Taropan, Rangkai Ukhuwah di Pendalungan

Taropan, Rangkai Ukhuwah di Pendalungan
info gambar utama

#LombaArtikelPKN2023

#PekanKebudayaanNasional2023

#IndonesiaMelumbunguntukMelambung

Tawa riang, sahut-menyahut. Lantun waranggana memenuhi. Seseorang lahap mengunyah nagasari. Sepasang kaki terbawa melodi. Pekik merayap tinggi dalam Taropan di Kecamatan Maron, Kabupaten Probolinggo yang tiada henti.

Taropan merupakan sebuah upacara khas yang sering kali diadakan masyarakat di wilayah Tapal Kuda. Tak hanya Probolinggo, Pendalungan mencakup wilayah Tapal Kuda di Jawa Timur yang terdiri dari Lumajang, Jember, Bondowoso, dan Situbondo, serta sebagian di Pasuruan dan Banyuwangi.

Kata Taropan berasal dari bahasa Jawa terop yang berarti tenda pesta. Di Tapal Kuda, kata terop disadur dan dilafalkan dalam bahasa Madura, sehingga berubah menjadi tarop. Meski menggunakan dialek Madura, taropan hanya dapat dijumpai dalam budaya Pendalungan.

Kolaborasi antara bahasa dan budaya Madura-Jawa inilah yang menjadi dasar dari munculnya Pendalungan. Menurut Zoebazary dalam buku berjudul Orang Pendalungan, Penganyam Kebudayaan di Tapal Kuda (2017), Pendalungan adalah sebutan bagi masyarakat di Tapal Kuda yang hidup dalam latar belakang budaya Madura dan Jawa.

Rajut Silaturahmi

Dhung-dhung dalam Taropan
info gambar

Salah satu hasil dari akulturasi budaya Madura dan Jawa tersebut, yaitu Taropan. Tjahyadi dkk (2019) mengungkapkan, Taropan memiliki kesamaan dengan kesenian Remoh di Madura karena diadakan untuk memperingati suatu hal yang penting. Perayaan terhadap suatu peristiwa di Pendalungan diwujudkan dengan cara mengundang beberapa orang dalam sebuah pesta.

Upacara Taropan biasanya diselenggarakan oleh komunitas atau kelompok arisan. Dalam kegiatannya, Taropan dibagi ke dalam tiga susunan acara, meliputi dhing-gendhing (pembukaan), dhung-dhung (tarian menyambut tamu), dan andongan (tamu undangan dipanggil bergilir untuk menari bersama penari perempuan).

Dhing-gendhing dilakukan oleh sinden wanita atau waranggana dengan cara melantunkan sejumlah lagu berbahasa Jawa dan Madura. Sedangkan pada babakan dhung-dhung, para tamu yang tiba akan diberi selendang sebagai penanda kesediaan mengikuti serangkaian acara yang disusun oleh tuan rumah.

Kemudian, andongan yang ditandai dengan kegiatan menari bersama lengger atau penari perempuan. Seorang tamu yang dikalungkan sampur atau selendang wajib untuk naik ke atas panggung sebagai bentuk penghormatan kepada tuan rumah.

Namun, sebelum pelaksanaan Taropan, para tamu akan memperoleh undangan yang dirancang mencolok. Foto-foto berderet akan nampak menghiasi seluruh sampul undangan. Foto dengan ukuran terbesar menunjukkan wajah pemilik hajat, sedangkan beberapa foto orang di sebelahnya bertindak sebagai panitia acara.

Ngakan Tak Ngakan Se Penteng Akompol

Suasana Para Tamu dalam Acara Taropan
info gambar

Ngakan tak ngakan se penteng akompol, yang berarti makan tidak makan yang penting berkumpul. Merupakan sebuah filosofi yang erat dalam budaya Madura dan mudah dijumpai pula di daerah Tapal Kuda. Pandangan yang sama juga kerap digaungkan oleh kalangan masyarakat Jawa, dengan istilah, “mangan ora mangan sing penting kumpul”.

Seruan untuk menjalin silaturahmi di antara sesama manusia inilah yang mengilhami masyarakat Tapal Kuda untuk menyelenggarakan Taropan. Meski nampak seperti sebuah pesta yang penuh dengan hingar-bingar dan seni pertunjukan, esensi dari Taropan hanyalah satu, yaitu sebagai upaya untuk mempererat tali persaudaraan.

Melalui Taropan, pemilik hajat berharap para tamu dapat menghadiri acara yang telah disiapkan. Bahkan tuan rumah juga rela menyusun acara terbaik guna menghibur para undangan. Tak ketinggalan pula suguhan jajanan basah menjadi pelengkap selama Taropan berlangsung.

Selain itu, bagi orang Pendalungan, ungkapan “oreng dheddi taretan, taretan dheddi oreng” (orang lain bisa dianggap sebagai saudara, sedangkan saudara sendiri bisa dianggap sebagai orang lain) menjadi salah satu pandangan hidup. Ungkapan tersebut bermakna bahwa persaudaraan tidak selalu identik dengan hubungan darah, tetapi juga pada pertemanan.

Hablumminallah, Hablumminannas

Kesenian Hadrah
info gambar

Masyarakat Pendalungan dikenal sangat memegang teguh ajaran Islam dalam berperilaku sehari-hari. Walaupun menghadiri pesta yang notabene suatu bentuk dari hedonisme atau kenikmatan duniawi, orang-orang yang terlibat dalam Taropan tidak melupakan unsur relijiulitas, seperti mengenakan peci atau sarung.

Taropan yang sering kali diadakan bersamaan dengan acara pernikahan pun tak lupa diselipkan nilai keagamaan. Selain tiga babakan dhing-gendhing, dhung-dhung, dan andongan, pemilik hajat biasanya juga menyelingi kesenian bercorak Islam, yaitu hadrah.

Pasalnya, bagi orang Pendalungan, hubungan antarmanusia dan hubungan manusia dengan Tuhan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Hal itu terwujud dalam istilah berbahasa Arab, “Hablumminallah, hablumminannas”.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MP
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini