Kode S.O.S. untuk Bumi

Kode S.O.S. untuk Bumi
info gambar utama

Ketika saya mengirim artikel ke Good News from Indonesia (GNFI) ini tentang kebakaran hutan di Indonesia, dalam waktu bersamaan jaringan TV Al Jazeera Doha, menayangkan laporan khusus berjudul “Planet S.O.S” untuk beberapa hari.

Tayangan itu melaporkan kejadian-kejadian kerusakan lingkungan global di berbagai negara termasuk tentunya kebakaran hutan yang terjadi di negeri kita, serta aksi demonstrasi di berbagai negara yang temanya tentang kerusakan lingkungan global.

Berbagai demonstrasi itu digelar berbagai kota seperti di benua Eropa, Paris, London; negara India; Bangladesh; negara-negara di kepulauan Pasifik; Sydney, Australia; dan New York di Amerika Serikat. Khusus protes yang ada di kepulauan Pasifik itu berkaitan dengan kekhawatiran warganya tentang kemungkinan negaranya akan tenggelam disebabkan perubahan iklim global yang membuat negara mereka tenggelam karena air laut meingkat.

Dulu para pakar mengkhawatirkan tenggelamnya negara Maladewa karena naiknya air laut. Ada pakar yang juga menganalisa bahwa Jakarta juga akan mengalami hal yang sama dalam beberapa tahun ke depan. Jakarta diprediksi menjadi the sinking capital.

BACA JUGA: "Semoga Umurmu Cukup untuk Melihat Indonesiamu Maju, Jang"

Yang menarik, demonstrasi yang diadakan di berbagai negara itu adalah ikut sertanya ribuan anak-anak kecil. Mereka juga menyuarakan keprihatinannya tentang perubahan iklim global ini.

Wartawan TV menanyakan kepada beberapa anak di India kenapa mereka dalam usia muda kok ikut demonstrasi? Mereka menjawab dengan tingkat kecerdasan yang tinggi bahwa kerusakan iklim global ini memerlukan tindakan nyata dari para pemimpin negara dan politisi yang dinilai banyak omong, tapi kurang tindakan nyata.

Di New York, seorang wartawan TV juga menyakan kepada anak gadis murid sekolah SMP/SMA dengan pertanyaan yang sama. Jawaban mereka adalah karena merekalah generasi yang akan menderita dan menjadi korban akibat perubahan iklim global dan akibat diamnya para politisi.

Aktivis muda lingkungan yang terkenal dari Swedia bernama Greta Thunberg (lahir 3 Januari 2003) tak henti-hentinya keliling ke beberapa negara berkampanye menyuarakan suara anak-anak muda tentang perlunya para pemimpin negara, untuk menjadikan penanganan kerusakan lingkungan hidup ini menjadi prioritas mereka.

Ketika dia melakukan kampanye di depan gedung PBB di New York tanggal 20 September 2019, dia bertanya di depan ratusan anak-anak muda “Do you think they will listen us?”, tentu jawaban para pendemo muda itu serentak “No!!!”, lalu dia melanjutkan “We will make them listen to us”.

BACA JUGA: Bom Atom dan Tonggak Kemerdekaan Indonesia

Anak-anak muda itu berdemonstrasi di depan gedung PBB menjelang Sidang Umum PBB pada tanggal 24 September 2019 yang akan dihadiri semua pemimpin negara anggota PBB yang berjumlah 193, agar mereka mendengar aspirasi kawula muda ini.

Mereka berdemonstrasi dengan latar belakang gedung PBB yang di sisi gedungnya ditayangkan gambar/film kejadian gunung-gunung es di kutub yang meleleh akibat perubahan iklim dunia; dan akan menyebabkan banyak negera yang tenggelam/hilang.

Kebetulan agenda/tema Sidang Umum PBB ke-74 itu adalah salah satunya soal Lingkungn tepatnya “Galvanizing multilateral efforts for poverty eradication, quality education, climate action and inclusion

Bagi saya, yang tidak kalah menariknya adalah konten atau isi kritikan para aktivis lingkungan hidup di Eropa yang meminta pertanggung jawaban para CEO bank-bank terkemuka di Eropa seperti Jerman dan Prancis, karena mereka terbukti memiliki hubungan bisnis dengan korporasi besar pelaku pembakaran hutan di kawasan Amazon, Brasil.

Mereka meminta para banker itu tidak hanya fokus mencari keuntungan atau profit oriented semata, namun juga bertanggung jawab untuk memastikan bahwa mitra bisnisnya atau nasabah-nasabah besarnya itu memperhatikan lingkungan hidup.

BACA JUGA: Obsesi Bung Hatta: Perekonomian Indonesia Harus Dikelola dengan Jiwa Tolong Menolong

Saya sebut menarik, karena jarang dalam kejadian kebakaran hutan itu para banker juga dituntut ikut bertanggung jawab. Di negara kita ini yang sering dilaporkan hanyalah para orang-orang desa yang lugu yang membuang puntung rokok di hutan lalu terjadi kebakaran, atau korporasi besar yang memiliki lahan perkebunan ribuan hektare membakar hutan untuk membuka lahan perkebunan baru mereka.

Namun tidak pernah disebutkan para mitra bisnis mereka misalkan bank-bank yang memberi kredit pada korporasi perusak hutan itu.

Sayang sekali, di negeri yang kita cintai ini banyak di antara kita yang hanya tertarik pada berita pegawai ASN Bandung, atau wanita Majalengka yang tertangkap karena berbuat mesum dan videonya viral, atau pejabat-pejabat negara yang tertangkap tangan karena korupsi, atau silang pendapat tentang perubahan RUU KUHP atau UU KPK, atau berita selebriti yang saling mengejek, atau tayangan anaknya seorang selebiriti yang ngompol, dsb.

Bukannya beberapa berita semacam itu tidak penting, namun sementara jarang sekali berita yang memberikan edukasi pada publik tentang bahayanya kerusakan lingkungan yang menyebabkan penderitaan masyarakat.

BACA JUGA: Mata Uang Digital Facebook Harus Diwaspadai Indonesia

Namun saya lega ketika melihat ribuan anak-anak muda/kecil yang turun ke jalan di berbagai negara Eropa, India, kepulauan Pasifik, Australia, dan Amerika Serikat untuk mempertanyakan keseriusan para pemimpin negara mereka masih-masing dalam menjaga dunia ini dari kerusakan lingkungan.

Setidak-tidaknya adik-adik, anak-anak kita di daerah terdampak kebakaran di negeri ini yang menderita penyakit pernapasan, yang orang tuanya tidak dapat bekerja karena daerahnya kebakaran, yang tidak lagi bermain bebas di udara segar, yang tidak bisa melihat langit biru lagi dari teras rumahnya di desa, yang sudah tidak bisa lagi melihat kunang-kunang dan burung-burung, sudah ada yang mewakili mereka menyuarakan jerit hatinya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Ahmad Cholis Hamzah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Ahmad Cholis Hamzah.

Terima kasih telah membaca sampai di sini