Menilik Tradisi Nyekar yang Sudah Dilakukan ketika Zaman Majapahit

Menilik Tradisi Nyekar yang Sudah Dilakukan ketika Zaman Majapahit
info gambar utama

Tradisi nyadran merupakan kegiatan tahunan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia, khususnya di Jawa. Tradisi ini biasanya dilakukan setiap akan memasuki bulan suci, Ramadan dan juga Lebaran.

Tradisi tersebut dilakukan untuk tujuan mendoakan sanak keluarga yang telah almarhum atau meninggal dunia agar mendapat ampunan dari segala dosa dan kesalahan semasa hidupnya, dan yang mendoakan dipercaya akan mendapatkan berkah.

Mengapa Penetapan 1 Ramadan NU dan Muhammadiyah Sering Beda?

“Intinya tradisi ini mengingatkan kita semua bahwa kita juga akan mati seperti mereka. Nah tugas kita sebagai anak yang masih hidup ini wajib mendoakan mereka,” kata Parinem, salah satu warga di lokasi pemakaman umum di Bogor yang dimuat RRI.

Dilakukan sejak zaman Majapahit

Tradisi nyadran sudah dilakukan sejak zaman Majapahit. Zaman Kerajaan Majapahit sudah ada pelaksanaan seperti tradisi nyadran yang dikenal dengan nama tradisi craddha. Biasanya kegiatan ini diiringi dengan acara selamatan.

“Tradisi nyadran sudah ada pada masa Hindu-Budha sebelum agama Islam masuk di Indonesia. Zaman Kerajaan Majapahit tahun 1284 ada pelaksanaan seperti tradisi nyadran yaitu tradisi craddha,” tulis Fahmi Suaidi dan Abu Aman dalam bukunya berjudul Ensiklopedia Syirik dan Bid'ah.

SDN 104267 Pegajahan Sambut Bulan Suci Ramadan dengan Semangat Kebersamaan

Pegiat sejarah dan budaya Solo Raya, Raden Surojo yang menjelaskan nyadran berasal dari Bahasa Sansekerta yaitu sadara atau mengingat leluhur. Dia mencatat Patih Gajah Mada pernah mengusulkan Raja Hayam Wuruk untuk mengingat leluhurnya.

Usulan dari Gajah Mada itu akhirnya diterima oleh Raja Hayam Wuruk dan kemudian dia memerintahkan para Brahmana untuk menyiapkan sesuatu yang berkaitan dengan tradisi, seperti tata upacara.

“Akhirnya, tradisi Sadara pada masa Majapahit itu dilakukan di candi-candi sebagai perwujudan para leluhurnya, seperti Candi Kidal dan sebagainya,” terangnya.

Diwariskan oleh Wali Solo

Tradisi nyadran ini tak dihilangkan saat agama Islam masuk ke Tanah Jawa. Pada masa Kerajaan Demak tradisi Nyadran semakin berkembang hingga saat ini. Masyarakat dari Suku Jawa masih terus menggelar tradisi itu.

“Jadi dari awal terus berkembang hingga masuk pada masa Islam. Hanya saja tata caranya agar berbeda dengan tradisi pada masa awal, karena sekarang menyesuaikan dengan ajaran Islam, mungkin tata cara atau doanya,” paparnya.

Ramadan Tiba, Jangan Lupa Ikut Buka Puasa Bersama di Masjid Istiqlal

Pada masa Kerajaan Mataram Islam, tradisi nyadran rutin saat Sultan Agung memerintah. Ketika itu dirinya menetapkan tahun Jawa yang memadukan kalender Islam dengan kalender saka. Nyadran pun masuk dalam bulan Ruwah.

“Bulan Ruwah kalau orang Jawa itu mengatakan untuk unggahan. Artinya menaikkan doa kepada para leluhurnya,” paparnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini