Narasi Kolektif Dibalik Semangat Proyek Rumah Adat Ruteng

Narasi Kolektif Dibalik Semangat Proyek Rumah Adat Ruteng
info gambar utama

Kampung Ruteng terletak di Kelurahan Golo Dukal, Manggarai, Nusa Tenggara Timur, sebuah kampung yang cukup unik yang dikelilingi pepohonan rimbun dan mata air masih terjaga keasliannya.

Berjarak lima kilometer dari Kantor Bupati Manggarai, Kampung ini didiami oleh Suku Manggarai yang menyebut diri sebagai Ata Runtu dan Ata Ndosor.

Kampung ini menyimpan narasi sejarah yang khas tentang warga setempat yang meyakini bahwa susunan bebatuan dan bangunan Compang (Mezbah upacara dan kuburan) memiliki legenda yang mistis.

Kampung Ruteng
info gambar

Legenda mistis itu hidup dalam tradisi lisan warga setempat. Misalnya, ada intervensi makhluk halus dalam pembangunan kampung. Ada kerja sama antara manusia dan makhluk alam lain dalam menyusun bebatuan alam seperti yang tampak sekarang.

Dalam versi lain menyebutkan, ada aktor intelektualis–sebut saja pemimpin karismatik- yang menggerakkan kerja sama kolektif di masa lalu untuk pembangunan susunan batu (kota), dalam sebutan warga setempat sebagai like, compang dan porong telo. Kalau difoto menggunakan drone, susunan bebatuan di kampung ini mirip Rosario, manik-manik yang digunakan Umat Katolik untuk mendaraskan devosi Salam Maria. Sebagian penutur melihat ada intervensi peradaban lain dalam pembangunan kampung itu.

Berwisata Religi Sembari Menguak Misteri Gunung Lawu

Narasi lisan tentang kampung ini memang membutuhkan studi yang tekun dan pengumpulan sumber-sumber lisan dengan sabar. Narasi-narasi lisan berbentuk cerita rakyat (tombo turuk), merupakan cara bertutur dalam peradaban timur pada umumnya. Narasi seperti ini tidak boleh disepelekan untuk menyusun ulang cara pandang kolektif tentang tradisi kehidupan warga lokal.

Dalam beberapa waktu terakhir, Lembaga Adat Beo Ruteng dengan bantuan sejumlah donatur dan Pemerintah Kabupaten Manggarai melakukan penataan ulang sejumlah bangunan khas di Kampung itu. Dalam narasi dominan warga setempat, bentuk rumah adat seperti ini merupakan prototipe yang dapat direplikasi pada rumah-rumah lain di Kampung Ruteng.

Bangunan khas kampung adat umumnya di Manggarai beratap alang-alang atau Serat Aren dengan tipe bangunan melingkar, persis pada Mbaru Gendang (Rumah Adat) dan Mbaru Tambor (Rumah Adat). Fungsinya sebagai tempat berkumpul utama.

Rumah tinggal di masa lalu terdiri dari bagian-bagian (usung) yang mewakili kepemilikan dan kerja kolektif pada saat rumah itu dibangun. Di masa lalu, sebuah rumah tinggal bisa dihuni belasan kepala keluarga. Mereka hidup dalam kebersamaan dan solidaritas yang positif, saling berbagi dan berbela rasa dalam susah maupun senang.

Sekarang, dengan perkembangan pembagian tanah sebagai properti kolektif, sebagian besar warga kampung memilih tinggal di tempat-tempat bermukim yang berbeda dan lebih personal dengan keluarga kecil masing-masing.

Mempertahankan Hidup dengan Menjaga Warisan Songket Palembang

Cita-cita merevitalisasi bentuk bangunan dengan mereplikasi bentuk bangunan adat utama, hemat saya, menggambarkan imajinasi kolektif warga setempat untuk mengembalikan solidaritas masa lalu. Solidaritas yang kini tergerus oleh individualisme ekonomi dan sosial.

Tanpa mengesampingkan proyek fisik pembenahan kampung dalam rangka pembenahan destinasi wisata budaya, pembangunan rumah-rumah kolektif di Kampung Ruteng seharusnya menggerakkan warga setempat untuk menghidupkan kembali solidaritas dan bela rasa yang telah dihidupi para leluhur.

Solidaritas yang tidak lahir karena kesamaan tempat tinggal dan hubungan darah semata, melainkan semangat berbagi dalam membangun keluarga besar dan kampung. Relasi yang dibangun oleh narasi satu darah. Kemudian, berjumpa dengan modernitas yang memaksa manusia menjadi petualang sosial melalui usaha ekonomi, karir, politik dan keagamaan.

Revitalisasi kampung adat diharapkan tidak saja berikhtiar menata ulang bangunan dan jalan, melainkan juga melestarikan narasi kebersamaan. Hal itulah yang membuat komunitas Manggarai di masa lalu bertahan dari tantangan alam dan perubahan zaman.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

FR
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini