Rahina Tumpek Uye di World Water Forum Pertemukan Pelestarian Penyu dengan Tradisi Agama

Rahina Tumpek Uye di World Water Forum Pertemukan Pelestarian Penyu dengan Tradisi Agama
info gambar utama

World Water Forum (WWF), ajang internasional terbesar di dunia yang terkait dengan air akan diselenggarakan untuk pertama kalinya di Asia Tenggara, tepatnya di Indonesia. Pulau Dewata memperoleh kehormatan sebagai tuan rumah penyelenggaraan WWF yang diagendakan pada 18-25 Mei 2024.

Penyelenggaran kesepuluh WWF yang bertema Water for Shared Prosperity ini menjadi momen penting bagi promosi kebudayaan Indonesia karena akan mengangkat berbagai kearifan lokal masyarakat Bali yang terkait dengan air dalam agendanya. Salah satunya adalah perayaan Rahina Tumpek Uye yang rutin dilakukan oleh masyarakat Hindu Bali terkait hubungan manusia dengan lingkungan khususnya hewan.

Rahina Tumpek Uye atau juga dikenal sebagai tumpek kandang adalah ritus yang dilakukan umat Hindu Bali pada tanggal Saniscara (Sabtu) Kliwon Uye dalam Kalender Bali yang jatuh setiap 210 hari sekali. Upacara ini ditujukan sebagai wujud kasih sayang sekaligus bentuk syukur manusia terhadap hewan baik hewan yang hidup bersama manusia maupun hewan liar.

Tumpek kandang juga dimaksudkan untuk mengandangi dan menyucikan diri dari sifat hewan dalam diri manusia seperti sifat malas dan liar. Sifat tersebut salah satunya muncul akibat mengkonsumsi daging hewan yang membuat sifat hewan ikut tertanam dalam tubuh manusia.

Hal ini menunjukan filosofi Rahina Tumpek Uye yang menyucikan dua dunia yang saling terkait, yaitu bhuana agung atau alam semesta yang diwakili dengan keberadaan hewan dengan bhuana alit yaitu diri manusia

Makna Spiritual Air di Pulau Bali, Tuan Rumah dari World Water Forum ke-10 2024

Upaya Melestarikan Penyu di Bali dalam Rahina Tumpek Uye

Perayaan Rahina Tumpek Uye yang dituangkan dalam Instruksi Gubernur Bali Nomor 3 Tahun 2023 diisi dengan prosesi sembahyang di pura serta aktivitas yang memberi manfaat langsung bagi hewan baik hewan peliharaan maupun hewan liar. Kegiatan dilakukan dengan memberi vaksin pada anjing, babi, kerbau, sapi, dan unggas.

Sementara bagi hewan liar kegiatan dilakukan dengan melepas binatang langka ke habitatnya termasuk anak penyu atau yang disebut tukik ke laut lepas. Pertanyaannya, mengapa penyu menjadi perhatian penting bagi masyarakat Bali?

Penyu memiliki posisi krusial dalam ekosistem lautan namun populaisnya terancam oleh perburuan, kerusakan habitat, dan perubahan iklim. Meski sehari-hari tinggal di lautan dalam satu tahap kehidupanya penyu naik ke daratan untuk bertelur di pantai tempat.

Penyu betina akan menggali lubang di pasir pantai menggunakan siripnya kemudian bertelur dan menguburkanya kembali agar aman dari predator. Penyu tidak mengerami telurnya hingga menetas melainkan kembali ke lautan setelah bertelur dan membiarkan telur mereka menetas dengan sendirinya melalui panas bumi.

Penyu hijau, salah satu spesies penyu yang hidup di Indonesia. Foto: Unpslash.com (Olga ga)
info gambar

Namun proses tersebut rawan bagi keamanan telur karena kerap diincar hewan predator dan manusia. Masyarakat pesisir di Indonesia kerap mengambil telur penyu dari alam untuk dikonsumsi sebagai obat bahkan untuk diperjualbelikan. Khususnya di Pulau Bali, penyu banyak dimanfaatkan bagian tubuhnya untuk cenderamata bagi wisatawan serta dagingnya untuk upacara keagamaan.

Fenomena tersebut menjadi sorotan bagi organisasi lingkungan internasional, Greenpeace, yang kemudian membuat kampanye 'Slaughter from Paradise' pada tahun 1989. Kampanye tersebut turut berpengaruh pada citra pariwisata Bali di kancah internasional.

Pantai-pantai Bali yang semakin ramai oleh aktivitas pariwisata dan pembangunan juga menjadi tantangan bagi penyu untuk bertelur. Padahal penyu punya kebiasaan untuk hanya bertelur di pantai tempat ia menetas.

Setelah menetas pun tukik perlu berjuang untuk muncul ke permukaan dan mencapai lautan. Dalam proses tersebut tukik kerap menjadi santapan burung laut, kepiting, dan predator lain. Itulah mengapa induk penyu bertelur dari puluhan hingga 100 lebih telur dalam satu wakatu agar memperbesar probabilitas penyu yang dapat bertahan dari seleksi alam.

Dengan terancamnya penyu oleh aktivitas manusia, dilakukan aksi untuk memperbesar kemungkinan telur dapat menetas dan tukik sampai ke lautan dengan aman. Langkahnya dengan mengumpulkan telur penyu dan melakukan inkubasi hingga menetas dalam lokasi yang aman. Setelah menetas, tukik dibantu sampai ke lautan agar terhindar dari predator daratan.

Perlindungan penyu juga telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa dan PP No. 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar yang melarang pemanfaatan semua jenis penyu baik dalam keadaan hidup dan mati dengan penyesuaian aturan untuk kebutuhan upacara keagamaan.

Sehingga pertemuan antara perayaan keagamaan seperti Rahina Tumpek Uye dengan pelepasan tukik menjadi wujud edukasi dan kampanye pelestarian penyu yang penting bagi masyarakat Bali.

Berperan Penting Bagi Ekosistem Laut, Ini 6 Jenis Penyu yang Dapat Ditemukan di Indonesia

Rahina Tumpek Uye dalam World Water Forum

Dilansir dalam situs resmi WWF, upacara Rahina Tumpek Uye akan memperoleh posisi istimewal. Pasalnya tradisi ini akan menjadi bagian dari upacara pembukaan forum yang akan dilaksanakan pada Sabtu (18/5/2024) pukul 15.30-18.30 di Pantai Kura-Kura Bali (Bali Turtle Island Development) di Kota Denpasar.

Dalam poster resmi upacara pembukaan yang akan dihadiri seluruh delegasi forum tersebut tampak ilustrasi penyu yang dilepas ke perairan.

Rahina Tumpek Uye akan disertai dengan upacara segara kerthi yang dimaknai sebagai wujud pemuliaan dan penyucian laut. Dalam kepercayaan Hindu Bali, laut memiliki posisi penting dalam kehidupan sebagai tempat bermuaranya segala hal atau sarwa prani.

Segara Kerthi, Tradisi Bali yang akan Dikenalkan kepada Delegasi 10th World Water Forum

Referensi:

  • Instruksi Gubernur Bali Nomor 3 Tahun 2023 tentang Perayaan Rahina Tumpek Uye dengan Upacara Segara Kerthi sebagai Pelaksanan Tata Titi Kehidupan Masyarakat Bali berdasarkan Nilai-nilai kearifan lokal Sad Kerthi dalam Bali Era Baru. https://jdih.baliprov.go.id/produk-hukum/peraturan-perundang-undangan/ingub/29110
  • Parmi, H. J. (2020). Upacara Adat Dan Konservasi Penyu Di Kuta Dan Tanjung Benoa, Bali. Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan, 4(3), 620–626.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

FW
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini