Mau Mudik Rasa Off-Road? Ayo Rasakan Pengalamannya di Jalanan Lampung!

Mau Mudik Rasa Off-Road? Ayo Rasakan Pengalamannya di Jalanan Lampung!
info gambar utama

Apakah Kawan GNFI pernah merasakan sensasi off-road di tengah perkebunan sawit dan rumah warga? Jika belum, segeralah coba sendiri sensasinya di jalanan Lampung!

Di akhir bulan April yang lalu, tepat empat hari setelah merayakan hari raya Idulfitri di kampung halaman ibu saya di Kabupaten Tulang Bawang, Lampung, saya dan ibu saya pun melakukan perjalanan balik ke kota kami tercinta, Tangerang. Akan tetapi, bisa dibilang jika pengalaman mudik setahun sekali saya ini menjadi salah satu momok menakutkan bagi saya yang sering mabuk perjalanan. Pasalnya, mulusnya jalanan Lampung khususnya sehabis hujan membuat mobil kami bergoyang tak tentu arah. Saya yang seharusnya bisa tidur nyenyak agar tak mabuk pun sangat terganggu dengan kondisi mobil kami yang seperti sedang melakukan off-road. Bedanya, off-road kali ini bukanlah sebuah hiburan, melainkan sebuah neraka untuk kami para pemudik.

Kala itu, kami berangkat dari desa ibu saya sekitar jam 15.00 WIB. Keadaan cuaca pada hari itu sangatlah terik, bahkan mobil kami pun menjadi kotor akibat debu yang menguar di sepanjang jalan. Tiga puluh menit berlalu dan perjalanan kami ternyata cukup lancar dikarenakan jalanan yang kering. Selama tiga puluh menit pertama itu juga saya masih bisa menikmati perjalanan dan sesekali mengambil cemilan untuk dimakan.

Sebagai kaum yang percaya akan karunia Tuhan Yang Maha Esa, kelancaran perjalanan kami di tiga puluh menit pertama membuat saya berpikiran jikalau jalan akan tetap mulus dan kering hingga kami tiba di pusat kota nanti. Saya juga seketika mengucap syukur dalam hati, sebab teman ibu saya yang pulang kembali ke kota kemarin justru menemui kendala jalan yang berlumpur dan jelek. Tentu saja mulusnya jalan yang kami lalui membuat saya seketika berpikiran jika Tuhan sudah mengeringkan jalan-jalan ini hanya untuk saya.

Pikiran narsis saya ini pun seketika hilang ketika mobil kami tiba-tiba berhenti. Awalnya, saya berpikir jika mobil kami berhenti karena ada masalah teknis pada mesin. Akan tetapi, ketika saya melihat kondisi jalan melalui kaca depan, semua rasa syukur dan pikiran narsis saya pun padam. Pasalnya, tepat di depan mobil kami, terdapat sebuah titik berlumpur besar yang menutupi jalan. Hal ini tentunya membuat mobil kami mau tidak mau harus menerobos jalanan berlumpur itu. Tak ada jalan lain ataupun jalan alternatif, kanan-kiri kami juga adalah barisan pepohonan sawit yang dibatasi oleh aliran sungai kecil. Belum lagi, sudah ada satu mobil dan dua motor lain di belakang yang menunggu mobil kami untuk melintas.

Jalan Rusak di Lampung l Dokumentasi Pribadi

Suasana di dalam mobil seketika mencekam. Di satu sisi, kami dihadapkan oleh perasaan tidak enak dengan pengendara lain di belakang, tetapi di sisi lain, kami juga takut jika mobil kami justru akan terjebak di tengah kubangan lumpur. Karena tak ada pilihan lain, supir kami akhirnya memutuskan untuk mengecek kedalaman lumpur menggunakan sebatang ranting terlebih dahulu. Setelah sekitar dua menit mengecek, supir kami pun kembali ke dalam mobil. Ibu saya yang penasaran dengan kondisi jalan pun segera bertanya.

“Gimana, Mas? Apa masih bisa dilewati”

Supir kami menoleh seraya mengacungkan jempol, “Insya Allah, Mbak. Bismillah saja.”

Dengan diawali bismillah dan diiringi doa, mobil pun mulai berjalan melintasi kubangan berlumpur. Atmosfir di dalam mobil seketika terasa begitu menegangkan, saya bahkan menahan napas selama mobil melintas. Bunyi ban mobil yang tergelincir oleh lumpur juga terdengar sangat nyaring di telinga kami, belum lagi mobil kami sempat berhenti akibat kubangan yang cukup dalam. Setelah satu menit yang sangat menegangkan, akhirnya mobil kami berhasil melewati kubangan berlumpur tadi. Di dalam mobil, kami pun serentak mengucap “alhamdulillah”.

Setelahnya, kami kembali melanjutkan perjalanan. Perjalanan kami setelahnya pun bisa dibilang lancar, meskipun masih ada beberapa kendala seperti jalan berlumpur dan berlubang, tetapi semua itu bisa kami lewati dengan keahlian dari supir kami yang terbiasa melewati jalanan off-road Lampung. Akan tetapi, kebahagiaan kami tak berlangsung lama. Pasalnya, kami masih harus menghadapi satu jenis jalan yang menyebalkan lagi, yaitu jalanan berbatu dan berkerikil.

Sejujurnya, saya dan mungkin para pemudik lainnya pun sangat membenci jalanan jenis ini. Jalanan jenis ini biasanya berada di lokasi dekat perkebunan dan pabrik sawit, banyak juga terdapat di jalan desa. Dan yang paling menyebalkannya adalah jalanan ini biasanya memiliki ruas yang panjang dan hampir mendominasi semua ruas jalan di daerah ini, membuat kami tak punya pilihan lain selain harus melewatinya.

Selama melewati jalan jenis ini, saya benar-benar tidak bisa tertidur dengan tenang. Sebab, baru sebentar saya menyandarkan kepala ke jok mobil, kepala saya langsung terbentur entah ke kaca samping ataupun ke jok di depan saya. Belum lagi, sensasi bergetar dan naik-turun ketika melewati jalan ini juga membuat kepala saya pusing, perut saya juga terasa seperti terkocok. Hal ini tentu membuat perjalanan menjadi tidak menyenangkan karena rasa mabuk yang saya rasakan.

Terhitung dua atau tiga jam telah berlalu, yang pasti di situ saya sudah dapat tertidur dengan tenang sebab kami sudah sampai di jalan kota yang mulus. Suasana maghrib kala itu yang dipenuhi oleh suara burung dan ramainya kendaraan balik mudik yang melintas seketika membawa kembali rasa nostalgia dan rindu. Sebab, hari itu merupakan hari terakhir saya di Lampung. Meskipun perjalanannya tak bisa dibilang nyaman akibat mobil yang selalu menginterupsi waktu tidur saya, tetapi tak bisa dipungkiri jika Lampung menyimpan ribuan kenangan manis dan kehangatan kala keluarga besar berkumpul dan makan bersama.

Saya sama sekali tidak berusaha meromantisasi kehidupan di Lampung, toh saya sebenarnya hanya tinggal selama seminggu dalam setahun di sana. Akan tetapi, saya hanya membayangkan betapa indahnya waktu mudik ke Lampung jika jalan mulus dan tak mengocok perut. Sudah pasti saya tidak akan menulis artikel ini dan sudah pasti juga, akses keluar-masuk warga dan barang akan menjadi lebih mudah. Pada akhirnya, Infrastruktur yang baik berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Hal ini tentunya merupakan peran dan tanggung jawab pemerintah untuk membangun infrastruktur jalan yang memadai. Sebab, jika bukan pada pemerintah, kepada siapa lagi rakyat harus meminta?

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

NP
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini