Kita Bukan Bangsa Inferior

Ahmad Cholis Hamzah

Seorang mantan staf ahli bidang ekonomi kedutaan yang kini mengajar sebagai dosen dan aktif menjadi kolumnis di beberapa media nasional.

Kita Bukan Bangsa Inferior
info gambar utama

Melihat pertandingan yang menegangkan antara kesebelasan muda Indonesia melawan Korea Selatan yang menegangkan pada hari Jumat 26 April 2024 dini hari, kita menyaksikan bahwa para pemain muda Indonesia –di samping memiliki skill yang profesional– juga memiliki rasa percaya diri yang bagus dan tidak memiliki rasa rendah diri saat berhadapan dengan kesebelasan negara-negara maju.

Rasa rendah diri dalam ilmu psikologi disebut sebagai inferiority complex. Menurut Asosiasi Psikologi Amerika Serikat, yang disebut inferiority complex adalah perasaan yang “Characterized by constant feelings of inadequacy or insecurity in your daily life due to a belief that you are physically or mentally inferior to others, whether such a belief is based on a rational assessment or not.” Atau “Ditandai dengan perasaan tidak mampu atau tidak aman yang terus-menerus dalam kehidupan sehari-hari Anda karena keyakinan bahwa Anda secara fisik atau mental lebih rendah daripada orang lain, apakah keyakinan semacam itu didasarkan pada penilaian rasional atau tidak."

Meskipun Indonesia dalam sejarahnya merupakan negara yang besar dengan budaya luhur dan pernah menjadi regional power di kawasan Asia ini, namun karena kita dijajah bangsa-bangsa Eropa selama ratusan tahun, maka muncul dalam diri anak bangsa ini sifat rendah diri atau inferior dan menganggap bangsa Eropa itu adalah bangsa yang nilainya lebih di atas kita. Sifat rendah diri itu kadang masih muncul di rakyat kita di berbagai lapisan. Misalnya, di kehidupan perguruan tinggi kalau kita kedatangan tamu dosen dari perguruan tinggi luar negeri, maka kita punya anggapan bahwa dosen luar negeri ini pasti orang yang lebih pintar dari kita.

Saya punya pengalaman sekitar 20 tahun bersosialisasi dengan diplomat negara Adidaya atau Superpower yang bertugas di Indonesia. Memang ada di antara mereka yang senior yang paham tentang Indonesia dan down to earth atau low profile. Namun ada banyak juga mereka yang baru lulus dari sekolah diplomatik yang pengetahuannya tentang Indonesia nol-putul, namun sudah merasa paling “wah” dan menganggap kita sebagai orang yang tidak tahu apa-apa karena berasal dari negara berkembang.

Ada diplomat yang masih baru itu berujar “we are like celebrities” karena mereka selalu diterima oleh pejabat tuan rumah seperti gubernur, bupati, wali kota, atau ketua DPRD dengan suka cita dan penuh sanjungan. Tak ketinggalan pula dikalungi bunga dan pertunjukan tarian-tarian daerah plus jamuan makan yang elite. Padahal, mereka seumur-umur tidak pernah menerima perhatian bak selebriti seperti itu di negara asalnya.

Bangsa Israel yang menganut ideologi zionisme merasa bahwa mereka itu adalah bangsa pilihan Tuhan yang memiliki nilai lebih tinggi dari bangsa-bangsa lain, terutama Arab dan Palestina. Bahkan beberapa pejabat tinggi Israel menganggap bangsa Palestina itu “human animal” dan karena itu wajar apabila dibunuh. Nazi Jerman jaman perang dunia II dulu menganggap mereka adalah turunan bangsa Aria yang luhur dan karena itu menganggap bangsa-bangsa lain “sub–human”. pada jaman modern ini pun seorang pimpinan politik Uni Eropa secara terbuka mengatakan bahwa negara-negara Eropa itu adalah “taman yang indah” sementara negara-negara lain di luar Eropa adalah “jungle” atau hutan yang suram.

Sekarang kita banyak melihat kesaksian para wisatawan luar negeri lewat video Youtube atau vlog mereka yang terheran-heran dengan kemajuan dan keindahan Indonesia. Bahkan ada wisatawan Amerika Serikat yang membandingkan stasian MRT di Jakarta yang bersih, tidak bau pesing, dan begitu modern dibandingkan dengan stasiun di New York yang kotor, banyak tikus, dan rawan tindakan kriminal. Mereka mengungkap rasa takjub atas kemajuan Indonesia yang di luar persepsi mereka sebelumnya.

Rasa percaya diri Timnas U-23 Indonesia saat melawan Korea Selatan menjadi bukti bahwa bangsa kita sejatinya bukan bangsa inferior. Anak-anak muda di Timnas U-23 itu tidak merasa inferior menghadapi kesebelasan negara-negara maju seperti Australia dan Korea Selatan. Anak-anak muda Indonesia ini tidak merasa minder sehingga mampu mengalahkan tim besar Korea Selatan dengan skor 11-10 lewat adu penalti.

Dalam hal ini kita ingat perkataan presiden pertama RI, Sukarno. “Jangan sampai bangsa Indonesia menjadi bangsa kuli dan menjadi kuli bangsa-bangsa lain, a nation of coolies and a coolie among nations.”

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Ahmad Cholis Hamzah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Ahmad Cholis Hamzah.

Tertarik menjadi Kolumnis GNFI?
Gabung Sekarang

Terima kasih telah membaca sampai di sini