Mempertahankan Hidup dengan Menjaga Warisan Songket Palembang

Mempertahankan Hidup dengan Menjaga Warisan Songket Palembang
info gambar utama

Songket Palembang selama ratusan tahun telah menjadi simbol identitas masyarakat wong kito. Busana ini telah melintas zaman mulai dari pakaian kebesaran kaum bangsawan hingga menjadi pakaian untuk semua orang.

Membaca sejarah songket Palembang ibarat membaca peradaban di kawasan yang pernah dikuasai oleh Kerajaan Sriwijaya ini. Eka Rachman, pemilik usaha kerajinan, tengah berkisah tentang songket Palembang.

Bekasam, Fermentasi Ikan Khas Sumatra Selatan

“Zaman dulu, putri-putri bangsawan Palembang menenun sendiri songket untuk hari perkawinannya. Sang putri akan menenun sepenuh hati. Bisa sampai bertahun-tahun,” ucapnya yang dimuat Kompas.

Eka merupakan generasi ketiga dari keluarganya yang menggeluti kerajinan songket Palembang. Kini dalam koleksi keluarganya terdapat songket songket tua yang sudah lebih dari 200 tahun.

Sumber penghasilan

Songket Palembang yang sudah menjadi sumber penghidupan lebih dari 23.000 jiwa di kota tua itu mempunyai kekhasan pada motif dan warnanya yang gemerlap dan berani. Songket menjadi lambang kemewahan.

Eka menjelaskan bahwa awalnya kain itu menjadi simbol status sosial dan kemakmuran pemiliknya, yaitu kaum bangsawan dan kaum berada, zaman Kerajaan Palembang dan Kesultanan Palembang Darussalam abad 18-19 Masehi.

“Pernyataan itu jelas, mereka begitu makmur sampai-sampai memakai emas sebagai busana!” tegasnya.

Celimpungan, Olahan Ikan Berkuah Santan yang Menjadi Simbol Semangat Masyarakat Palembang

Eka menuturkan benang emas yang digunakan disebut emas jantung. Ada yang menyebut emas jantung berkadar 18 karat. Sebutan jantung berasal dari bentuk alat pintal untuk melapisi benang sutra dengan serbuk emas yang tak lagi dipakai.

“Sekarang yang dipakai benang perak, jeli, berlian atau kristal,” kata Eka.

Diwariskan

Pada keturunan keluarga bangsawan dan kaum berada Palembang, songket-songket emas jantung diwariskan. Begitu berharganya sampai-sampai songket itu hanya dikeluarkan pada acara penting, seperti pernikahan keluarga.

Rosda Sari, penerus generasi ketiga usaha kerajinan songket Serengam Setia menuturkan songket warisan keluarganya telah berusia lebih dari 200 tahun. Songket ini dikenakan dalam pernikahan anak sulung selama tiga generasi.

Momen-momen keluarga itu membuat songket bertahan. Sejumlah usaha kerajinan songket di Palembang telah bertahan tiga generasi. Tidak melulu mengejar untung, usaha ini didasari kecintaan pada kain itu.

Terobosan Ciamik, Palembang Akan Ubah Sampah Jadi Listrik

Meski tetap berorientasi profit, generasi penerus usaha kerajinan songket itu tetap menempatkan diri sebagai penjaga budaya. Untuk memenuhi selera pasar, modifikasi hanya pada warna dan jenis kain yang lebih ringan.

“Pakem dan motif tak pernah dimodifikasi karena di situlah letak kekhasan dan filosofi songket Palembang,” ujar Ki Agus Zainal Arifin, desainer songket ternama.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini