradisional sebagai ungkapan rasa syukur dan kegembiraan mereka atas hasil panen yang berlimpah. Tarian ini penuh dengan gerakan yang elegan dan simbolik, mencerminkan hubungan manusia dengan alam dan kehidupan sehari-hari mereka sebagai petani.

Selain itu, Seba juga menjadi kesempatan bagi masyarakat Badui untuk berkumpul bersama keluarga, saudara, dan teman-teman. Mereka saling berbagi makanan, minuman, dan cerita. Seba menjadi momen yang membentuk ikatan sosial dan memperkuat solidaritas di antara mereka. Namun, tradisi Seba di Badui juga menghadapi berbagai tantangan. Perubahan sosial dan modernisasi dapat mengancam kelangsungan tradisi ini. Masyarakat Badui harus berjuang untuk mempertahankan dan memelihara warisan budaya mereka yang berharga ini.

Di era modern ini, masyarakat Baduy masih konsisten dalam menjalankan setiap adat dan tradisi yang ada. Walaupun begitu, tidak dapat dipungkiri pastinya ada sedikit pergeseran di Baduy Luar. Akan tetapi, suku Baduy secara keseluruhan masih kuat mempertahankan adat dan budaya nya. Hal tersbeut merupakan bagian dari keyakinan mereka yang semestinya harus di jaga, jika tidak maka alam akan menghukumnya.

Dengan adanya upacara Seba ini menegaskan bahwa sampai saat ini masyarakat Baduy merupakan masyarakat petani yang sekaligus menegaskan bahwa kehidupan mereka sangat bergantung pada kondisi alam. Pada segala kondisi alam akan sangat berpengaruh dengan pertanian yang mereka usahakan. Dengan kata lain, Tradisi Seba ini adalah salah satu warisan budaya yang tak ternilai harganya. Ini adalah cerminan dari identitas dan kehidupan masyarakat Badui. Dengan menjaga dan memelihara tradisi ini, kita tidak hanya melestarikan warisan budaya yang berharga, tetapi juga memastikan bahwa kekayaan budaya ini dapat diteruskan kepada generasi mendatang.

Oleh karena itu kawan GNFI, mari kita bergandengan tangan untuk merawat dan mendukung tradisi Seba di Badui. Dalam melakukan hal ini, kita dapat memberikan kontribusi nyata dalam pelestarian warisan budaya yang berharga ini dan memastikan bahwa tradisi ini tetap hidup dan berkembang di tengah arus modernisasi yang terus bergerak maju. AYOO CINTAI DAN LESTARIKAN KEBUDAAYAN DAERAH KITA!

REFERENSI :

- Amalia, T. (2016).
S i l a t u r a h m i d a l a m u p a c a r a s e b a b a d u y . Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Tradisi, Direktorat Jenderal Kebudayaan.

- Djoewisno,M. (1984). Potret Kehidupan Masyarakat Baduy. Banten
- Rusnandar, N. (2013). Seba: Puncak Ritual Masyarakat Baduy di Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Patanjala: Journal of Historical and Cultural Research , 5 (1), 8298

- Supriatna, E. (2012). Upacara Seba Pada Masyarakat Baduy. P a t a n j a l a : J o u r n a l o f Historical and Cultural Research , 4 (3), 481496.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AA
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini