Budaya Baduy, Eksplorasi Kearifan Praktis Indonesia untuk Restorasi Iklim

Budaya Baduy, Eksplorasi Kearifan Praktis Indonesia untuk Restorasi Iklim
info gambar utama

Tahun 2030 menjadi acuan bagi seluruh negara di dunia untuk berkompetisi dalam mendorong pengurangan emisi karbon global yang berdampak pada memburuknya perubahan iklim. Tahun 2030 dipilih untuk mengurangi setengah dari hasil emisi karbon global. Kemudian, tahun 2050 diharuskan nol bersih agar terhindarnya bencana iklim yang melanda.

Terhitung oleh International Energy Agency (IEA), pada tahun 2021, emisi karbon dunia mencapai 36,3 gigatron CO2 dan menjadi rekor tertinggi dalam sejarah umat manusia (Databoks.Katadata, 2022). Oleh karena itu, dibutuhkan kerja sama antara negara dan masyarakat global untuk mengatasi peningkatan emisi karbon secara global ini.

Masih terdapat enam tahun lagi untuk dapat bersama-sama mengurangi emisi karbon global. Indonesia menjadi salah satu negara yang ikut berkomitmen dalam mengatasi perubahan iklim ini, melalui pembentukan dokumen kontribusi yang ditetapkan secara nasional (NDC) untuk beraksi dalam melawan perubahan iklim.

Selain itu, negara kita juga bekerja sama melalui Just Energy Transition Partnership (JETP) untuk mempercepat transisi ke energi yang bersih. Akan tetapi, diperlukan komitmen bersama antarelemen masyarakat untuk senantiasa berkontribusi dalam melawan perubahan iklim.

Dalam komitmen ini, terdapat kesadaran dan habit yang menjadi hal penting karena berdampak besar bagi lingkungan dan iklim. Meskipun informasi dan pengetahuan mudah ditemukan di era modernisasi ini, masih banyak masyarakat Indonesia yang kurang mengetahui dan kurang peduli terhadap perilaku manusia yang mempengaruhi perubahan iklim.

Ditinjau dari survei YouGov (28 Februari—26 Maret 2019), bahwasanya Indonesia menempati peringkat pertama sebagai negara yang menolak jika perilaku manusia penyebab dari perubahan iklim (Deutsche Welle, 2019).

Perilaku ini perlu diubah segera mungkin dengan kembali kepada aturan atau pedoman yang ada, yaitu kearifan lokal tiap suku, yang mana memiliki kekhasan tradisional, sederhana, dan tidak tergantung pada teknologi tinggi (High Tech).

Baduy dan Konsep Kehidupan Berkelanjutan

Indonesia beruntung memiliki kekayaan budaya yang melimpah di setiap daerahnya, ditandai dengan karakteristik dan adat istiadat yang unik. Kekayaan ini dapat dimanfaatkan untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Salah satunya ialah budaya suku Baduy di Banten.

Suku Baduy dipilih karena masih ada masyarakat dan wilayahnya (Baduy Dalam) yang mempertahankan kebudayaan leluhur mereka, terutama dalam menjaga kelestarian alam.

Menilik Gaya Hidup Suku Baduy

Suku Baduy atau Kanekes mendiami kaki pegunungan Kendeng di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten. Suku tersebut masih memiliki keterkaitan dengan suku Sunda, yang tercermin dalam bahasa dan keyakinan agama buhun (lama) yang masih dipertahankan, yaitu Sunda Wiwitan.

Suku Baduy sendiri terpecah menjadi dua kelompok, Baduy Luar dan Baduy Dalam. Perbedaannya ialah Baduy Luar menunjukkan sikap yang lebih menerima terhadap modernisasi. Adapun sebaliknya, Baduy Dalam tetap terisolasi dari segala kemajuan teknologi.

Tradisi Seba: Ungkapan Syukur dan Terima Kasih Suku Baduy

Ini terjadi karena semua tindakan dan peraturannya berakar dari kepercayaan Sunda Wiwitan. Suku Baduy meyakini bahwa mereka merupakan bagian dari alam semesta, sehingga memiliki tanggung jawab untuk memelihara dan merawat sumber daya alam. Mereka menghindari penggunaan bahan kimia untuk mencegah kerusakan lingkungan, seperti pasta gigi, pestisida, sabun, dan lainnya. Sebaliknya menggunakan bahan–bahan yang berasal dari alam dan ramah lingkungan (Sumarlina dkk, 2022).

Dalam berpergian pun, mereka memiliki kebiasaan berjalan kaki, bahkan tanpa menggunakan alas kaki. Mereka seringkali ditemukan di sekitar stasiun Bogor, menjajakan sebotol madu asli yang berasal dari hutan mereka.

Atas kesadaran lingkungan yang tinggi inilah yang menjadikan suku Baduy memiliki prinsip “Gunung jangan dihancurkan, sawah jangan dirusak.” Tujuannya untuk menjaga keseimbangan alam.

Di samping itu, mereka juga memiliki pengetahuan mengenai hutan dan membaginya ke dalam tiga kategori, yaitu Leweung Titipan (wilayah yang tidak boleh dimasuki oleh manusia), Leweung Tutupan (wilayah hutan cadangan yang dapat dimanfaatkan namun memiliki aturan yang ketat), Leweung Garapan (wilayah hutan yang dibuka untuk pertanian) (Fitri, 2023).

Pengklasifikasiannya memiliki tujuan yang lebih dari sekadar menjaga alam, tetapi juga untuk mengendalikan gaya hidup manusia agar tidak berlebihan. Dengan begitu, semua makhluk di bumi dapat hidup secara seimbang.

Prinsip dan tindakan yang dipegang oleh suku Baduy dapat menjadi solusi dalam upaya pencegahan krisis iklim, baik pada tingkat individu maupun nasional. Gaya hidup yang mengutamakan ramah lingkungan dan sederhana ini dapat selalu menciptakan keselarasan antara manusia dan alam.

Nilai-nilai seperti hidup berdampingan, toleransi, kedamaian, dan integritas terhadap lingkungan memperkuat keunikan suku Baduy, serta merepresentasikan prinsip-prinsip yang dikenal di Indonesia sebagai bangsa yang menghargai hubungan baik antar manusia dan alam.

Pemilu 2024 di Tengah Bulan Sakral Masyarakat Baduy

Referensi:

  • Abduh, M., Ma'arif, A.S., Ari, D., Nurmalawati, N.N., Unaedi, R. 2023. Implementasi Gaya Hidup Berkelanjutan Masyarakat Suku Baduy Banten. Jurnal Citizenship Virtues, 3(2), 607-614.
  • Databoks Katadata. 2022. Emisi Karbon Global Meningkat Pada 2021, Tertinggi Sepanjang Sejarah. Tautan: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/03/21/emisi-karbon-global-meningkat-pada-2021-tertinggi-sepanjang-sejarah#:~:text=Namun%2C%20kendati%20pandemi%20masih%20berlangsung,%2C9%25%20dalam%20periode%20sama.
  • Deutsche Welle. 2019. Banyak Orang Indonesia Tidak Percaya Manusia Adalah Penyebab Perubahan Iklim. Tautan: https://www.dw.com/id/banyak-orang-indonesia-tidak-percaya-manusia-adalah-penyebab-perubahan-iklim/a-48756427
  • Fitri, M. R. 2023. Keselarasan Kehidupan Masyarakat Baduy Untuk Pencapaian SDGs. Konfrensi Nasional Sosiologi, 1(2), 7–9.
  • Sumarlina, E. S., Ahmad Darsa, U., & Husen, I. R. 2022. Serpihan Terpendam Kearifan Lokal Masyarakat Adat Kanekes Baduy. Jurnal Kajian Budaya Dan Humaniora, 4(3), 301–309.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MA
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini