Mengenal Suku Kajang, Penjaga Hutan Terbaik Dunia Ada di Sulawesi Selatan

Mengenal Suku Kajang, Penjaga Hutan Terbaik Dunia Ada di Sulawesi Selatan
info gambar utama

Sulawesi Selatan, sebuah provinsi yang terletak di bagian timur Indonesia, ternyata menjadi rumah bagi suku pribumi yang telah lama menjadi penjaga hutan alami. Suku Kajang, sebuah kelompok etnis yang mendiami wilayah pedalaman Sulawesi Selatan, telah terkenal karena kearifan lokal mereka dalam menjaga kelestarian hutan dan lingkungan alaminya. Dalam sorotan global Washington Post tentang perlindungan lingkungan dan upaya konservasi, kehadiran Suku Kajang menjadi semakin penting dan diakui sebagai salah satu penjaga hutan terbaik di dunia.

Suku Kajang, yang tinggal di desa Tana Towa, Kecamatan Kajang. Kabupaten Bulukumba, telah menjalani gaya hidup tradisional yang sangat bergantung pada hutan dan alam sekitarnya. Melalui generasi demi generasi, mereka telah mempertahankan keseimbangan antara kehidupan dan ekosistem hutan yang mereka huni. Berikut ini adalah beberapa aspek penting dalam kehidupan dan budaya Suku Kajang yang membuat mereka menjadi penjaga hutan terbaik:

1. Tradisi Tallasa Kamase-Mase

Suku Kajang memiliki tradisi kuno yang disebut tallasa kamase-mase, ajaran yang dengan tegas menginstruksikan komunitas Kajang untuk menjalani hidup secara sederhana dan tanpa kemewahan. Dalam arti harfiah, tallase kamase-mase berarti hidup dalam keadaan sederhana, hidup dengan apa adanya. Pada konteks ini, hidup sederhana merujuk pada fakta bahwa tujuan utama kehidupan bagi anggota masyarakat Kajang adalah untuk melayani Turek Akrakna (Tuhan).

Prinsip tallase kamase-mase juga mengandung arti bahwa mereka tidak memiliki keinginan yang berlebihan dalam kehidupan sehari-hari, baik itu dalam hal makanan atau pakaian. Dengan pendekatan seperti itu, keinginan untuk mendapatkan hasil berlimpah dari hutan dapat dihindari, sehingga hutan tetap terjaga kelestariannya. Hal ini sesuai dengan ajaran yang dinyatakan dalam ajaran sebagai berikut: "Peliharalah dunia beserta isinya, demikian juga langit, manusia, dan hutan."

Baca juga: Kamar Bung Karno di Hotel Grand Inna Bali Bakal Disewakan, Tertarik Menginap?

Ajaran tersebut mengajarkan nilai kesederhanaan kepada seluruh anggota masyarakat Kajang. Hal ini bisa dianggap sebagai filsafat hidup mereka yang memandang langit, bumi, manusia, dan hutan sebagai bagian tak terpisahkan dari suatu ekosistem yang harus dijaga keseimbangannya.

Manusia hanyalah salah satu elemen dari makrokosmos yang selalu bergantung pada elemen lainnya. Oleh karena itu, dalam berinteraksi dengan elemen-elemen lainnya, manusia tidak boleh bertindak sewenang-wenang karena akan mengganggu keseimbangan yang sudah teratur secara alami.

Masyarakat Adat Kajang dengan konsisten mematuhi prinsip tallase kamase-mase ini. Hal ini tercermin dalam cara mereka menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, seperti dalam pembangunan rumah. Masyarakat Ammatoa memiliki rumah yang seragam baik dari segi bahan, ukuran, dan arah bangunannya sebisa mungkin. Keseragaman ini bertujuan untuk mencegah timbulnya rasa iri di antara mereka, yang dapat mengakibatkan keinginan untuk merusak hutan demi memperoleh hasil lebih banyak.

2. Penebangan Pohon dengan Syarat

Suku Kajang memiliki prosedur yang ketat dalam melakukan penebangan pohon. Mereka tidak sembarangan dalam mengambil keputusan untuk menebang pohon, melainkan mengikuti serangkaian aturan yang telah ditetapkan:

  • Pohon yang ditebang harus diganti dengan menanam dua pohon pengganti.
  • Lokasi penanaman pohon pengganti ditentukan oleh ketua adat.
  • Penebangan hanya boleh dilakukan jika pohon pengganti telah tumbuh subur.
  • Pohon yang ditebang harus dibawa dengan hati-hati agar tidak merusak tanaman lain di sekitarnya.
Baca juga: 8 Makanan Khas Sumatra Utara, Ada Apa Saja?

3. Ilmu Doti

Dalam budaya Suku Kajang, "Doti" merujuk pada praktik atau ilmu yang berkaitan dengan pengobatan tradisional atau penggunaan tumbuhan obat untuk menyembuhkan penyakit atau merawat kesehatan. Istilah "Doti" sering digunakan untuk menggambarkan pengetahuan dan keahlian dalam memilih, mengolah, dan mengaplikasikan tumbuhan obat yang diyakini memiliki khasiat penyembuhan.

Praktik Doti sering kali didasarkan pada prinsip-prinsip ekologi dan keseimbangan alam. Suku Kajang menggunakan ilmu Doti untuk memilih tumbuhan obat dengan bijak, memperhatikan siklus alam, dan menjaga keseimbangan ekosistem hutan. Dengan merawat dan melindungi berbagai spesies tumbuhan yang memiliki nilai medis, mereka secara tidak langsung turut menjaga keberagaman hayati dan ekosistem hutan yang sehat.

Keberhasilan Suku Kajang dalam menjaga kelestarian hutan mereka telah mendapatkan pengakuan internasional. Mereka telah menerima berbagai penghargaan dan apresiasi dari organisasi-organisasi internasional atas kontribusi mereka dalam pelestarian lingkungan dan keberlanjutan. Penghargaan ini tidak hanya menjadi sumber kebanggaan bagi Suku Kajang, tetapi juga menginspirasi masyarakat lokal dan global untuk mengambil tindakan dalam melindungi alam.

Dengan kearifan lokal mereka yang khas dan komitmen terhadap konservasi alam, Suku Kajang telah membuktikan bahwa keseimbangan antara kehidupan manusia dan alam bisa terwujud. Mereka menjadi contoh inspiratif bagi dunia dalam menjaga kelestarian hutan dan lingkungan, serta mengajarkan kita semua pentingnya memperlakukan alam dengan penuh rasa hormat dan tanggung jawab.

Baca juga: Sosok Nyai Balau: Wanita Sakti dari Suku Dayak yang Diabadikan dalam Teater

Sumber Referensi:

https://www.washingtonpost.com/climate-solutions/2023/05/01/indonesia-rain-forest-guardians/

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MG
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini