Saatnya Penulis Mengambil Peran Melawan Hoaks

Saatnya Penulis Mengambil Peran Melawan Hoaks
info gambar utama

Betapa beruntungnya kita hidup di era teknologi maju dan serba canggih. Banyak hal menjadi lebih mudah, cepat dan akurat dengan kecanggihan teknlogi yang ada.

Kecepatan mendapat informasi memudahkan kita selalu update dan terhubung secara real time dengan belahan dunia manapun. Sayangnya kemudahan menyebarnya informasi ini terkadang memberikan peluang yang sama bagi pembuat tulisan tanpa kebenaran atau sering di sebut dengan informasi hoaks atau hoax.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hoaks mengandung makna berita bohong, atau berita tidak bersumber. Hoaks bukan sekedar salah tulis, salah arah atau misleading tetapi memang memberi yang menyesatkan. Tulisan yang disajikan tidak memiliki landasan faktual, tetapi dibuat seolah-olah sebagai serangkaian fakta

Sebagai perempuan yang sedang belajar menulis, saya diajari untuk berhati-hati dengan informasi-informasi menyesatkan seperti ini. Alih-alih bisa memberi pencerahan pada pembacanya, ini malah menjerumuskan ke jurang kebohongan dan membodohkan.

Cara membedakan informasi yang benar dengan yang mengandung hoaks

Lalu bagaimana membedakan informasi yang berdasarkan fakta dengan yang abal-abal alias hoaks? Saya pernah membaca di laman resmi Kementerian Komunikasi dan Informatika tentang pendapat Ketua Masyarakat Indonesia Anti Hoaks, Septiaji Eko Nugroho, bagaimana mencari tahu apakah berita atau informasi yang kita baca itu hoaks atau bukan.

Pertama yang bisa kita cermati dari judulnya. Biasanya berita hoaks menggunakan judul yang provokatif, menuding atau menuduh pihak tertentu melakukan suatu kesalahan.

Isi berita hoaks ini bisa saja berasal dari sumber yang menuliskan berita berdasarkan fakta, tetapi kemudian ditulis lagi dengan kalimat yang berbeda dan terkadang memutar balikkan fakta yang ada.

Kedua adalah mewaspadai situs yang memberitakan. Menurut catatan Dewan Pers, di Indonesia terdapat sekitar 43.000 situs yang menyatakan diri sebagai situs berita. Tetapi sayangnya dari jumlah tersebut, hanya sekitar 300 situs saja yang sudah terverifikasi sebagai situs berita resmi.

Dengan demikian di luar sana ada puluhan ribu situs yang mungkin menyebarkan berita hoaks di internet.

Langkah ketiga adalah membedakan apakah berita tersebut menyajikan fakta atau opini dari penulisnya, atau pihak tertentu. Ciri-ciri berita dengan fakta yang bisa dipertanggungjawabkan adalah berita yang dikeluarkan oleh lembaga resmi seperti Polri, Kementerian, atau dari penyedia berita yang sudah dikenal reputasinya seperti kompas atau detik.

Jika informasi berasal dari pegiat ormas, tokoh politik, atau pengamat, perlu di-crosscheck dengan lembaga resmi yang terkait dengan berita tersebut, sehingga kita mendapat berita yang berimbang, tidak hanya dari satu pihak saja.

Yang keempat adalah memeriksa keaslian foto dan berita menggunakan alat atau tools. Beritagar.id menuliskan bahwa pada Bulan Mei 2018, tim peneliti dari Indiana University Observatory on Social Media baru saja meluncurkan tiga alat untuk mempelajari dan menangkal misinformasi serta manipulasi daring, sekaligus membangun kepercayaan pada jurnalisme berkualitas, yaitu Hoaxy, Fakey, dan Botometer.

Untuk meneliti keaslian foto bisa menggunakan mesin pencari Google dengan cara melakukan drag-and-drop ke kolom pencarian Google Images. Dari hasil pencarian akan diketahui gambar-gambar sama atau serupa yang sebelumnya sudah ada di internet.

Jika keempat cara ini sudah kita jalani, maka kita bisa tenang membuat tulisan berdasarkan sumber yang bisa dipertangungjawabkan. Sayangnya tidak semua orang melakukan hal yang sama, sehingga berita hoaks masih saja bertebaran di dunia maya.

Melaporkan penyebar berita bohong

Sebagai penulis, kita tentu memiliki tanggung jawab untuk menuliskan kebenaran dan ikut memberantas berita yang mengandung kepalsuan.

Caranya dengan melaporkan situs atau sumber berita hoaks tersebut agar tidak semakin menyesatkan masyarakat, menggunakan fasilitas yang tersedia pada masing-masing media.

  1. Untuk Facebook, kita bisa menggunakan fitur Report Status dan kategorikan informasi hoaks sebagai hatespeech/harrashment/rude/threatening. Jika banyak akun yang mengadukan, biasanya Facebook akan menghapus status tersebut.
  2. Pada Google, jika kita menemukan situs yang mengandung informasi palsu, kita bisa menggunakan fitur feedback untuk melaporkan situs tersebut.
  3. Twitter dan Instagram juga menyediakan fitur Report untuk melaporkan twit atau feed yang negatif.
  4. Mengirimkan email pengaduan ke Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan alamat aduankonten@mail.kominfo.go.id.

Sebagai penulis yang baik, kaidah penulisan yang baik harus dipegang teguh, termasuk mengenai adab dalam membuat tulisan dan menyebarkan tulisan.

Sebaik-baik hasil tulisan adalah yang mampu memberi manfaat pada pembacanya. Jika yang ditulis adalah kabar dusta tanpa fakta, maka laporkan saja, karena berita hoaks hanya akan merusak dan membodohi masyarakat.

Sumber: kominfo.go.id dan beritagar.id

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

SR
AI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini