Kisah Gedung Capitol, Tempat Masyarakat Elite Eropa Berdansa-dansa di Sukabumi

Kisah Gedung Capitol, Tempat Masyarakat Elite Eropa Berdansa-dansa di Sukabumi
info gambar utama

Sukabumi, Jawa Barat pada zaman Hindia Belanda tercatat sebagai kawasan yang disebut sebagai penghasil kopi terbaik. Ketika itu kopi Sukabumi mendapatkan julukan sebagai ‘Si Emas Hitam’.

Karena itulah banyak bangunan Belanda banyak masih tersisa di Sukabumi salah satunya adalah Gedung Capitol. Bagunan letter U bergaya retro klasik yang berlokasi di Jalan Mayawati ini terbilang modern dan mewah.

Dibangun pada 19 Juli 1930 ini dahulunya merupakan ruang pertemuan dan rekreasi para warga Belanda yang bermukim di Sukabumi. Bangunan ikonik ini dibangun oleh arsitek AF Aalbers dan Prof Charles Prosper Wolff Schoemaker.

Curug Cimarinjung, Pesona Alam yang Menakjubkan di Sukabumi

Rangga Suria Danuningrat seorang pegiat sejarah Sukabumi History mengatakan awalnya kompleks yang menjadi Gedung Capitol dahulunya bernama Het Bouwen van Een Sociëteitsgebouw, Bioscoopzaal, Toko’s en Flast yang sekarang dikenal istilah ruko.

“Bangunan-bangunan sekitar yang posisinya letter U yaitu bangunan-bangunan di samping Toko Dunia mengarah ke belakang dan kembali berputar setengah lingkaran ke ex Toko Sepatu ‘Aneka’ (sekarang),” kata Rangga yang dimuat Detik.

Tempat berdansa

Rangga menjelaskan Gedung Capitol itu dibangun atas lahan yang dibeli dari Patih Bandung oleh seorang pengusaha dan pendiri Biro Teknik ‘Unicum’ pada tahun 1919. Tempat ini ditujukan sebagai tempat berkumpul ekspatriat dari Eropa.

Gedung Capitol yang berdiri di atas lahan seluas 6.000 meter persegi. Lantai marmer dan lampu-lampu gantung di Gedung Capitol didatangkan dari Italia. Selain itu ornamen-ornamen bagian dalam bergaya Prancis memberikan keindahan lain.

Samenan Sukabumi: Tradisi Kenaikan Kelas Yang Masih Bertahan Ditengah Modernisasi

Dikatakan oleh Rangga, Gedung Capitol ketika itu harum hingga seantero Tanah Parahyangan. Tempat itu menjadi tujuan para ekspatriat Eropa melepas lelah. Karena itu tidak seperti sekarang yang banyak ruko, dahulu banyak ruang untuk bersenang-senang.

“Capitol pada masanya memiliki banyak ruang bersenang-senang. Ada Ruang Dansa (Dans Kamer), Ruang Rapat (Oproom), Ruang Biliard (Biljard Kamer), Ruang Orkestra (Symphonie Kamer), bahkan Ruang Theater (Capitol). Tak hanya itu, Capitol juga mempunyai ruang rapat bagi para pejabat kolonial yang tergabung dalam Gezonheid Vergadering Kamer,” paparnya.

Tinggal kenangan

Dahulu di dalam Gedung Capitol juga terdapat Societeit Soekamanah Grote Postweg yang digunakan untuk berbagai macam acara baik perjamuan, rapat atau sekadar bernostalgia sambil berdansa.

Dilanjutkan oleh Rangga, di dalam Gedung Capitol juga terdapat bioskop. Namun pada 1 September 1932 Manajemen Gedung Bouw Mij Soekaboemi memutus kontrak menghentikan kerjasama pemutaran film dan beralih fungsi menjadi gedung teater.

“Sejak tahun 1933, Capitol lebih berfungsi sebagai gedung serba guna yang dapat digunakan untuk berbagai acara atau kegiatan, seperti ceramah umum, kontes biliar, tempat demo keterampilan untuk ibu-ibu rumah tangga, pertemuan para pensiunan dan lain-lain,” ujarnya.

Wisata Ziarah ke Makam Prabu Geusan Ulun, Tapak Leluhur Sumedang Larang

Namun pada masa kini, dijelaskannya kondisinya saat ini jauh dari kata bangunan bersejarah. Di bagian depan, tembok Gedung Capitol ditempeli dengan iklan perusahaan provider jaringan telepon.

“Kini bangunan tersebut tinggal kenangan, serta bangunan ikonik yang telah mengangkat dan ikut mengharumkan nama Soekaboemi hingga ke mancanegara sekarang tak terlihat lagi nuansa klasik dan kemegahannya,” kata Rangga.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini