Sejarah Hari Ini (7 Juli 1977) - Museum Bahari, Tempat Memamerkan Kemaritiman Indonesia

Sejarah Hari Ini (7 Juli 1977) - Museum Bahari, Tempat Memamerkan Kemaritiman Indonesia
info gambar utama

Museum Bahari adalah museum yang menyimpan koleksi yang berhubungan kemaritiman bangsa Indonesia dari Sabang hingga Merauke.

Letak museum ini berada di Jalan Pasar Ikan No. 1 Sunda Kelapa, Jakarta Utara, dekat dengan muara Kali Ciliwung.

Museum adalah salah satu dari delapan museum yang berada di bawah pengawasan dari Dinas Kebudayaan Permuseuman Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta.

Merunut sejarahnya, gedung Museum Bahari pada awalnya dipakai oleh Kongsi Dagang Hindia Timur Belanda atau Vereenigde Oost-indische Compagnie (VOC).

Pembangunan gedung dibangun secara bertahap mulai dari tahun 1652 sampai 1771.

Saat itu gedung Museum Bahari dikenal dengan nama Westzijdsche Pakhuizen atau gudang di tepi barat sedangkan gudang tepi timurnya disebut Oostzijdsche Pakhuizen.

VOC memakai gedung tersebut sebagai gudang rempah, kopi, teh, tembaga, timah, dan tekstil yang didapatnya di sejumlah daerah di Nusantara.

Tak jauh dari Museum Bahari juga terdapat Menara Syahbandar.

Tak jauh dari Museum Bahari, Menara Syahbandar masih berdiri gagah pada 2015.
info gambar

Sebelum menjadi Menara Syahbandar, pada abad ke-17 menara ini merupakan bastion atau pojokan benteng yang menjorok ke laut dari benteng bernama Culemborg.

Pada 1839, Menara Syahbandar pun dibangun dan berfungsi sebagai menara pemantau bagi kapal-kapal yang keluar-masuk kota Batavia (sekarang Jakarta) lewat jalur laut.

Menara dengan panjang 10 meter, lebar 6 m, dan tinggi 18 m juga digunakan sebagai kantor pabean yang mengumpulkan pajak atas barang-barang yang dibongkar di pelabuhan Sunda Kelapa.

Selain kantor, menara ini juga menjadi penjara bagi anak buah kapal yang "bandel" saat bertugas.

Kembali ke Museum Bahari, pada zaman pendudukan Jepang, gedung-gedung yang didirikan Beland itu dipakai untuk menyimpan logistik tentara Jepang.

Setelah Indonesia Merdeka, bangunan ini dipakai oleh PLN dan Pos, Telekomunikasi, dan Telegram (PTT) sebagai gudang.

Pada 1976, pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta mulai mempersiapkan gedung tersebut untuk dijadikan museum kemaritiman dan bahari.

Setahun kemudian, Gubernur DKI Jakarta Letjen Marinir Ali Sadikin dan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Departemen Perhubungan Laksamana Muda TNI (Laut) Haryono Nimpuno bersepakat melakukan kerjasama dalam menyelenggarakan Museum Bahari di Jakarta pada tanggal 30 Juni 1977 bertempat di Balai Kota Jakarta.

Puncaknya pada 7 Juli 1977, Ali Sadikin meresmikan Museum Bahari dan Menara Syahbandar.

Tak jauh dari kedua bangunan tersebut terdapat tugu tanda diresmikannya Museum Bahari.

''Tugu ini tegak di sini pada peringatan Jakarta 450 tahun, dipersembahkan kepada mereka yang pada masa lalu pernah menyusun baik-baik bagi landasan pembangunan hari ini,'' jelas yang tertera pada tugu tersebut.

Museum Bahari memiliki visi yaitu "Mengekplorasi nilai - nilai kebaharian bangsa Indonesia dan menumbuhkan rasa cinta dan kebanggaan sebagai bangsa bahari."

Koleksi Museum Bahari terdiri dari berbagai jenis perahu tradisional dengan aneka bentuk, gaya dan ragam hiasnya yang menggambarkan ketinggian budaya dan besarnya peranan kemaritiman nenek moyang bangsa Indonesia.

Sebagai contoh, terdapat perahu Cadik Nusantara yang merupakan sumbangan dari Bapak Sulaiman Effendi, warga negara yang pernah berlayar dari Jakarta ke Brunei Darussalam seorang diri.

Tak hanya itu, juga ada perahu Sandai Bahari Areanyalaka, perahu Jukung, dan perahu Dacik Irian (Karere), sumbangan Pemerintah Daerah (Pemda) Jayapura.

Lain daripada itu, juga disajikan berbagai model kapal modern serta perlengkapan penunjang kegiatan pelayaran seperti alat navigasi, model-model jangkar, setir kapal, teropong, meriam, model-model menara suar, pelampung, peralatan menyelam, patung-patung pelaut dan sebagainya.

Museum Bahari turut memamerkan koleksi data biota laut yang bisa ditemui di perairan Indonesia.

Mengutip dari buku 47 Museum Jakarta karya Edi Dimyati, Museum Bahari dinilai redup di negeri sendiri tapi tenar di negeri Belanda.

Bagi orang Belanda, museum ini menyimpang kenangan dan sejarah bangsanya ketika menduduki Batavia.

Baca Juga:

Referensi: Mitramuseumjakarta.org | Dirjen Kebudayaan, "Museum-Museum di DKI Jakarta" Edi Dimyati, "47 Museum Jakarta" | Wieke Dwiharti, "Jakarta Panduan Wisata Tanpa Mal"

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini