4 Perbedaan Gaya Arsitektur dan Nilai antara Rumah Joglo Betawi dan Jawa

4 Perbedaan Gaya Arsitektur dan Nilai antara Rumah Joglo Betawi dan Jawa
info gambar utama

Indonesia dikenal karena memiliki masyarakat yang beragam budaya, yang tercermin dalam berbagai tradisi, kuliner, seni tari, dan arsitektur rumah. Tentunya tiap budaya memiliki nilai-nilai yang terkandung di dalamnya berdasarkan proses sejarah yang panjang.

Interaksi antara masyarakat, lingkungan, dan budaya saling mempengaruhi satu sama lain, menghasilkan karya-karya yang unik dan belum pernah terjadi sebelumnya. Kreativitas ini diekspresikan melalui berbagai medium, termasuk tulisan, seni tari, dan arsitektur rumah.

Jakarta dan Jawa Timur menjadi salah dua wilayah percontohan perbedaan gaya arsitektur dan nilai-nilai dari rumah adat joglo. Lalu, apa saja sih, perbedaanya? Ayo, kita simak!

1. Tata Letak

Dalam hal penataan rumah-rumah permukiman joglo Betawi, tidak ada ketentuan mengenai arah mata angin atau orientasi tertentu. Oleh karena itu, tidak ada kewajiban atau keyakinan untuk membangun rumah menghadap ke arah tertentu.

Contohnya, di permukiman Betawi di daerah Condet. Rumah-rumahnya lebih cenderung menekankan pada halaman dan menghadap ke jalan. Dengan demikian, fungsinya lebih menekankan pada kebutuhan dari pemilik tanah. Ini mencerminkan bahwa rumah adat Betawi memiliki sifat yang menerima pengaruh dari luar.

Berbeda dengan rumah joglo Betawi, dalam tradisi estetika Jawa, rumah joglo Jawa harus berpadu dengan alam. Penentuan arah rumah yang menghadap ke selatan atau utara dijelaskan secara mitologis untuk menghormati Nyi Roro Kidul, dianggap sebagai penguasa laut yang terkait dengan selatan sebagai simbol kemakmuran dan utara sebagai sumber kehidupan karena mengarah ke hutan.

Selain itu, kepekaan terhadap lingkungan ini didasarkan pada kebiasaan masyarakat Jawa yang mayoritas sebagai petani. Di mana arah matahari dari timur ke barat digunakan untuk proses menjemur padi dan kayu dengan sinar matahari yang cukup.

Tegaknya Rumah Joglo: Hunian Kaum Bangsawan dan Aristokrat Jawa

2. Struktur RumahJoglo

Nama rumah "Joglo" di Betawi sendiri dipengaruhi oleh budaya Jawa. Namun, rumah joglo Betawi tidak mengintegrasikan denah dengan tiang penopang struktur atap seperti yang ditemukan pada rumah Joglo di Jawa.

Selain itu, struktur atap rumah joglo Betawi dibangun dengan menggunakan sistem kuda-kuda. Rumah joglo Betawi memiliki denah bujur sangkar, tetapi yang sebenarnya membentuk bangunan tersebut adalah bagian empat persegi panjang. Di mana satu garis panjangnya menjadi bagian dari ruang depan dan sebagian depannya diatasi oleh terusan atau sorondoy.

Secara umum, rumah-rumah joglo Betawi memiliki struktur rangka kayu atau kadang-kadang bambu. Pada intinya, rumah ini menekankan aspek fungsional, dengan ruang seperti kamar mandi, sumur, atau WC biasanya ditempatkan di bagian belakang rumah, baik di sisi kiri maupun kanan.

Dalam rumah joglo Jawa terdapat enam bagian yang terdiri dari pendhapa, pringgitan, dalem, dapur, gandhok, dan gadri. Pendhapa adalah bangunan terbuka yang terletak di depan rumah, berperan sebagai tempat untuk pertemuan, pesta, atau menerima tamu. Diikuti oleh pringgitan yang berupa serambi, berfungsi sebagai batas antara pendhapa dan dalem. Pringgitan juga digunakan untuk pertunjukan wayang kulit atau menyambut tamu yang penting atau resmi.

Dalem agung atau omah buri merupakan susunan inti dari rumah Jawa. Lantainya tinggi daripada pringgitan dan juga pendhapa. Dalem memiliki karakteristik tertutup dan digunakan untuk menerima kerabat dekat atau sebagai ruang untuk kegiatan wanita.

Kemudian, gandhok berfungsi sebagai kamar bagi anak-anak yang telah dewasa, biasanya ada dua, satu untuk perempuan (kiri) dan satu untuk laki-laki (kanan). Selanjutnya, dapur terletak di belakang dalem atau gandhok kiri, berfungsi sebagai tempat memasak, menyiapkan bahan makanan, dan menampung sisa makanan. Terakhir, gadri digunakan sebagai ruang makan bagi keluarga.

3. Ragam Hias

Setiap rumah tradisional biasanya memiliki ukiran yang digunakan untuk memperindah gaya arsitektur dan memiliki makna khusus, yang sering dipengaruhi oleh lingkungan dan sejarah budayanya. Beberapa motif hias pada joglo Betawi meliputi:

  • Lambang matahari sebagai sumber kehidupan, kekuatan, atau kewibawaan.
  • Motif bunga yang melambangkan keramahtamahan.
  • Motif tombak yang menggambarkan kekuatan untuk melindungi rumah.
  • Motif gigi balang yang menunjukkan kegagahan.

Selanjutnya, ragam hias di joglo Jawa dapat dilihat pada ukiran-ukiran rumah joglo Bucu Ponorogo yang menampilkan motif hias yang khas. Contohnya, di bagian umpak (pondasi) pendopo, terdapat ukiran tanaman bunga yang sedang mekar, melambangkan kesuburan.

Selain itu, terdapat juga gebyok atau dinding kayu yang diukir dengan motif daun yang rapi dan memanjang, biasanya terletak di sekitar bingkai pintu kayu, mewakili keselarasan antara lingkungan.

Rumah Joglo : Mengenal Ciri Khas, Makna, dan Jenis Rumah Tradisional Jawa

4. Kebiasaan atau Upacara Pendirian Rumah

Dalam budaya Betawi, terdapat lima tahapan yang biasa dilakukan saat mendirikan rumah, seperti:

  • Ketika meratakan tanah untuk bangunan, meletakkan lima bata garam di keempat pojok tanah sebagai perlindungan dari makhluk halus saat mendirikan rumah.
  • Saat memasang pondasi sebagai alas tiang, meletakkan uang, perak, atau gobangan di atas umpak untuk menjamin kedamaian dan kelimpahan bagi pemilik rumah.
  • Mengadakan selamatan bubur merah putih, kemudian meletakkan diplengsong di ujung atas tiang sebagai sesajen untuk makhluk halus agar tidak mengganggu.
  • Menjaga agar pemilik rumah tetap terjaga saat malam sebelum rumah selesai sepenuhnya, diyakini untuk memberikan perlindungan terhadap rumah tersebut.
  • Mengadakan selamatan rumah baru sebagai bentuk keselamatan bagi rumah setelah pembangunan selesai.

Sama seperti tradisi Jawa, pemilik rumah joglo juga menggelar acara selamatan dan memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar memberkati dan lancar dalam proses pembangunan rumah.

Selanjutnya, sang pemilik rumah melakukan puasa agar tukang kayu dapat fokus dalam pekerjaannya. Acara ini disebut sebagai menatah molo dengan memperhatikan hari menurut kalender Jawa, seperti bulan bakdamulud, mulud, dan sakban, atau sesuai dengan hari kelahiran pemilik rumah.

Saat upacara berlangsung, tukang kayu dilarang membelakangi molo dan berjalan mundur.

Demikian empat perbedaan dalam gaya arsitektur serta proses pembangunan rumah joglo dari masing-masing budaya. Hal ini menunjukkan keberagaman budaya, pengaruh lingkungan, nilai-nilai, dan sejarah yang kaya dalam mendirikan rumah. Jadi, bagaimana di daerah kalian Kawan GNFI, apakah terdapat hal yang serupa? Sila bercerita.

Menikmati Suasana Bali-Jawa yang Filosofis di Candi Joglo Purwodadi

Referensi:

  • Alamsyah, P. S. 2009. Arsitektur Tradisional Rumah Betawi. Patanjala: Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya. Vol. 1. No. 1
  • Pratama, H.Y & Sardjono, A.B. 2022. Kajian Budaya Pada Arsitektur Rumah Tradisional Joglo Bucu di Kabupaten Ponorogo. Nature: National Academic Journal of Architecture. Vol. 10, No.1
  • Salim, P. 2015. Memaknai Arsitektur dan Ragam Hias pada Rumah Khas Betawi di Jakarta Sebagai Upaya Pelestarian Budaya Bangsa. Humaniora: Language, People, Art, and Communication Studies. Vol. 6, No. 3
  • Subiyantoro. S. 2011. Rumah Tradisional Joglo Dalam Estetika Tradisi Jawa. Jurnal Bahasa, Sastra, Seni, dan Pengajarannya (Bahasa & Seni). Vol. 39, No.1

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MA
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini