Sandur Manduro: Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dari Kota Santri, Jombang

Sandur Manduro: Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dari Kota Santri, Jombang
info gambar utama

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan keanekaragaman agama, suku, bahasa, ras dan adat tradisi yang menciptakan berbagai warisan budaya beraspek seni musik, tari, teater, rupa, bahkan sastra dari timur Muara Torasi Papua hingga barat Pulau Benggala Aceh.

Jemari tangan tak sanggup menghitung karya para seniman lokal yang berdedikasi tinggi melestarikan warisan budaya otentik Indonesia kepada generasi kekinian agar tidak tenggelam oleh masa.

Layaknya kota-kota berbudaya di Indonesia, Jombang sebagai kota Santri Jawa Timur juga mempunyai seni pertunjukan lokal yang terlahir dari akulturasi budaya Jawa dan Madura di masa lalu bernamakan Sandur Manduro.

Hasil Akulturasi Madura dan Jawa

Menilik sejarah, Trunojoyo sebagai seorang bangsawan berdarah Madura melakukan pemberontakan terhadap kesultanan Mataram pada masa Amangkurat I yang memerintah dengan keras serta bersekutu dengan VOC.

Intervensi dari Trunojoyo bersama para pasukan membuat geram VOC dengan menyerang balik dan melakukan penangkapan. Trunojoyo dan pasukannya berpencar ke berbagai daerah di Jawa Timur, termasuk menjajaki daerah Jombang.

Peraturan Baru, Inilah Syarat dan Cara Mengajukan Izin Penggunaan Air Tanah

Kekalahan Trunojoyo berimbas kepada daerah yang pernah dijajaki dengan membawa kebudayaan, seperti kultur bahasa dan ragam seni untuk diakulturasikan bersama budaya lokal, termasuk Sandur Manduro.

Layaknya kesenian Ludruk, Sandur Manduro bersifat lebih sederhana dengan penyajian alur cerita mengenai fenomena sosial yang menyiratkan pesan moral serta terbalut menarik menggunakan properti topeng, alunan instrumen musik khas Madura, dan lekukan gerak tari.

Aneka topeng berperangai mimik wajah berwarna merah dan putih sebagai ciri khas Sandur Manduro. Topeng bercorak brangsan sebagai penggambaran tokoh dalam pewayangan, seperti topeng Klana, Bapang, dua topeng Panji, dan dua topeng Ayon-ayon. Ada pun topeng yang mewakili karakter hewan pada suatu lakon, seperti topeng Jepaplok (macan), Manuk (burung), Celeng (babi), dan Sapen (sapi/lembu).

Agar lebih menarik lagi, para aktor Sandur Manduro juga mengenakan kostum berwarna mencolok serta aksesoris yang dibutuhkan pada setiap lakon pertunjukan, seperti sayap, selendang, kalung, dan gelang.

Lakon pertunjukan lebih meriah diikuti dengan senandung instrumen alat musik khas Madura seperti kendang, kendang cimplong, dan trompet. Penyampaian cerita lebih dramatis dengan lekukan kompilasi tari topeng Kelana, Bapang, Sapen, Punakawan, Gunungsari, dan lainnya.

Pemusik Sandur Manduro © Youtube Cak Durasim
info gambar

Dedikasi Seniman Sandur Manduro

Meski telah diresmikan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sejak tahun 2017, perjuangan melestarikan budaya lokal Sandur Manduro masih terus dilakukan agar tidak tenggelam oleh waktu.

Seperti halnya jejak perjuangan seorang seniman lokal Sandur Manduro bernama Cak Rifain yang juga dikenal sebagai salah satu penggiat dan pelatih Sandur Manduro serta pemilik Sanggar Panji Arum.

Kelompok sanggar Panji Arum merupakan sanggar tertua dengan koleksi topeng yang berusia puluhan tahun. Ada pun kelompok sanggar lain yang menjaga kelestarian kesenian Sandur Manduro, seperti Gaya Rukun, Purbo Kencono, dan Tanjung Arum.

"Watatriction" Sebagai Aksi Nyata Kegiatan Peduli Lingkungan Mahasiswa IPB

Bersama seniman Sandur Manduro lainnya, Cak Rifain mengemban tanggung jawab dalam melestarikan budaya lokal Sandur Manduro melalui pelatihan-pelatihan kepada generasi muda yang berlokasi di Desa Manduro, Kecamatan Kabuh, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.

Sanggar Cak Rifain juga dibanjiri pertanyaan oleh anak sekolah maupun komunitas lokal yang sedang haus informasi mengenai sejarah budaya lokal Sandur Manduro hingga tahapan pembuatan lakon pada setiap pementasan.

Upaya pelestarian budaya Sandur Manduro juga dilakoni oleh Warito yang menyimpan topeng-topeng Sandur Manduro dan alat pementasan. Meski tak lagi muda dan telah berulang kali mengalami kerusakan, topeng-topeng masih tetap digunakan pada setiap pementasan.

Warito selalu merawat dan memoles lembut topeng-topeng Sandur Manduro setelah pementasan untuk disimpan kembali sebagai bentuk menghargai peninggalan pusaka dari leluhur.

Sandur Manduro pernah populer di masanya ketika semua orang masih membutuhkan hiburan selepas bekerja seharian pada tahun 1970-an. Kian masa terlewati hingga tak terasa pertunjukan seni rakyat Sandur Manduro terkikis perlahan.

Namun, berkat dedikasi penuh para seniman, Sandur Manduro masih menjadi seni pertunjukan yang mempunyai nilai-nilai moral pada tiap lakon meski jadwal pementasan tidak sesering dahulu.

Referensi:

  • https://indonesiabaik.id/infografis/titik-titik-ujung-kepulauan-indonesia
  • https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=528
  • https://njombangan.com/2020/02/24/kesenian-sandur-manduro-cerita-dan-topeng-diwariskan-turun-temurun/
  • https://www.majalahsuarapendidikan.com/2023/07/komunitas-njombangan-ajak-lebih.html

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

NU
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini