Bootcamp 2 Mitigasi Bencana Local Heroes, GNFI Academy Hadirkan Banyak Narasumber

Bootcamp 2 Mitigasi Bencana Local Heroes, GNFI Academy Hadirkan Banyak Narasumber
info gambar utama

Sebagaimana yang Kawan GNFI ketahui, Indonesia adalah salah satu negara yang terletak di wilayah Lingkaran Api Pasifik dan memiliki sejumlah faktor geografis yang membuatnya rawan terhadap berbagai jenis bencana alam.

Nah, potensi ancaman tersebut tentunya mempengaruhi masyarakat di berbagai tingkat dan sektor. Oleh karena itu, perlu keterlibatan aktif masyarakat dalam persiapan dan respons terhadap kebencanaan.

Well, ada banyak sekali sosok inspiratif yang sudah dikenal karena melahirkan dan mengeksekusi ide menjadi gerakan. Gerakan mereka mengatasi berbagai persoalan, hingga bernilai kontributif terhadap kemajuan suatu bidang maupun daerah.

Namun, tentunya setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi sosok penggerak yang bermanfaat bagi lingkungannya, terkhusus di bidang mitigasi kebencanaan.

Untuk inilah, edukasi untuk membangun kesadaran tentang mitigasi bencana di indonesia dihadirkan oleh GNFI yang bekerja sama dengan PetaBencana.id pada bootcamp kedua bertema “Respon kemanusiaan dan Membangun Kekuatan. Pemberdayaan Komunikasi dalam Mitigasi Bencana”.

Acara tersebut telah sukses dijalankan pada Selasa (7/11/2023) sebagai bentuk dari program Local Heroes Development Program GNFI Academy Batch 2. Peserta yang terpilih menjadi Local Heroes bersama-sama mendapatkan mentor tentang mitigasi bencana yang kali ini menghadirkan dua narasumber utama. Mereka adalah Marsim (Humanitarian Forum Indonesia) dan Subur Rojinawi (Supervisor Emergency Response Program Disaster Risk Management Human Initiative). Namun, ada beberapa pengisi materi lainnya yang dihadirkan. Intip keseruannya di sini!

Bisa Didarati Pesawat Jumbo, Seberapa Panjang Landasan Pacu Bandara IKN?

Mitigasi Kesiapsiagaan dalam Lingkup Komunitas Agama Berbasis Rumah Ibadah

Bagaimana cara pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya manusia dalam bidang mitigasi bencana?

Pembawa acara melontarkan kalimat ini yang langsung disambut dengan beberapa slide materi oleh Marsim. Ia menyebutkan, sebetulnya mitigasi bencana mempunyai beberapa level, dari tingkat atas sampai bawah.

Nah Kawan GNFI, untuk saat ini, yang sedang trend adalah memberdayakan para komunitas atau kelompok lokal yang sebetulnya sudah dilakukan. Hanya saja, penyebaran informasinya belum masif melalui media sosial.

Marsim yang berkecimpung di HFI, mengatakan bahwa ada sebuah program yang mereka canangkan, yang kemudian telah melahirkan sebuah buku panduan, isinya praktik-praktik tentang kebencanaan. Seperti apa?

“Ini lebih khusus dan mengerucut dalam satu komunitas yang basisnya adalah rumah ibadah. Ada 6 perjalanan yang perlu dilewati,” kata Marsim.

  • Membentuk dan melatih tim siaga rumah ibadah

Di sini, tim siaga bencana rumah ibadah akan dibentuk dengan kelengkapan struktur dan rincian tugas di setiap posisinya. Tim siaga bencana akan mengkoordinasikan warga dalam melaksanakan perencanaan kerja kesiapsiagaan.

Pelatihan warga yang sesuai dengan SOP juga perlu difasilitasi, terutama mereka yang tergabung dalam tim kebencanaan. Jenis-jenis latihannya antara lain adalah: SAR dan pertolongan pertama (P3K), Kajian kebutuhan, manajemen pengungsian, manajemen distribusi, dan pertolongan pertama psikososial.

Adapun struktur tim siaga bencana yang bisa digunakan sebagai acuan atau rekomendasi, yaitu: ketua tim siaga bencana rumah ibadah, koordinator lapangan dengan anggota: sie peringatan dini, sie penyelamatan dan evakuasi, sie logistik dan sapras, sie data dan infokom, sie kesehatan dan psikososial, dan sie keamanan.

Campursari 120 Jam Nonstop di DIY Pecahkan Rekor Dunia
  • Melaksanakan kajian risiko bencana

Mengidentifikasi jenis-jenis ancaman yang ada di sekitar rumah ibadah dengan kemungkinan dan dampak kerusakan terhadap masyarakat yang ada di sekitar rumah ibadah. Tim siaga bencana juga perlu mengkaji ancaman bencana dengan cara yang sederhana dan membuat skala prioritas bencana. poin ini melibatkan masyarakat setempat yang biasanya lebih tahu ‘karakteristik’ daerahnya.

  • Merumuskan perencanaan kesiapsiagaan

Berdasarkan kajian risiko, disusunlah perencanaan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana dengan tujuan akhir, mengurangi risikonya. Perumusan kerangka kesiapsiagaan dilaksanakan oleh tim siaga bencana rumah ibadah yang sudah terbentuk dengan mengundang perwakilan komunitas di sekitar. Rumusan kesiapsiagaan ini harus didokumentasikan dan disebarluaskan.

  • Menyiapkan sistem informasi dan peringatan dini untuk masyarakat sekitar

Menyepakati sumber informasi yang resmi, misalnya adalah BMKG. portal yang ditunjuk akan diakses untuk mendapatkan data, informasi, dan pemantauan potensi bencana. Dengan demikian, akan ada kesepakatan dan sosialisasi sistem peringatan dini yang akan disebarluaskan ke masyarakat.

“Kajiannya tidak bersama masyarakat merumuskannya, tetapi hasilnya akan disosialisasikan atau disebarluaskan masyarakat,” imbuh Marsim.

  • Menyiapkan kapasitas sumber daya, tidak hanya di rumah ibadah, tetapi juga di lingkungan sekitar.

Di sini, tim perlu mendata pengurus rumah hewan, relawan terlatih, tenaga kesehatan, psikolog, guru, TNI POLRI, dan lainnya yang ada di sekitar rumah ibadah.

Selain itu, mereka juga perlu mendata sarana prasarana untuk evakuasi warga. Mengkoordinasikan sarana dan prasarana kesehatan yang bisa diakses, misalnya rumah sakit, puskesmas, pustu, klinik, ambulans, dan lainnya.

Jangan lupa, penggunaan peralatan emergency yang harus ada di daerah bencana perlu didatakan, seperti senter, P3K, speaker, tandu, dokumen administrasi, dan lainnya.

Dasbor Desa, Platform Penyedia Data untuk Pembangunan Pedesaan
  • Menyiapkan dan mensimulasikan SOP tanggap darurat

Kawan GNFI, SOP ini berisi tentang aturan proses sistem peringatan dini, evakuasi, pencarian dan penyelamatan, penilaian pasca bencana, bantuan darurat, logistik, komunikasi, dan lainnya ketika terjadi bencana.

Marsim merekomendasikan untuk senantiasa melakukan simulasi SOP kedaruratan secara periodik, misalnya 6 bulan sekali, dengan melibatkan warga dan stakeholder. Evaluasi dan perbaikan juga perlu dijalankan setiap pelatihan usai.

Sedangkan dalam sesi kedua, narasumber Reynald dari PetaBencana.id, mengisi materi yang lebih fokus pada organisasi kebencanaan.

“Sebetulnya, dalam membangun resiliensi kebencanaan, semua jenis organisasi kebencanaan itu, meskipun tampaknya terpisah-pisah, sebetulnya satu tujuan. Ini semacam kumpulan puzzle yang bekerja bersama-sama,” sebut Reynald pada sesinya.

Btw, Kawan GNFI, bootcamp ini berjalan dengan antusias. Sebab, tidak hanya mendapatkan mentor dari pihak yang berpengalaman, tetapi peserta juga diperbolehkan untuk saling bertukar pikiran dengan narasumber. Dihadirkan juga dalam acara tersebut, Wido Wati, selaku Manager (HFI) Program Humanitarian Forum Indonesia. AJ

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Kawan GNFI Official lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Kawan GNFI Official.

Terima kasih telah membaca sampai di sini