Biografi Cut Nyak Dien: Kelahiran, Perjuangan, dan Pengasingan

Biografi Cut Nyak Dien: Kelahiran, Perjuangan, dan Pengasingan
info gambar utama

Salah satu pejuang perempuan Indonesia yang sangat masyhur adalah Cut Nyak Dien. Cut Nyak Dien merupakan pahlawan nasional asal Aceh yang berjuang mati-matian dalam berbagai pertempuran di Aceh melawan penjajah Belanda bersama dengan suaminya Teuku Umar.

Meski lahir dari kalangan bangsawan, Cut Nyak Dien rela terjun langsung dan memimpin sebuah pasukan sampai titik darah penghabisan. Kehidupan Cut Nyak Dien sangat penting untuk dipelajari sebagai salah satu pahlawan yang perjuangannya patut dijadikan teladan.

Kelahiran dan Kehidupan Awal Cut Nyak Dien

Cut Nyak Dien lahir pada 12 Mei 1849 di Lampadang. Lampadang adalah sebuah desa kecil di Aceh Utara. Keluarga Cut Nyak Dien berasal dari kalangan bangsawan Aceh yang Islami. Sejak kecil, Cut Nyak Dien tumbuh dalam lingkungan yang kental dengan agama Islam dan pendidikan yang teguh.

Ayah Cut Nyak Dien bernama Teuku Nanta Seutia, yaitu seorang uleebalang VI Mukim dan keturunan Makhudum Sati. Pada tahun 1880 ia menikah dengan Teuku Umar. Pernikahan mereka dikaruniai satu orang anak yang diberi nama Cut Gambang. Cut Nyak Dien dan Teuku Umar adalah pasangan pejuang yang rela bertempur mengorbankan nyawa melawan Belanda.

Cut Nyak Dien dikenal sebagai wanita yang cerdas dan tekun. Selain memahami ajaran agama Islam, Cut Nyak Dien juga menguasai bahasa Arab dan Melayu dengan baik. Keuletannya dalam belajar dan semangatnya untuk menuntut ilmu memberikan pondasi kuat dalam menjalani peran sebagai seorang pemimpin.

Perjuangan Melawan Penjajahan Belanda

Perjuangan Cut Nyak Dien melawan penjajah Belanda dimulai setelah menikah dengan Teuku Umar. Cut Nyak Dien aktif terlibat dalam perang melawan Belanda yang mencoba menguasai Aceh. Di bawah kepemimpinan suaminya, ia turut serta dalam pertempuran dan aktif memberikan dukungan moril kepada pasukan Aceh.

Pada Maret 1873, Belanda menyatakan perang terhadap Aceh, Perang Aceh pun meletus. Saat menikah dengan Teuku Umar tahun 1880, Cut Nyak Dien dijanjikan untuk diperbolehkan ikut dalam Perang Aceh.

Strategi paling masyhur yang dilakukan oleh Teuku Umar dalam melawan Belanda adalah dengan berpura-pura berpihak pada mereka. Teuku Umar mempelajari semua taktik Belanda dan mengganti pejabat Belanda dengan orang Aceh.

Saat waktunya tiba, Teuku Umar dan Cut Nyak Dien pergi meninggalkan Belanda dengan membawa semua pasukan dan perlengkapan berat. Termasuk senjata dan amunisi milik Belanda. Saat itu, Teuku Umar menjadi orang yang paling dicari oleh Belanda. Akhirnya pada 11 Februari 1899, Teuku Umar gugur tertembak peluru Belanda

Cut Nyak Dien meneruskan perjuangan dengan penuh semangat dan keberanian. Ia mengambil alih kepemimpinan dan memimpin pasukan perlawanan dengan taktik yang cerdas. Namun, pasukan Cut Nyak Dien lambat laun mulai berkurang dan kondisi fisiknya pun melemah.

Pengasingan di Sumedang

Pada tahun 1901, perlawanan Aceh mulai meredup dan Belanda berhasil menaklukkan sebagian besar wilayah Aceh. Cut Nyak Dien bersama anak-anaknya terpaksa hidup berpindah-pindah. Akhirnya, Cut Nyak Dien ditangkap dan diasingkan oleh Belanda ke Sumedang, Jawa Barat, pada tahun 1906.

Di Sumedang, identitas Cut Nyak Dien tidak banyak diketahui oleh masyarakat setempat. Namun, karena keahliannya dalam bidang agama Islam, Cut Nyak Dien mendapatkan julukan sebagai Ibu Perbu. Di Sumedang, Cut Nyak Dien diminta untuk menjadi guru ngaji bagi warga setempat.

Cut Nyak Dien meninggal pada 6 November 1908 di Sumedang, Jawa Barat. Pada tahun 1964, Pemerintah Indonesia secara resmi mengakui Cut Nyak Dien sebagai pahlawan nasional.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Muhammad Farih Fanani lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Muhammad Farih Fanani.

MF
MS
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini