Film Blind Willow, Sleeping Woman sebagai Alternatif Adaptasi Surealisme Haruki Murakami

Film Blind Willow, Sleeping Woman sebagai Alternatif Adaptasi Surealisme Haruki Murakami
info gambar utama

“Apa yang kau lihat dengan matamu belum tentu nyata.” -Frog.

Bisakah Kawan GNFI membayangkan seekor katak bertubuh seukuran manusia menyambut Kawan GNFI dengan bahasa manusia sepulang kerja? Atau seekor cacing raksasa terbang di langit Tokyo, perlahan berubah wujud menjadi kereta yang melaju dengan cepat? Atau lalat yang tidak terhitung jumlahnya membawa serbuk sari dari pohon Willow ke telinga seorang perempuan untuk membuatnya tertidur lalu memakan dagingnya dari dalam?

Imajinasi semacam itu merupakan ciri khas gaya surealis sastrawan terkenal asal Jepang, Haruki Murakami. Kecenderungan Murakami melibatkan hewan dalam campur aduk alam realitas dan alam mimpi yang sangat kontras dapat pula ditemukan dalam karyanya yang lain seperti Kafka on The Shore, The Wind-up Bird Chronicle, Samsa in Love, dan Confessions of a Shinagawa Monkey.

Selain karya tersebut, karya Murakami yang berjudul Blind Willow, Sleeping Woman juga terdapat corak surealis yang menarik. Bahkan pada tahun 2022, karya ini diadaptasi oleh komposer, pelukis, dan pembuat film berdarah Hungaria-Inggris bernama Pierre Földes ke dalam bentuk film animasi.

Sate Kere Mbah Suwarni, Warisan Kuliner Pasar Beringharjo

Daya tarik kepenulisan sastrawan kelahiran 12 Januari 1949 ini menginspirasi seniman lain untuk mengubah satu kesenian ke kesenian lain, yang menurut Sapardi Djoko Damono disebut alih wahana. Karya Pierre Foldes ini menjadi alih wahana karya Murakami pertama dalam bentuk film animasi.

Sebelumnya, beberapa karya seperti Norwegian Wood, Hanalei Bay, Burning, Tony Takitani, dan Drive My Car sudah diangkat ke layar lebar, tetapi semua karya tersebut diadaptasi ke dalam bentuk film konvensional, bukan film animasi.

Meskipun dialihwahanakan dengan judul cerpen Blind Willow, Sleeping Woman (selanjutnya ditulis BWSW), nyatanya Pierre Foldes menggabungkan cerpen lain seperti Super-Frog Saves Tokyo, Birthday Girl, Dabchick, The Wind-up Bird and Tuesday's Women, dan UFO in Kushiro.

Film ini bercerita tentang seorang pegawai bank bernama Komura dan seorang akuntan bernama Katagiri. Mereka bekerja di Tokyo Security Trust Bank cabang Shinjuku. Bencana gempa bumi dan tsunami Tohoku 2011, berdampak besar terhadap kehidupan Komura dan Katagiri.

Keanehan mulai terjadi pada istri Komura yang terobsesi dengan berita gempa bumi yang ditayangkan di televisi selama berhari-hari, lalu hilangnya kucing Komura bernama Watanabe yang terus menghantui Komura, dan Katagiri yang didatangi oleh Frog, seekor katak besar yang bisa berbicara. Komura dan Katagari pun berusaha menyelesaikan masalah mereka masing-masing secara bergantian di tiap babak film.

Nuansa surealisme yang paling terasa adalah tokoh Frog. Tidak hanya dapat berbicara, Frog bertingkah laku layaknya manusia seperti gestur ketika duduk, gerakan tangan ketika berbicara, dan cara menuangkan serta meminum teh. Frog juga memiliki kemampuan membuat tubuh dia fleksibel, meratakan dirinya seperti cumi kering lalu menyelinap keluar melalui celah di sisi pintu yang tertutup.

Meskipun begitu, Frog tetap menunjukkan bahwa dia seekor katak dengan berdengkang-dengkang di hadapan Katagiri. Keberadaan tokoh Frog merupakan perwujudan imajinasi alam bawah sadar Komura yang mengidap skizofrenia, suatu gangguan mental yang menyebabkan penderitanya mengalami halusinasi, delusi, dan perubahan perilaku.

Hal ini selaras dengan konsep surealisme berdasarakan Kamus Istilah Sastra, bahwa surealisme adalah aliran dalam seni dan sastra yang berusaha mengungkapkan pengaruh bawah sadar.

Pasar Sepuh Kembalikan Identitas Budaya Kuliner Nusantara

Selain visual katak, visual lalat, kucing, dan worm yang merupakan seekor cacing raksasa, hewan imajinasi bawah sadar tersebut dianimasikan dengan gaya surealis yang kuat dan khas, begitu pun visual lain seperti manusia. Kepergian sang istri membuat Komura tertekan sehingga ia sering berkhayal, memunculkan imajinasi alam bawah sadar.

Terdapat scene ketika Komura melihat telinga sepupunya, perlahan outline dari gambar telinga tersebut bergerak berubah menjadi bentuk wanita telanjang dengan latar berwarna putih dipenuhi lalat-lalat hitam yang tidak terhitung jumlahnya.

Lalu terdapat visual istri Komura sedang bersandar di atas awan, menyaksikan berita gempa bumi di televisi yang seolah melayang. Selanjutnya, terdapat visual wanita telanjang yang duduk di belantara hutan dengan siluet kucing berwarna biru tanpa deskripsi gambar bulu yang jelas di pangkuannya.

Deskripsi surealis tulisan Murakami diadaptasi dengan baik melalui gambar animasi yang tetap mempertahankan kesan misterius Murakami dan menggabungkan gaya lukis Pierre Foldes. Menurut penulis, lukisan Pierre Foldes yang dapat dinikmati di situs web pierrefoldes.com, terkesan aneh dan misterius.

Seperti lukisan It’s About You Changed. Di lukisan teresebut terdapat dua manusia memakai baju yang sama, tetapi manusa di sebalah kanan tidak meiliki deskrip bentuk waja yang jelas, tidak ada mata, hidung, mulut, dan alis. Hanya ada cekungan kelopak mata sebelah kanan.

Berdasarkan analisis surealisme ini, penulis berpendapat bahwa film animasi memiliki kelebihan dalam memvisualkan unsur-unsur surealis dalam karya sastra. Bukan bermaksud merendahkan format film konvensial atau kemampuan CGI, tetapi animasi lebih memiliki kemampuan untuk menggabungkan dunia mimpi dan dunia realitas.

Di samping itu, menurut penulis pun, penggunaan CGI hanya akan berpotensi mengubah cita rasa genre surealisme menjadi genre fantasi. Mengingat genre fantasi lebih cenderung mengarah pada corak visual alam mimpi yang lebih dominan dibandingkan visual-visual realistis. Dengan animasi, imajinasi visual alam bawah sadar jauh lebih bebas tanpa merusak visual-visual realistis di dalamnya.

Mengenal Suku Semende Bumi Sriwijaya Beserta Kuliner Khas Kembuhung Hasil Fermentasi

Menurut penulis, film animasi BWSW membuka kesempatan bagi penggemar Murakami untuk menikmati visual dari surealis sastra Murakami selanjutnya. Meskipun beberapa pembaca sastra ada juga yang menolak keras untuk menikmati alih wahana sastra favorit mereka ke dalam film sebab mereka tidak mau imajinasi independen mereka buyar sebagai pembaca, terganggu oleh imajinasi seorang filmmaker.

Di samping nuansa misterius yang kental, tokoh-tokoh yang aneh, unsur-unsur okultisme, dan isu sosial budaya, surealis Murakami juga menjadi faktor jutaan orang membaca karyanya. Dengan hadirnya film animasi BWSW ini menjadi jawaban dari kekosongannya surealis khas Murakami dalam alih wahana film.

Sebagai film, Pierre Foldes mampu memadukan enam cerpen Murakami ke dalam satu jalan cerita yang selaras, padu, dan menarik dengan gaya visual yang khas seperti lukisan-lukisannya. Berdasarkan penjelasan yang sudah disampaikan, film Blind Willow, Sleeping Woman menarik untuk ditonton, khususnya bagi Murakamian Indonesia sebab film ini sudah dapat dinikmati secara legal dengan takarir bahasa Indonesia.

#MakinTahuIndonesia #GoodNewsIndonesia #KabarBaikIndonesia

Referensi:
ArtReview. Blind Willow, Sleeping Woman Review: Earthquakes, Ennui, and Super-Frogs.
https://artreview.com/pierre-foldes-blind-willow-sleeping-woman-haruki-murakami-review/

Literary Hub. Blind Willow, Sleeping Woman is an Uncanny, Stirring Film and a Worthy Tribute to Haruki Murakami.
https://lithub.com/blind-willow-sleeping-woman-is-an-uncanny-stirring-film-and-a-worthy-tribute-to-haruki-murakami/

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

RM
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini