Hari Literasi Internasional, Menilik Kondisi dan Upaya Tingkatkan Literasi di Indonesia

Hari Literasi Internasional, Menilik Kondisi dan Upaya Tingkatkan Literasi di Indonesia
info gambar utama

Selamat Hari Literasi Internasional! Tepat hari ini, setiap tanggal 8 September seluruh masyarakat dunia memeringati istilah yang selama ini umum dikenal sebagai kemampuan untuk menulis dan membaca, yaitu literasi.

Literasi menjadi hal yang sangat penting, karena nyatanya membaca dan menulis merupakan hal yang paling awal dikenal dalam sejarah peradaban manusia.

Faktanya, dahulu masyarakat peradaban kuno berkomunikasi dengan simbol-simbol dan gambar yang diukir di batu, kayu, dinding gua, dan sebagainya, yang di mana simbol-simbol tersebut saat ini dikenal juga dengan sebutan aksara.

Karena itu, tak heran jika Hari Literasi Internasional juga kerap dijuluki sebagai Hari Aksara Internasional. Seiring perkembangan zaman, simbol dan gambar pada aksara akhirnya digantikan dengan huruf dan angka hingga saat ini.

Memiliki peran krusial dalam perkembangan dan masa depan generasi muda dari waktu ke waktu, bagaimana sebenarnya Hari Literasi Internasional pertama kali diinisiasi?

Bersama Literasi Anak Banua, Pemuda Asal Kalsel Tingkatkan Literasi Daerah 3T Indonesia

Sejarah Hari Literasi Internasional

Unesco, Organisasi Dunia yang memprakarsai Hari Literasi Internasional
info gambar

Menilik perjalanannya, Hari Literasi atau Aksara Internasional ternyata diprakarsai karena adanya permasalahan buta huruf yang sanagat serius di berbagai negara, Bahkan tidak hanya pada negara-negara berkembang, namun juga negara maju layaknya Amerika Serikat.

Melansir laman National Today, akhirnya permasalahan mengenai literasi dibahas pertama kali pada konferensi global bertajuk “World Conference of Ministers of Education on the Eradication of Illiteracy” yang diadakan di Teheran, Iran pada tahun 1965.

Dari hasil konferensi tersebut, akhirnya UNESCO pada tahun 1966 memimpin sekaligus mendeklarasikan bahwa setiap tanggal 8 September, diperingati sebagai Hari Aksara Internasional atau International Literacy Day.

Ada dua tujuan utama dari ditetapkannya hari besar ini, yang pertama, bertujuan mengingatkan komunitas global tentang pentingnya literasi bagi individu, komunitas, dan masyarakat di seluruh dunia.

Kedua, Hari Literasi Internasional diperingati sebagai upaya menuju masyarakat yang lebih melek huruf demi menciptakan kesejahteraan dunia. Akhirnya, peringatan pertama baru berjalan satu tahun setelah dideklarasikan, yaitu di tahun 1967.

Baru pada tahun 2015, literasi menjadi salah satu poin yang dimasukkan dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Suistainable Development Goals (SDG’s) di bidang pendidikan.

Adapun di tahun 2021 ini, tema dari Hari Literasi Internasional yang diangkat adalah “Literacy for a human-centered recovery: Narrowing the digital divide”.

Tema tersebut memiliki tujuan untuk mengeksplorasi bagaimana literasi dapat berkontribusi dalam membangun fondasi yang kuat, untuk pemulihan yang berpusat pada manusia, dengan fokus khusus pada interaksi literasi dan keterampilan digital yang dibutuhkan oleh pemuda dan orang dewasa yang tidak melek huruf.

Hari Buku Sedunia dan Berbagai Faktor Rendahnya Literasi Anak Indonesia

Kondisi Literasi di Indonesia saat ini

Ilustrasi minat literasi di Indonesia
info gambar

Tak dimungkiri bahwa literasi masih menjadi persoalan serius dan menjadi tugas besar dari berbagai pihak di Indonesia.

Kenyataan pahit yang harus dihadapi, berdasarkan penelitian dan laporan terakhir yang dipublikasi oleh Programme for International Student Assessment (PISA), Indonesia menempati posisi ke 60 dalam hal literasi membaca dari keseluruhan 65 negara yang masuk dalam penilaian.

Adapun posisi tersebut didapat berdasarkan perolehan skor Indonesia yang berada di angka 396, dari rata-rata skor internasional yang berada di angka 500. Lebih spesifik, skor yang diperoleh berdasarkan penilaian dari hasil ukur membaca yang mencakup memahami, menggunakan, dan merefleksikan dalam bentuk tulisan.

Lantas, apa sebenarnya asal permasalahan yang terjadi di Indonesia?

Menanggapi hal ini, pernyataan resmi diungkap oleh Kepala Perpusnas M Syarif Bando, selain masalah rendahnya minat baca, masalah minimnya fasilitas atau objek bacaan seperti buku ternyata juga menjadi penyebab utama dari rendahnya kualitas literasi di tanah air.

Diungkapkan, bahwa total jumlah bahan bacaan dengan total jumlah penduduk Indonesia memiliki rasio nasional 0,09. Artinya, setiap satu buku ditunggu oleh 90 orang setiap tahun, sehingga Indonesia memiliki tingkat terendah dalam indeks kegemaran membaca.

Padahal, di negara Asia Timur seperti Korea, Jepang, China, rata-rata memiliki 20 buku baru bagi setiap orang. Hal ini yang dinilai sebagai tantangan bagi negara dan paling mendasar, kenapa budaya membaca di Indonesia rendah.

Kondisi tersebut rupanya diamini oleh salah seorang pihak dari masyarakat yang berperan aktif dalam menumbuhkan tingkat literasi di Indonesia, yaitu Iin Herlina Dewi.

Dalam salah satu tulisan GNFI beberapa waktu lalu, sosok yang berupaya meningkatkan literasi di salah satu pelosok tanah air itu juga mengungkap, bahwa fasilitas dalam hal ini ketersediaan buku merupakan masalah utama yang menjadi kendala.

“…dari apa yang saya temui, permasalahan literasi yang ada itu bukan hanya soal minatnya yang rendah, melainkan masalah kemudahan akses dan fasilitas yang bisa dijangkau anak-anak untuk membaca” terang Iin.

Adapun kisah lengkap mengenai upaya Iin untuk memecahkan permasalahan literasi dapat dibaca pada artikel di bawah ini.

Kisah Iin Herlina dalam Upaya Meningkatkan Literasi di Wilayah Pelosok Flores

Peran penting komunitas dan organisasi dalam meningkatkan literasi di tanah air

Rumah Baca Mustika, salah satu komunitas literasi di Indonesia
info gambar

Beruntungnya, hingga saat ini Indonesia memiliki cukup banyak komunitas atau organisasi nirlaba yang memiliki kepedulian akan upaya meningkatkan literasi secara merata, di berbagai penjuru negeri. Mulai dari komunitas dalam skala kecil, hingga komunitas atau organisasi skala besar yang sudah memiliki jaringan di cakupan wilayah yang lebih luas.

Selain itu, berdasarkan data Kemendikbud pada tahun 2019, diketahui ada sebanyak 11.437 komunitas literasi dengan jumlah keterlibatan sebanyak 543.736 orang di seluruh penjuru Indonesia. Dengan angka tersebut, setidaknya ada harapan akan pertumbuhan literasi di Indonesia pada waktu mendatang jika bisa dijalankan secara maksimal.

Sebagai contoh, saat ini sejatinya ada dua organisasi nirlaba yang bergerak di bidang literasi dan terus aktif berupaya meningkatkan literasi di tanah air hingga saat ini.

Yang pertama, ada Rumah Literasi Indonesia. Pertama kali hadir sejak tahun 2014, organisasi ini menghadirkan gerakan yang bertujuan mengkampanyekan peningkatan budaya membaca dan menulis yang hingga saat ini diketahui telah memiliki 50 cabang rumah baca yang tersebar hampir merata di wilayah pedesaan Kabupaten Banyuwangi.

Kemudian yang kedua ada juga organisasi Yayasan Literasi Anak Indonesia (YLAI), memiliki tujuan dan visi utama yang hampir serupa, sesuai namanya YLAI lebih memfokuskan peningkatan literasi di kalangan anak Indonesia pada kisaran usia Sekolah Dasar (SD) pada semua sekolah di seluruh penjuru negeri.

Dalam praktiknya, YLAI menyediakan buku-buku membaca berkualitas, bahan-bahan, dan panduan guru untuk digunakan dalam ruang-ruang kelas dan perpustakaan di Indonesia.

Organisasi tersebut hanya dua dari ratusan ribu instansi serupa yang ada di tanah air. Sehingga kedepannya, kita masih memiliki harapan untuk terus meningkatkan taraf literasi di Indonesia dengan berbagai upaya yang dilakukan.

Tingkat Literasi Meningkat, Ini 10 Provinsi dengan Angka Melek Huruf Tertinggi 2020

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Siti Nur Arifa lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Siti Nur Arifa.

SA
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini