Lamalera, Paus, dan Tradisi

Lamalera, Paus, dan Tradisi
info gambar utama

Baleo, baleo... baleoooo! Baleo, baleo, baleo... baleooooo!

Panggilan sekaligus nyanyian yang diteriakan untuk menaiki perahu paus ini terdengar memenuhi kawasan Lamalera.

Lamalera sendiri merupakan salah satu desa pemburu paus yang terletak di Kecamatan Wulandoni, Kabupaten Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Sebagai salah satu desa yang ada di kawasan pesisir, mayoritas penduduk di wilayah Lamalera bermata pencaharian sebagai nelayan.

Lamalera terkenal akan tradisi perburuan ikan paus atau koteklema. Kebudayaan tersebut telah diturunkan dari generasi ke genrasi dengan tetap menjaga simbol terkait adat istiadat yang ada di dalamnya.

Tradisi perburuan paus di Lamalera memiliki peraturan tersendiri selama proses penangkapannya. Hal ini membuat tidak sembarang paus mereka buru di laut. Adapun paus-paus yang boleh ditangkap merupakan jenis koteklema yang sudah tua, bukan paus-paus yang masih kecil dan paus yang masih menyusui.

Masyarakat Lamalera menggunakan cara-cara tradisional dengan tombak dan tidak menggunakan peralatan modern yang dapat merusak ekosistem laut, sebab sering kali bisa membunuh paus secara keseluruhan. Hasil tangkapan daging paus yang diperoleh pun tidak diperjualbelikan dalam skala besar, melainkan daging paus digunakan oleh masyarakat Lamalera sebagai penunjang keberlangsungan hidup.

Indonesia Perjuangkan Subsidi untuk Nelayan Kecil dalam Forum WTO

Daging paus dijadikan sebagai mata pencaharian lewat sistem pertukaran bahan makanan atau barter antara orang Lamalera dengan masyarakat dari desa lain. Daging paus yang dibawa oleh penduduk Lamalera nantinya akan ditukar dengan beras, gula, pagi, jagung, sayur-sayuran, umbi-umbian, dan buah-buahan yang dilakukan oleh para perempuan Lamalera.

Daging paus yang ada juga dibagikan secara merata kepada anak yatim piatu, para janda, dan para perempuan. Sehingga daging paus tidak hanya dijadikan sebagai bagian dari tradisi masyarakat Lamalera yang termasuk ke dalam budaya bahari yang dijaga kelestariannya, melainkan juga daging paus dijadikan sebagai sumber mata pencaharian guna mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Perburuan paus sendiri dilakukan pada saat musim Leva Nuang atau musim kemarau yang berkisar di tanggal 1 Mei hingga 1 Oktober. Para lamafa atau laki-laki yang memiliki tugas dan mahir dalam menggunakan tombak mengamati dengan cermat Laut Sawu. Mereka sendiri telah dilengkapi dengan perlengkapan tradisional yang telah disediakan dan digunakan dalam rangkaian upacara adat.

Orang Lamalera yang mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan memiliki ciri khas tersendiri yang sangat langka apabila disandingkan dengan kehidupan nelayan tradisional di wilayah lain. Hal ini dikarenakan orang Lamalera memiliki keyakinan bahwa semua hal yang mereka lakukan di dunia tidak terlepas dari bantu roh dan arwah leluhur.

Di lain sisi dan masih berkaitan dengan tradisi penangkapan paus di Lamalera, ritual pun dilakukan sebelum turun ke laut lepas. Ritual dijalankan lewat doa, nyanyian, dan memberikan sesaji kepada para leluhur.

Masyarakat Desa Lamalera percaya bahwa semua ritual yang telah mereka lakukan dapat memberikan keselamatan dan membuat mereka mendapatkan hasil tangkapan laut yang banyak.

Bagi masyarakat Lamalera, ritual yang dilakukan memiliki makna dan arti yang telah diwariskan oleh leluhur mereka secara turun temurun sejak berabad-abad lalu. Mitos dan ritual dalam cerita leluhur orang Lamalera mencerminkan betapa pentingnya tradisi perburuan paus bagi budaya mereka. Paus yang diyakini sebagai makhluk mitologi mempunyai pengaruh besar bagi masyarakat.

Konsep Unik Wisata Kuliner Resto Apung Muara Angke, Integrasikan Nelayan dan Pengunjung

Menariknya juga, cara-cara masyarakat Lamalera menyikapi peristiwa dramatis yang terjadi dalam kehidupan mereka dilalui lewat pertemuan-pertemuan adat dan upacara pemakaman. Tanda-tanda alam yang dijadikan sebagai dasar dalam perhitungan ketika hendak pergi melaut yang terdiri atas suara burung, arah angin, dan arus laut juga menjadi hal penting bagi nelayan di Lamalera.

Tidak hanya itu, nilai-nilai yang tertanam kuat terkait gotong royong, kesederhanaan hidup, dan saling berbagi pun juga menjadi pondasi dasar yang amat kuat dalam dinamika kehidupan masyarakat di Desa Lamalera.

Pelestarian adat istiadat dan tradisi yang dilakukan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi membuat kekayaan akan budaya Lamalera terus mengakar kuat.

Oleh karena itu, hingga kini, masyarakat Lamalera masih menganggap bahwa tradisi perburuan paus ini layak dipertahankan sebab memiliki kepentingan dalam berbagai aspek seperti aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi.

#WritingCamp #MakinTahuIndonesia

Maelo Pukek, Tradisi Turun-Temurun Nelayan di Kota Padang

Referensi:

  • Boli, Barnabas. Tradisi Penangkapan Ikan Paus Pada Masyarakat Nelayan Lamalera Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur. Jurnal Ilmiah Tarbiyah Umat. Volume 8 No 1 Juni 2018. ISSN 0000-0000 (Online). ISSN 2088-513X (Cetak). Diakses dari https://ejournals.ddipolman.ac.id/index.php/jitu/article/view/54.
  • Kurniati, Gusela. Kearifan Lingkungan Pada Masyarakat Lamalera dalam Novel Suara Samudera Catatan dari Lamalera Karya Maria Matildis Banda. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya. Diakses dari https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/bapala/article/view/27319/24990.
  • Lundberg, Anita. 2001. Being Lost at Sea: Ontology, Epistemology, and a Whale Hunt. Ethnography 2 (4): 533-556.
  • Rumah Desain. Berkat dari Laut. Youtube Video, 14.00. 10 Desember 2016. Diakses dari https://www.youtube.com/watch?v=gONzOwUDA58.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

PZ
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini