Cerita Batik yang Menginvansi Eropa pada Zaman Hindia Belanda

Cerita Batik yang Menginvansi Eropa pada Zaman Hindia Belanda
info gambar utama

Batik pada awalnya bukan kain yang diperdagangkan. Tetapi pada abad pertengahan, seiring kedatangan agama Islam, terjadi perubahan tata masyarakat di Jawa. Hal ini berimbas pada batik yang tak lagi menjadi monopoli keluarga besar keraton.

Pada abad 17, industri batik berkembang setelah impor kain murah dan pembuatan cap pada 1840-an. Saat itu, untuk meningkatkan produktivitas, pengusaha batik di Jawa mengimpor kain katun bermutu halus dari Tiongkok dan India melalui pedagang Belanda.

Pagelaran Seni Budaya RI Mengisi Kemegahan Sydney Opera House di Australia

Menggeliatnya Industri batik ini ternyata juga menarik perhatian perusahaan percetakan tekstil di Inggris yang kemudian mulai memproduksi batik imitasi yang menggunakan zat-zat pewarna sintetis.

“Tujuan para pengusaha Inggris ialah menyediakan serta menawarkan kain batik buatan pabrik, bermutu rendah, dan lebih murah untuk pasar Jawa,” jelas DN Lasinta dalam Industri Batik.

Menyebar ke Eropa

Produksi batik imitasi kemudian diambil alih oleh perusahaan Belanda ketika Jawa dikembalikan kepada Belanda berdasarkan Perjanjian Perdamaian tahun 1815. Selanjutnya pada 1835 sebuah pabrik dengan pekerja Jawa terlatih didirikan di Leiden.

“Pabrik batik imitasi lainnya juga didirikan di Rotterdam, Harleem, Helmand, dan Apeldoorn,” ucapnya.

Ternyata hal ini juga diikuti oleh negara Eropa lainnya yang membina ahli pembatikan imitasi. Perusahaan-perusahaan Swiss kemudian memperkenalkan batik imitasi yang diberi warna dengan alizarin sintetis ke Jawa.

Pameran Angsukayana, Upaya Gaungkan Kembali Batik Mangkunegaran

Teknik Jawa menarik perhatian seniman dan pengrajin Eropa karena dua alasan. Pertama menjelang akhir abad 19, Eropa mengalami minat bau pada pekerjaan tangan sebagai perlawanan terhadap objek industri skala besar.

Alasan kedua adalah ketertarikan pada seni Timur jauh. Sementara seniman di London dan Paris terpesona oleh seni Jepang. Belanda mencari inspirasi dalam tradisi budaya daerah jajahannya, khususnya Indonesia.

“Dalam prosesnya, mereka menemukan teknik batik Jawa yang berguna untuk menciptakan benda-benda dekoratif berkualitas tinggi yang berkarakter unik,” jelas Adi Kusrianto dalam Batik Jawa Inspirasi Bagi Eropa.

Masuk ke karya seni

Ketertarikan orang Eropa pada teknik membatik pada awal abad 20 menyebabkan masuknya motif dan estetika Jawa ke dalam karya beberapa seniman. Seperti yang terkenal adalah Charles Rennie, Mackintosh, Henri Matisse dan Henry van de Velde.

Henri Matisse dan Mackintosh sama-sama memiliki koleksi batik Jawa. Meski tidak pernah mempraktekan teknik membatik, mereka mempelajari dengan cermat ragam hias batik Jawa, misalnya yang dilakukan oleh Mackintosh selama berada di London (1916-1923).

Batik Festival Graha Manggala Siliwangi Bandung: Memperingati Warisan Budaya Indonesia

Ada juga Henry van de Velde, seorang desainer dan arsitek Belanda yang berbasis di Jerman yang memutuskan menggunakan imitasi industri yang dicetak di Belanda untuk proyek desain interiornya.

“Dia juga mempromosikannya sebagai kain untuk pakaian modis yang dikenakan oleh keluarga dan teman-temanya,” jelasnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini