Suku Togutil : Asal, Tradisi, Pencaharian, dan Rumah Adat

Suku Togutil : Asal, Tradisi, Pencaharian, dan Rumah Adat
info gambar utama

Suku Togutil atau yang bisa disebut juga dengan Suku Tobelo Dalam adalah sebuah kelompok etnis manusia pedalaman yang menghuni hutan dengan pola kehidupan yang nomaden, secara tradisional menjalani kehidupan berpindah-pindah di sekitar area hutan yang mencakup Totodoku, Tukur-Tukur, Lolobata, Kobekulo, dan Buli.

suku togutil merupakan tergolong sebagai salah satu dari 21 suku primitif di wilayah Utara Maluku yang masih teguh mempertahankan warisan budaya dan tradisi mereka hingga saat ini. Mereka membentuk komunitas yang kuat dan cenderung membatasi interaksi dengan komunitas di luar kelompok mereka.

Secara etimologis, istilah "Togutil" berasal dari bahasa Halmahera yang berarti "suku yang tinggal di hutan" atau dikenal dengan istilah lokal "Pongana Mo Hidup". Kehidupan mereka dilandaskan pada keberadaan dalam kelompok-kelompok, dan mereka sangat memperhatikan dan menjaga kearifan lokal, termasuk larangan keras terhadap penebangan hutan yang tidak teratur.

Suku Togutil tidak hanya menjalankan kehidupan sehari-hari mereka di dalam hutan, tetapi juga membentuk fondasi kuat yang menjaga keberlangsungan lingkungan alam di sekitarnya. Dengan menjaga nilai-nilai tradisional mereka, suku Togutil tidak hanya memelihara warisan budaya yang kaya, tetapi juga memainkan peran penting dalam pelestarian ekosistem yang mereka huni.

Asal Suku Togutil

Suku Togutil, dikenal pula sebagai atau Suku Galela merupakan salah satu suku asli Halmahera yang dipercaya telah mendiami wilayah tersebut sejak berabad-abad lampau. Ciri khas mereka yang menonjol adalah penggunaan bahasa Togutil, sebuah bahasa Austronesia yang masih terjaga kelestariannya. Bahasa ini menjadi identitas yang membedakan mereka dengan suku-suku lain di Halmahera.

Suku Togutil terletak dalam wilayah teritori kecamatan Wasile Timur. Kecamatan wasile sendiri terdiri dari 8 desa dan terletak di bagian timur Kabupaten Halmahera Timur dengan jarak dari kecamatan kurang lebih 88 KM dengan luas wilayah 318 KM2. Berdasarkan data BPS, proyeksi penduduk Wasile Timur pada tahun 2017 adalah sebanyak 11.381 jiwa dengan rincian laki-laki berjumlah 6.075 jiwa dan 5.306 jiwanya adalah perempuan.

Mayoritas suku togutil memiliki kepercayaan yang terpusat pada ruh ruh yang menempati seluruh alam lingkungan. Mereka percaya akan adanya kekuatan dan kekuasaan tertinggi yaitfu Jou Ma Dutu, pemilik alam semesta yang biasa disebut juga dengan o -gokiri- moi yang berarti jiwa atau nyawa. Oleh karena kepercayaannya ini, orang suku togutil sangat memelihara alam dan bertahun tahun memanfaatkan bebagai tanaman rempah bukan hanya sekadar untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari tetapi juga digunakan sebagai obat-obatan tradisional.

Suku totugil juga masih banyak yang mempertahankan beberapa kepercayaan animisme leluhur. Kehidupan mereka erat kaitannya dengan alam, tercermin dari tradisi dan ritual yang mereka jalankan. Mereka hidup sederhana dan menjunjung tinggi nilai-nilai kekeluargaan dan gotong royong.

Orang-orang Togutil mempuyai sistem kekerabatan yang sangat berhubungan erat dengan etika pergaulan baik dalam menghadapi orang tua, saudara ataupun kerabat. Mereka beranggapan tidak sopan jika seseorang menyebut dengan sebutan nama mertuanya saat berkomunikasi dengan teman ataupun di depan banyak orang. Jika melakukannya kemudian ketahuan menyebut nama mertuanya oleh orang lain, maka akan diberikan sangsi atau membayar denda (o bobangu) dalam bentuk uang sesuai keputusan kepala adat.

Budaya ini sudah berjalan lama dalam sistem ehidupan orang-orang suku togutil sehingga dalam sapaan setiap hari mereka tidak menyebut nama bagi mertua namun menggunakan sapaan meme untuk sapaan kepada mertua perempuan dan baba untuk sapaan mertua laki-laki.

Suku Togutil memiliki kekayaan tradisi yang diwariskan turun-temurun. Tradisi-tradisi ini tidak hanya menjadi bagian dari kehidupan mereka, tetapi juga mengandung makna filosofis dan spiritual yang mendalam.

Selain itu salah satu tradisi yang terkenal adalah Upacara Adat Sowo. Upacara ini diadakan setiap tahun sebagai bentuk rasa syukur atas panen yang melimpah dan doa untuk keselamatan. Upacara ini dimeriahkan dengan berbagai pertunjukan tari tradisional, musik, dan nyanyian.

Tradisi lain yang tak kalah menarik adalah Ritual Tololangi. Ritual ini merupakan bentuk penghormatan kepada leluhur dan memohon perlindungan dari roh jahat. Ritual ini biasanya dilakukan di hutan atau di sekitar sumber mata air.

Pencaharian Suku Togutil

Suku Togutil melakukan aktivitas meramu sagu (o peda) maupun usaha mengumpulkan bahan makanan seperti ubi-ubian, dan berburu hewan liar yang terdapat di alam bebas untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Aktivitas memukul sagu, berburu binatang di hutan seperti rusa, babi hutan atau o ode, dan mengambil hasil dari sungai seperti ikan atau o naoko , belut atau o goyoko dan kerang atau o tabule yang terdapat di sungai-sungai besar.

Semua kegiatan pengumpulan bahan makanan tersebut merupakan rutinitas sehari-hari, dan sudah merupakan sistem mata pencaharian sejak dahulu sampai dengan sekarang, yang tidak dapat mereka tinggalkan

Suki tersebut banyak mengandalkan hasil hutan dan sungai untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Bercocok tanam, berburu, dan meramu adalah aktivitas sehari-hari mereka. Mereka memanfaatkan berbagai tanaman hutan untuk obat-obatan dan bahan baku kerajinan tangan.

Salah satu makanan khas Suku Togutil adalah Sagu Gula. Hidangan ini terbuat dari tepung sagu yang dicampur dengan gula merah dan santan, kemudian dimasak dengan cara dibakar. Sagu Gula merupakan makanan pokok mereka dan sering disajikan pada acara-acara adat.

Perilaku dan keseharian masyarakat suku togutil lebih bercirikan kepada hidup sederhanaa apa adanya, membatasi diri khususnya yang berkaitan dengan kebutuhan keduniawian atau hidup yang berlebih tidak sesuai dengan standar dan pedoman perilaku serta kaidah-kaidah yang tentunya sarat dengan makan.

Rumah Adat Suku Totugil

Rumah adat suku Togutil © vendelin.org/Toomas Vendelin
info gambar

Suku Togutil membangun rumah mereka dengan menggunakan bahan-bahan alami seperti kayu dan bambu, dengan atap yang terbuat dari daun lontar kering. Biasanya, rumah mereka tidak memiliki dinding, dan lantainya terbuat dari papan.

Rumah tradisional suku Totugil disebut Babak, memiliki ciri khas dengan bagian atap yang ditutupi oleh daun lontar dan dinding yang terbuat dari daun lontar yang dijahit. Di depan rumah, mereka sering menggantung tulang kepala babi hutan sebagai bagian dari kepercayaan dan tradisi mereka.

Struktur fisik rumah ini dapat dibagi menjadi tiga tipe, yaitu sederhana, sedang, dan lengkap. Tipe sederhana terdiri dari satu bangunan gubuk dengan ukuran sekitar 1,5 x 2 meter yang terbuka di semua sisinya. Di dalam gubuk ini, terdapat balai-balai untuk menerima tamu dan tempat tidur.

Dapur sederhana biasanya dibuat dari tungkuan api, yang pada malam hari berfungsi sebagai perapian untuk menghangatkan badan dan mengusir nyamuk. Tipe sedang memiliki tambahan satu gubuk untuk dapur di bagian luar gubuk utama, sementara tipe lengkap terdiri dari beberapa gubuk yang dapat digunakan sebagai tempat tidur anak-anak, keluarga, dan tamu.

Suku Togutil juga mengenal tiga konsep tempat tinggal yang melengkapi kehidupan mereka, yaitu kesatuan rumah (o tau), kesatuan pemukiman (o gorere moi), dan kesatuan hutan. Rumah suku Togutil biasanya dibangun sekitar 20 hingga 100 meter dari tepi sungai, sementara pemukiman mereka dapat dibangun lebih jauh, mulai dari 20 hingga 500 meter, bahkan ada yang mencapai jarak 1 hingga 6 kilometer. Satuan pemukiman mereka, seperti Totodoku dan Tukur-Tukur, dibangun berdekatan dan melingkar, dengan jarak antar rumah sekitar 10 hingga 50 meter.

3 Suku Adat dengan Kepercayaan yang Berperan Besar Menjaga Hutan Indonesia

referensi

https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/makila/article/view/2322/1962

https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/holistik/article/view/45407/40907

https://halmaherapost.com/2021/03/26/asal-usul-orang-togutil-di-hutan-halmahera/

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AR
MA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini