Sejarah Perkeretaapian Di Sumatera Barat Serta Kondisinya Saat Ini

Sejarah Perkeretaapian Di Sumatera Barat Serta Kondisinya Saat Ini
info gambar utama

Sejerah perkeretaapian di Indonesia tidak lain dan bukan dimulai sejak masa kolonialisasi Belanda di bumi Nusantara. Pekeretaapian pada saat itu digunakan untuk mengangkut sumber daya alam serta sebagai angkutan para tentara Belanda saat itu yang dimana kereta api merupakan suatu transportasi yang dianggap sukses pada masanya. Jejak yang kita semua dapat lihat yaitu di Sumatera Barat, yang dimana berawal ditemukannya pasokan batu bara yang sangat besar di Sawahlunto yang ditemukan oleh W.H van Greve pada tahun 1868. Lalu muncul inisiasi untuk membangun jalur kereta api untuk memudahkan pendistribusian batu bara tersebut.

Pembangunan jalur kereta api ini dimulai dengan segmen Pulau Air - Padangpanjang pada tahun 1889 yang diikuti pembangunan jalur ke Fort De Kock (Sekarang Bukittingi) dan Payakumbuh. Lalu pada Oktober 1892 dibangun jalur Emmahaven (Sekarang Teluk Bayur) - Stasiun Padang. Lalu pada masa pendudukan Jepang, Jepang menambahkan rute dari Muaro - Pekanbaru. Namun inisiasi yang dilakukan oleh Jepang tidak bertahan lama karna tidak terlatihnya para insyinur insyinur Jepang pada saat itu yang mengakibatkan jalur yang dibangun terlantar dan memakan banyak korban jiwa yang dimana para romusha itu dipaksa membuat jalur kereta api sepanjang 246 km. Hal itu dapat kita lihat dari sisa sisa infrastruktur yang masih bertahan hingga saat ini seperti, pondasi jembatan, batangan rel serta halte halte kereta api yang sudah non-aktif.

Pada saat ini jalur yang masih aktif hanya dari Pulau Air - Kayutanam serta Sawahlunto - Muaro Kalaban. Sangat disayangkan aset budaya dan sejarah ini ditinggal begitu saja tanpa adanya perawatan secara berkelanjutan oleh pemerintah. Banyak stasiun stasiun yang sudah tidak beroperasi dan rel kereta api yang sudah hancur dan batangan rel yang di curi oleh oknum oknum tidak bertanggung jawab.

Pada 2016 pemerintah akan membuat jalur kereta api Trans-Sumatera yang dimulai dari Lampung-Palembang-Pekanbaru-Padang-Medan-Aceh. Progress dari proyek itu sudah berjalan sekitar 10% yang dimana memperbaiki batu balas dan penggantian rel. Namun proyek tersebut mangkrak pada tahun berikutnya dikarenakan biaya untuk mengreaktivasi jalur kereta api tersebut dialihkan ke proyek MRT di Jakarta. Sangat disayangkan dengan dialihkanya proyek reaktivasi ini, karena perkeretaapian di Sumatera Barat mengandung nilai sejarah yang tinggi serta memiliki daya tarik wisatawan. Seperti yang kita ketahui, jalur kereta api yang non-aktif memiliki pemandangan yang eksotis, jalur kereta api yang membelah kaki Gunung Singgalang dan melewati indahnya Danau Singkarak. Hal ini yang memicu munculnya oknum yang tidak bertanggung jawab yang mencuri aset sejarah.

Saat ini transportasi kereta api di Sumatera Barat merupakan salah satu transportasi yang terjangkau dan banyak diminati oleh masyarakat. Namun melihat jalur jalur yang sudah mati atau non-aktif sangat kecil kemungkinannya untuk direaktivasi kembali. Banyaknya faktor yang mempengaruhi, seperti rel kereta api yang sudah tertimbun dengan infrastrukur, perumah penduduk, jalan raya dan biaya yang tidak sedikit. Di lain sisi banyak nya forum forum masyarakat yang menggaungkan untuk dilakukannya reaktivasi yang dimana apa bila jalur jalur yang sudah tidak aktif diaktifkan kembali akan meningkatkan daya tarik masyarakat dan juga memudahkan transportasi masyarakat. Hal ini juga menjadi PR bagi pemerintah sebagai pemilik aset kereta api untuk menjaga dan memanfaatkan aset yang berharga. Apabila tidak adanya tindakan lanjut dari pemerintah sendiri, bangunan dan benda benda bersejarah yang dibangun dengan tumpah darah para pahlawan terdahulu menjadi sia sia.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MR
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini