Indonesia Punya Apa Sih?

Indonesia Punya Apa Sih?
info gambar utama

Saya adalah seorang yang skeptis terhadap negeri Indonesia, negeri saya sendiri. Sejak kecil saya belajar Bahasa Inggris dan kemampuan saya berbahasa Inggris selalu lebih baik dibanding teman-teman sekelas saya. Jika teman-teman yang lain menjadi tujuan untuk ditanyai pekerjaan rumah mata pelajaran matematika, untuk pelajaran Bahasa Inggris, saya pasti menjadi tujuan.

Saya juga suka menonton film, tapi film berbahasa asing. Ingat ketika di bangku SMA saya begitu jatuh cinta dengan negeri Gajah Putih karena budaya yang ditampilkan melalui film nya. Sejak saat itu saya selalu ingin berkunjung ke Thailand.

Ketika memasuki perguruan tinggi pun saya memilih untuk mengambil jurusan Sastra Inggris. Sama sekali tidak ada kecintaan terhadap negeri ini. Pikiran saya selalu menuju kepada pencapaian masa depan untuk bisa bekerja dan tinggal di luar negeri.

Saat saya memasuki semester lima di perguruan tinggi, saya mendapat kesempatan untuk selangkah lebih dekat dengan impian untuk bekerja dan tinggal di luar negeri. Setidaknya tinggal sementara waktu sambil berkuliah di luar negeri. Saya pergi keluar negeri untuk pertama kalinya dan untuk waktu yang cukup lama, satu semester.

Nadiem Makarim, CEO Go-Jek. Salah satu inovasi anak bangsa yang membantu sangat pesat terhadap rantai ekonomi masyarakat Indonesia dan juga memudahkan transportasi | Sumber: MLDSpot
info gambar

Kebetulan memang hanya negara tetangga yang stereotipenya masih berbagi budaya yang sama dengan Indonesia. Saya berkesempatan untuk tinggal dan bersekolah di Kuala Lumpur, Malaysia. Wow, infrastrukturnya jauh lebih tertata rapi dibanding Surabaya di tahun itu, 2015. Saat saya pergi ke Kuala Lumpur, layanan Go-Jek belum tersedia di Surabaya. Otomatis perbandingan saya jauh sekali, Kuala Lumpur lengkap dengan Bus Rapid KL, LRT, Monorail, kereta KTM yang tersedia hampir ke seluruh penjuru kota bahkan beberapa kawasan lain dengan harga terjangkau dan pilihan waktu yang cukup banyak.

Pernah suatu waktu tanpa sadar saya dan seorang teman dari Swiss yang juga kebetulan merupakan peserta pertukaran pelajaran di universitas yang sama pergi ke sebuah festival Jepang menggunakan kereta KTM tanpa tahu dimana sesungguhnya posisi stadium yang digunakan sebagai lokasi festival Jepang tersebut. Ternyata, kami sudah berada di luar kota Kuala Lumpur. Hal tersebut tidak disadari karena perjalanan yang mudah dengan hanya memakan waktu yang relatif singkat.

Poinnya adalah, kemajuan teknologi di negeri ini sangat-sangat jauh dibandingkan setidaknya Surabaya, Banjarmasin, dan Kediri, tiga kota yang saya akrab dengannya. Jelas saja keinginan untuk tinggal di luar negeri semakin tinggi dan semakin skeptis saja saya terhadap Indonesia ini. Negara besar namun stagnan. Begitu pikir saya.

Halong Bay, Vietnam 2015 | Foto: Vita Ayu Anggraeni / GNFI
info gambar

Di tengah-tengah pengalaman saya bersekolah disana, saya memilki waktu libur tengah semester yang cukup panjang. Saya dan beberapa teman asal luar negeri memutuskan untuk pergi berlibur ke Vietnam. Saya sangat tidak sabar untuk bisa mengunjungi Halong Bay yang ada di Vietnam. Saya membayangkan berlayar ria diatas perairan Ha Long Bay sambil menikmati pemandangan batu-batuan hijau. Dan memang pemandangannya begitu indah.

Sepulang dari sana, ketika menunggu waktu boarding pesawat, teman saya asal Swiss tertarik untuk melihat paspor saya. Tentu saja saya persilahkan.

"Vita, Indonesia itu kaya sekali ya" kira-kira begitu terjemahannya. Pasti kalian pemegang paspor Indonesia 48 halaman dengan desain terbaru tahu kan kalau setiap lembaran paspor terdapat gambar-gambar destinasi, flora, dan fauna, serta budaya Indonesia di dalamnya.

Pada saat itu saya hanya menjawab sekedarnya, "ya begitulah" ucap saya.

Raja Ampat | Sumber: Fun Trips Tour
info gambar

Sampai pada saat saya merasa tertampar. Teman saya tersebut dengan nada tidak percaya dengan tatapan yang seolah menghujat, ia berkata "Kamu jauh-jauh ke Vietnam untuk berkunjung ke Halong Bay, padahal di Indonesia ada yang seperti itu!" sembari menunjuk gambar kepulauan Raja Ampat yang terpampang di salah satu halaman paspor saya.

Rasanya benar-benar malu. Sejak saat itu saya sadar bahwa buruk itu ada di mindset saya. Bagaimana saya menilai Indonesia, ya seperti itulah Indonesia. Jika saya menilai Indonesia buruk, ya Indonesia akan selalu menjadi buruk di mata saya. Jika saya menilai Indonesia itu baik, ya maka Indonesia akan selalu baik di mata saya.

Hal itu kemudian saya sambungkan dengan histori saya dengan Indonesia, seluas ini Indonesia, pada saat itu paling jauh-jauh mentok cuma Bali yang saya pernah kunjungi. Jelas saja saya menilai Indonesia buruk pada saat itu. Indonesia tidak cuma Bali, Banjarmasin, Surabaya, atau Kediri saja.

Saya berkesempatan mengajak teman saya untuk bisa berkeliling Indonesia setidaknya ke kampung halaman saya di Banjarmasin sebagai permintaan maaf untuk meremehkan Indonesia. Kecamatan Pagat, Kalimantan Selatan | Foto: Vita Ayu Anggraeni / GNFI
info gambar

Sepulang dari Malaysia, dua tahun terakhir saya berkesempatan untuk mengunjungi lebih banyak kota-kota di Indonesia mulai dari Pulau Sumatra hingga Sulawesi sudah pernah saya kunjungi. Mungkin memang masih belum memiliki kesempatan untuk berkunjung ke Indonesia bagian paling timur. Namun, tanpa kesempatan tersebut pun cukup untuk membuat saya jatuh cinta dengan Indonesia.

Memang benar jika pepatah mengatakan tak kenal maka tak sayang.

Siapalah saya seorang individu kecil ini mampu menghakimi negara sebesar Indonesia? Namun, seorang individu mampu menjadi diplomat person to person yang powerful. Maka pilihlah konten yang positif untuk bisa memanfaatkan kekuatan diplomasi person to person tersebut.

Semoga semakin banyak pemuda-pemudi Indonesia yang sadar akan betapa berpotensinya negara Indonesia ini. Mengulang perkataan seorang teman kepada saya, "Kalau kamu tidak suka dengan apa yang ada Indonesia, bantu untuk mengubahnya, jangan hanya bisa mengatai tanpa ada aksi."

Dirgahayu Republik Indonesia.

Kediri, 17 Agustus 2018

Vita Ayu Anggraeni

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini