Bukan Telur Dinosaurus! Asin Tibuok, Garam Khas Filipina Yang Terlupakan

Bukan Telur Dinosaurus! Asin Tibuok, Garam Khas Filipina Yang Terlupakan
info gambar utama

Di antara berbagai macam garam yang terkenal di seluruh dunia, pernahkah Anda mendengar tentang Asin Tibuok? Garam-garam terkenal seperti Fleur de Sal, Garam Himalaya, dan Garam Bambu memang sudah sering dibicarakan. Namun, yang mungkin belum banyak diketahui orang adalah bahwa Filipina memiliki versi mewahnya sendiri dalam bentuk garam unik yang telah berakar pada cita rasa, sejarah, dan tradisi selama berabad-abad, yaitu Asin Tibuok.

Dikenal sebagai "telur dinosaurus", Asin Tibuok adalah salah satu jenis garam yang paling langka di dunia. Dibentuk di atas permukaan gundukan tanah liat, Asin Tibuok adalah salah satu dari sekian banyak makanan khas Filipina yang kembali populer setelah hampir menghilang.

Pembuatan Asin Tibuok diyakini sudah ada sebelum masa penjajahan Spanyol, dimulai di Albuquerque, Bohol, di mana para asindero (pembuat garam) menukarkan garam mereka dengan barang lain seperti beras.

Garam yang diproduksi di Alburquerque memiliki karakteristik rasa yang istimewa. Para pecinta kuliner dan ahli makanan sering memuji rasa berasapnya yang khas yang berasal dari proses pengolahan dengan arang kelapa. Garam ini juga memiliki sedikit rasa manis yang membedakannya dengan garam meja konvensional yang biasa ditemukan di pasar.

Bukan Produk Semalam Jadi

Cita rasa khas Asin Tbuok sangat berkaitan dengan cara pembuatannya yang memakan waktu. Seperti kebanyakan makanan yang dibuat secara tradisional, proses pembuatannya membutuhkan kesabaran, bahkan memakan waktu sekitar tiga hingga tujuh bulan. Prosesnya dimulai dengan merendam sabut kelapa dalam air laut selama berbulan-bulan untuk menyerap mineral laut.

Sabut kelapa kemudian dikeluarkan dari air dan dipotong kecil-kecil untuk dikeringkan. Kemudian proses pembakaran dimulai, di mana sabut kelapa dibakar secara perlahan selama beberapa hari. Hal ini menghasilkan campuran arang dan abu kelapa, yang digunakan untuk menyaring air laut. Air laut ini kemudian dituangkan ke dalam pot tanah liat dan dipanaskan. Saat air menguap, garam padat terbentuk, menciptakan Asin Tibuok.

Selama musim hujan, proses pembuatan garam ini juga menghadapi tantangan tersendiri. Ini adalah pekerjaan yang membutuhkan waktu, menguji kesabaran, dan untuk waktu yang lama tidak mendapat perhatian yang layak.

Menyembunyikan Permata

Keberadaan Asin Tibuok telah menghadapi berbagai tantangan, salah satunya adalah kurangnya apresiasi terhadap produk ini. Terlepas dari proses pembuatannya yang melelahkan, harga Asin Tibuok hanya berkisar antara 80 peso hingga 150 peso per buah pada akhir tahun 2010-an dan awal tahun 2020-an. Hal ini membuat anak-anak Asindero enggan untuk melanjutkan tradisi tersebut.

Selain itu, Undang-Undang Yodisasi Garam Nasional Filipina tahun 1995 (the Philippine National Salt Iodization Act of 1995) membuat situasi semakin sulit. Undang-undang tersebut mewajibkan produsen garam konsumsi untuk memberikan iodisasi pada garam yang mereka produksi, produksi, impor, jual, atau distribusikan. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dengan memastikan asupan yodium yang cukup, tetapi menciptakan hambatan bagi Asin Tibuok dan tradisi pembuatan garam lokal lainnya.

Meskipun bertujuan baik, peraturan tersebut menghambat pengrajin lokal dan memaksa banyak dari mereka untuk berhenti berdagang. Baru pada akhir tahun 2010-an, ada desakan untuk mencabut atau mengamandemen undang-undang ASIN karena efeknya yang menghambat pertumbuhan industri garam laut lokal.

Salah satu alasannya adalah karena undang-undang tersebut memaksa negara ini untuk mengimpor garam. Meskipun Filipina 100 persen swasembada garam sebelum undang-undang ASIN diberlakukan, pada akhirnya Filipina mengimpor 80 persen garamnya untuk memenuhi persyaratan undang-undang tersebut.

Untungnya, saat ini ada peningkatan minat terhadap Asin Tibuok, yang memberikan peluang untuk mengembalikan nilai warisan lokal ini. Pada tahun 2021, harga terbaru yang tercantum di situs web adalah 1.200 peso untuk setiap "telur dinosaurus".

Inisiatif untuk menghidupkan kembali Asin Tibuok dan mempromosikannya secara global juga mendapat dukungan dari para koki lokal dan asing yang memasukkan garam berharga ini ke dalam hidangan mereka.

Tidak hanya itu, beberapa keluarga yang masih meneruskan tradisi ini telah membuka pintu bagi lebih banyak orang untuk mempelajari teknik pembuatan garam tradisional. Mereka berharap dapat membagikan pengetahuan ini kepada khalayak yang lebih luas.

(1 peso setara dengan 280.03 rupiah/Oktober 2023)

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Diandra Paramitha lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Diandra Paramitha.

Terima kasih telah membaca sampai di sini