Icip-icip Masakan India dari Masyarakat India Padang di Dapur Kalcer Festival Pusako

Icip-icip Masakan India dari Masyarakat India Padang di Dapur Kalcer Festival Pusako
info gambar utama

Tak hanya membicarakan kuliner Minang, Festival Pusako yang telah digelar bulan lalu di Kota Padang, juga menghadirkan sesi demo memasak masakan India. Mungkin kawan GNFI akan bertanya-tanya mengapa festival kebudayaan ini sampai ke kuliner India? Perlu kawan ketahui, masyarakat India sendiri sudah menjadi bagian dari masyarakat Kota Padang, semenjak kedatangannya pada abad ke-17. Masyarakat India Padang bermukim di sekitaran Kota Tua Padang berdampingan dengan etnis lainnya.

Sesi demo masakan India telah digelar Sabtu, 15 Oktober 2023 lalu, masih membekas di ingatan saya betapa ramai dan macetnya, jalan masuk menuju lokasi acara. Saya yang seharusnya 15 menit telah sampai di lokasi demi mencicipi kuliner India, terjebak beberapa kali lampu merah dan kemacetan menjelang lokasi hingga 40 menit lamanya.

Setibanya di sana, saya langsung mengunjungi stan demo memasak sekaligus menemui teman saya yang merupakan bagian dari masyarakat India Padang. Teman saya ini merupakan anak perempuan dari Ibu Hanita Anwar, pemilik rumah makan Punjab di Kota Padang sekaligus instruktur memasak pada acara tersebut.

Sesampainya saya di sana, benar saja, demo memasak sudah berakhir, dan sebagai penanda berakhirnya proses memasak, hidangan sudah siap tersaji dengan rapi di atas meja. Segera dengan sigap, teman saya yang berperan menjadi asisten juru masak langsung mempersilakan saya untuk mencicipi hidangan yang telah tersaji. “Ini nasi biryani, biasanya dihidangin sama gulai yang ini, namanya dalca” Ujar teman saya yang biasa saya panggil Anjali.

Dalca, yang tampaknya seperti gulai biasa, dihidangkan bersama nasi biryani. Warna kuah dalca kuning pekat dengan isian sayur dan daging. Dari segi penampilan tak ada yang unik, tetapi ketika makanan tersebut menyentuh lidah saya, rasa rempah yang hangat dan pedas cenderung aromatik mengejutkan mulut saya. Tak seperti gulai di Minang yang cenderung pedas, asin dan gurih, rasa gulai India ini cenderung pedas hangat, aromatik dengan sedikit rasa asam. Dan yang paling membuat saya terkejut adalah adanya buah di dalam kaldu dalca. “Anjali ini apa?” saya bertanya sembari mengacungkan sendok berisi potongan buah yang asing bagi saya. “Ooh itu, itu mangga muda,” jawab Anjali singkat.

Sesekali saya coba mencelupkan roti yang kebetulan saya bawa ke dalam kuah dalca, dan menurut saya paduan rasanya cocok. Anjali yang melihat gelagat saya tersebut bersorak “Enak kan pakai roti! Biasanya itu juga dimakan sama roti loh!” saya yang menyukai perpaduan roti dengan kuah dalca hanya bisa mengangguk sembari mengunyah, menikmati perpaduan rasa roti yang hambar dengan kuah dalca yang gurih.

Menu selanjutnya yang saya coba adalah minuman, Chai Masala namanya. Warnanya sekilas tampak seperti teh tarik, aromanya juga tidak jauh berbeda dengan teh tarik, tetapi ada sedikit aroma hangat dari rempah, terutama cengkeh. Rasanya manis ada rasa susu dan teh serta hangat yang kuat dari cengkeh dan jahe.

Kemudian ada cemilan bernama Masalode, bentuknya seperti pergedel dengan warna kecokelatan. Dan rasanya sangat mengejutkan lidah saya, pahit asam dan aroma rempah menyengat seisi mulut. Sepertinya makanan yang satu ini kurang cocok di lidah saya, mungkin akan lebih sedap jika dipadukan dengan nasi putih dan sambal.

Kurang lebih, itulah ulasan saya terhadap kuliner India ala masyarakat India Padang yang dipertunjukkan pada demo memasak tersebut. Perlu kawan GNFI ketahui, perbedaan kondisi alam antara India dengan Sumatera Barat memunculkan adanya adaptasi bahan baku yang menghasilkan perbedaan, tetapi tak mengurangi ciri khas masakan India, beda sedikit, ada adaptasi.

“Ada beberapa bahan-bahan yang tidak ditemukan di sini. Misalnya dalam makanan ringan maslodeh. Maslodeh itu bahan dasarnya kacang dal, kalau di Indonesia kan agak susah mendapatkannya. Jadi diganti dengan kacang hijau,” jelas Anjali pada salah satu wawancara. “Nasinya juga bisa memakai beras biasa, tidak harus memakai nasi yang panjang-panjang itu. Tapi cita rasanya tetap khas India,” sambungnya.

Artinya terdapat pembauran budaya dalam kuliner di sini, seperti yang dikatakan Angelique Maria Cuaca selaku kurator dalam gastronomi dan kalcer, Festival Pusako. Dalam catatan kuratorialnya, perempuan yang kerap disapa Like tersebut menyebutkan bahwa sebagai bagian dari Nusantara, Sumatera Barat menjadi lokus di mana kuliner bukan sekadar makanan yang ditaruh ke dalam mulut untuk mengusir lapar, tetapi juga bagian dari proses budaya yang berlangsung ribuan tahun.

Menurut Ketua Pelita untuk Perdamaian dan Keberagaman (Pelita Padang) tersebut, pewarisan pengetahuan terkait kuliner terus berkembang seiring proses pembauran etnis. Salah satunya melalui perbincangan di atas meja makan yang sudah ada selama berabad-abad. Interaksi tersebut memunculkan selera baru atas suatu makanan yang kemudian menjadi citarasa bersama.

“Karena itu, banyak produk kuliner yang hadir dan kemudian mewujud sebagai identitas bersama buah dari proses pembauran antaretnis di Sumatera Barat. Pada titik inilah penting bagi seluruh elemen masyarakat dan pemangku kebijakan untuk lebih serius memberi perhatian dalam upaya melestarikan kuliner-kuliner buah karya racikan tradisi Sumatra Barat dengan berbagai unsur etnis di dalamnya untuk diperbincangkan dalam ruang-ruang kebudayaan maupun ruang publik yang lebih populer.” Pungkasnya.



Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AF
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini