O Con Noi O Contro Di Noi

Ahmad Cholis Hamzah

Seorang mantan staf ahli bidang ekonomi kedutaan yang kini mengajar sebagai dosen dan aktif menjadi kolumnis di beberapa media nasional.

O Con Noi O Contro Di Noi
info gambar utama

Kalimat di atas adalah penggalan dari pidato Benito Mussolini pemimpin fasis Italia pada tahun 1940 an yang berarti “Kamu Bersama Kami atau Menjadi Musuh Kami” atau “You are either with us or against us”. Kalimat yang hampir sama diulang oleh Presiden Amerika Serikat George W Bush ketika berpidato di depan Kongres Amerika Serikat tahun 2001 berkampanye melawan terorisme. Tepatnya kalimat yang diucapkan "Every nation, in every region, now has a decision to make. Either you are with us, or you are with the terrorists.

Masyarakat dunia sudah faham betul bagaimana Amerika Serikat memaksakan kehendaknya kepada negara lain untuk mengikuti kebijakan luar negerinya, misalkan soal melawan terorisme atau penyerbuan ke Iraq. Amerika Serikat selalu mengajak “International Community” atau masyarakat internasional untuk sama-sama menyetujui tindakan Amerika Serikat itu tentu dengan ancaman “ikut saya atau jadi musuh saya”. Padahal dalam kasus Iraq ini dimana ratusan ribu melayang – alasan yang dipakai Amerika Serikat menyerbu Iraq itu palsu yaitu presiden Iraq Saddam Husein membuat senjata pemusnah masal. Negara-negara Eropa ada yang tahu kalau alasan AS itu palsu, tanpa bukti, namun karena mendapat tekanan AS, mereka juga ikut menyerbu dan membunuh warga Iraq.

Memang benar, negara-negara yang tidak setuju dengan tindakan AS itu mendapatkan ancaman sanksi ekonomi dari AS karena tidak mengikuti kehendaknya. Selain itu istilah “masyarakat internasional” menurut versi AS itu hanyalah negara-negara sekutu AS seperti Inggris, Perancis, Jerman, Australia, Kanada dan negara-negara barat lainnya. Presiden Rusia Vladimir Putin pernah berucap dalam salah satu pidatonya bahwa masyarakat internasional itu harusnya mencakup Indonesia, India dan negara-negara Afrika atau Amerika Latin.

Ketika Rusia menyerbu – dalam istilah pemerintah Rusia - melakukan “Operasi Militer- ke Ukraina bulan Februari 2022, pihak Amerika Serikat seperti biasanya menggalang kekuatan “International Community” tadi untuk mengutuk, mengecam dam memberikan sanksi kepada Rusia atas keputusannya menyerbu Ukraina. AS dan negara-negara sekutunya menyebut Putin seorang diktator yang haus darah dan akan membangkitkan lagi imperium komunis Uni Sovyet dulu. Para presiden atau menteri luar negeri Eropa keliling dunia mengunjungi negara-negara yang tidak ikut mengutuk Rusia misalkan India dan Afrika Selatan – dipaksa untuk mengikuti sikap AS dan Eropa itu.

Barat juga mengeluarkan sikap yang sama dalam kasus perang yang masih berlangsung saat ini antara Israel dan Hamas di jalur Gaza. Para pemimpin, politisi dan media barat mendesak negara-negara lain untuk mengutuk serangan Hamas ke wilayah Israel pada tanggal 7 Oktober 2023 pagi yang mengakibatkan warga Israel terbunuh dan diculik, namun tidak menghiraukan pendapat – pendapat masyarakat dunia lainnya bahwa serangan itu akibat dari penjajahan Israel selama 75 tahun di tanah Palestina, dimana selama itu Israel juga beberapa kali mengebom Gaza, membunuh dan menangkapi warga Palestina, merampas tanah-tanah warga Palestina dan didirikan rumah-rumah untuk warga Israel secara illegal. Barat diam ketika Israel melakukan genosida lebih dari 16.000 orang meninggal dunia dimana 40 persennya anak-anak dan bayi serta puluhan ribu lainnya luka-luka, Israel juga menutup pasokan listrik, air, bahan bakar dan makanan ke wilayah Gaza yang mengakibatkan bayi-bayi yang berada di Rumah Sakit meninggal dunia, tidak bisa minum susu karena tidak tersedianya air untuk membuat susu, Masjid, Gereja, sekolah, tempat pengungsian juga dibom, pendeknya semua gedung di jalur Gaza ini rata dengan tanah.

Sikap barat seperti itu dikritik oleh menteri luar negeri India Jaishankar ketika ditanya moderator di even the 17th edition of the GLOBSEC Bratislava Forum di Slovakia tahun 2022 mengatakan “Somewhere Europe has to grow out of the mindset that Europe's problems are the world's problems but the world's problems are not Europe's problems. That if it is you, it's yours, if it is me it is ours. I see reflections of that," yang intinya mengatakan bahwa cara berfikir negara-negara Eropa itu harus dirubah karena memaksakan kehendak “kalau ada masalah di Eropa, maka itu adalah masalah dunia; tapi masalah dunia bukan masalahnya Eropa”, dengan kata lain “kalau masalah itu milik anda, ya anda sendiri yang memilikinya; tapi kalau itu masalah Eropa, itu juga masalah anda”.

Indonesia menghadapi kenyataan politik global seperti itu, karena itu siapapun yang menjadi presiden terpilih harus berani mengatakan sikap sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia yaitu tidak mengekor pada blok barat maupun timur. Indonesia harus tegas menolak paksaan, tekanan negara-negara lain meskipun diancam dengan berbagai sanksi.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Ahmad Cholis Hamzah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Ahmad Cholis Hamzah.

Tertarik menjadi Kolumnis GNFI?
Gabung Sekarang

Terima kasih telah membaca sampai di sini