Pemaknaan Ruang Kota Yogyakarta Melalui Rempah dan Sumbu Filosofi

Pemaknaan Ruang Kota Yogyakarta Melalui Rempah dan Sumbu Filosofi
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023 #PekanKebudayaanNasional2023 #IndonesiaMelumbungUntukMelambung

Mendengar Daerah Istimewa Yogyakarta pasti sudah tidak asing lagi di telinga kawan GNFI. Keistimewaan Kota Yogyakarta pada kebudayaannya sudah tidak diragukan. Pasalnya tidak hanya orang tua saja, namun anak muda pun ikut serta dalam melestarikan kebudayaan. Kepedulian pemerintah Kota Yogyakarta pun ikut andil dalam proses melestarikan kebudayaan. Salah satu program Dialog dan Jelajah Sejarah baru saja dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan mengusung tema "Tradisi Rempah di Kawasan Sumbu Filosofi: Ramuan Boga dan Usada di Masyarakat Tradisional Yogyakarta", program ini berdampak positif sebagai upaya melestarikan kebudayaan.

Dikemas semenarik mungkin, terdapat beberapa kegiatan seperti Jelajah sejarah dan mengenal rempah-rempah serta kebermanfaatannya. Seperti yang Kawan GNFI ketahui, bahwa pemaknaan kehidupan yang dituangkan pada simbol-simbol ruang Kota Yogyakarta mencerminkan sistem kepercayaan masyarakat Yogyakarta. Sehingga rempah dan sumbu filosofi Daerah Istimewa Yogyakarta membawa UNESCO menetapkan Sumbu Kosmologis Yogyakarta dan Penanda Bersejarahnya sebagai Warisan Dunia pada 18 September 2023 di Riyadh, Saudi Arabia. Sangkan Paraning Dumadi merupakan ungkapan berbahasa Jawa yang memiliki makna 'segala sesuatu itu berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan'. Secara sederhana hidup manusia berdasarkan pada siklus yang dimulai dari kelahiran hingga kematian.

Kegiatan Dialog dan Jelajah Sejarah, mengajak kawan-kawan peserta untuk ikut serta melestarikan keterikatan masyarakat Yogyakarta dalam memaknai kehidupan melalui Sumbu Filosofis dan Jalur Rempah. Tidak sekedar Yogyakarta merupakan kota Istimewa, namun makna filosofis sangat melekat dalam kehidupan masyarakatnya. Dimulai dari Sumbu filosofis dan rempah-rempah, jika menganalisis dari pemaknaannya, rempah-rempah merupakan bahan masakan yang memberikan cita rasa, aroma, dan warna pada makanan. Dalam sejarah, rempah-rempah menjadi komoditi yang berharga dan memicu eksplorasi dunia. Rempah-rempah oleh masyarakat Yogyakarta dimaknai sebagai cerminan keragaman budaya dan kerjasama lintas batas. Sedangkan sumbu merupakan alat yang digunakan untuk menghasilkan cahaya atau energi sebagai simbol keterhubungan, kemajuan, dan perubahan. Sehingga keterkaitan antara rempah dan sumbu filosofi membawa tata ruang Kota Yogyakarta terbentuk berdasarkan sumbu imajiner yang membujur dari utara (Gunung Merapi) ke selatan (laut selatan). Rangkaian sumbu dimulai dari selatan yang ditandai dengan keberadaan Tugu Pal Putih ke arah Keraton melambangkan tahapan kehidupan manusia atau manusia sewaktu hidup. Sementara bagian tengah dari keraton ke arah utara yang ditandai dengan Panggung Krapyak melambangkan langkah manusia menghadap sang pencipta. Dalam sejarahnya keberadaan keraton di tengah sebagai pusat merupakan bekas sebuah pesanggarahan yang digunakan untuk istirahat iring-iringan jenazah para raja Mataram yang akan dimakamkan di Imogiri. Versi lain mengatakan bahwa kolasi Keraton dulunya merupakan sebuah mata air yang menjadi sumber kehidupan manusia. Sehingga lokasi Keraton yang berada di tengah dapat diartikan sebagai pusat dari segala sesuatu.

Yang tidak banyak orang ketahui bahwa rempah-rempah sebenarnya tidak hanya berfungsi sebagai bahan masakan saja, namun dapat dijadikan sebagai pengharum ruangan, minuman berkhasiat, pewangi badan, dan lain sebagainya. Beberapa rempah yang dapat digunakan sebagai pengharum ruangan adalah kayu secang, cengkeh, dan kayu manis. Menariknya disini adalah kami diajak untuk melakukan pengolahan sampah rempah. Sebelumnya, Kawan GNFI wajib tahu bahwa komoditi jual beli rempah di Daerah Istimewa Yogyakarta masih banyak dilakukan. Sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa sampah rempah yang dihasilkan akan menumpuk dan terbuang sia-sia. Setelah dilakukan sesi Focus Group Discussion, beberapa ide muncul dengan melakukan pengolahan sampah rempah menjadi pelet (makanan ayam), cindera mata, pewarna alami, produk lulur, dan esensial oil. Tentunya ide-ide ini nantinya dapat direalisasikan dalam rangka mengolah sampah rempah menjadi produk yang bermanfaat dan keberlanjutan.

Upaya pelestarian kebudayaan dengan mengikuti salah satu program kebudayaan merupakan langkah awal yang efektif dan efisien. Hal tersebut dikarenakan bentuk pelestarian dapat dimulai dari diri kita sendiri. Menumbuhkan sikap kepedulian terhadap kebudayaan tidaklah mudah seiring dengan masuknya arus globalisasi di era saat ini. Maka Kawan GNFI dapat melakukan brainstorming atau focus Group Discussion untuk mengawali langkah dalam proses pelestarian kebudayaan.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

DA
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini