Tradisi Perang Adat Pasola, Salah Satu Budaya Khas Nusa Tenggara Timur

Tradisi Perang Adat Pasola, Salah Satu Budaya Khas Nusa Tenggara Timur
info gambar utama

Banyaknya suku dan budaya yang mendiami bangsa Indonesia patut diacungi jempol. Pasalnya, dari 38 provinsi di Indonesia masing-masing memiliki tradisi adat dan budayanya sendiri.

Salah satu dari ke-38 provinsi tersebut adalah Nusa Tenggara Timur. Provinsi yang berbatasan dengan Laut Flores dan Timor Leste ini memiliki salah satu tradisi adat yang bernamakan Pasola.

Tradisi Pasola merupakan salah satu budaya khas Nusa Tenggara Timur, tepatnya di Kecamatan Sumba. Tradisi adat pasola dilakukan sebagai perayaan pasca panen dan juga pengungkapan rasa syukur kepada alam.

Dikutip dalam jurnal tertulis Abdul Gafur dkk (2019) pelaksanaan tradisi Pasola pada awal Februari, tetapi pengamalan adat ini tidak ditentukan oleh kalender masehi. Perhitungan pelaksanaan tradisi adat ini menggunakan perhitungan bulan purnama yang terbit setiap malam dan juga melihat tanda-tanda alam.

Kemudian, penentuan tanggal diputuskan oleh Rato atau imam dari suatu kampuang adat. Oleh karena itu, penentuan pelaksanaan jadwal Pasola terkadang bisa saja berubah.

Menilik Kemeriahan Arisan dalam Tradisi Sandur Khas Bangkalan Madura
Tradisi Pasola
info gambar

Tradisi perang adat Pasola diawali dengan pelaksanaan adat Nyale, yang merupakan salah satu upacara untuk mengungkapkan rasa syukur atas anugrah yang ditandai dengan musim panen dan cacing laut yang berlimpah di pantai. Rato akan keluar di pagi hari untuk mencari nyale.

Setelah mendapatkan nyale yang pertama, rato akan membawa nyale tersebut ke majelis para rato untuk dianalisis. Nyale yang memiliki kondisi fisik gemuk, sehat, dan berwarna warni berarti tahun tersebut pertanda baik, jika nyale mimiliki kondisi kurus dan rapuh dapat diartikan tahun tersebut akan mendapatkan petaka.

Awal sebelum kegiatan perang adat Pasola, dilaksanakan musyawarah antar tokoh adat mengenai pelaksanaan adat Pasola. Tak lupa pelaksanaan upacara, doa, dan persembahan kepada para leluhur dan dewata agar dilimpahkan rahmat ke bumi dan seisinya.

Berdasarkan jurnal yang ditulis oleh Abdul Gafur dkk (2019) dalam pelaksanaan tradisi adat Pasola terdapat tata aturan yang harus diikuti dan disepakati oleh para peserta perang.

Pemain Pasola diharapkan tidak melakukan tradisi dengan niat jahat, tidak dendam, dan tidak menggunakan barang tajam yang lain dalam melaksanakan tradisi selain menggunakan tombak, pemain juga tidak diperbolehkan menggunakan batu. Alat yang diperbolehkan hanya tombak yang dibuat menggunakan kayu Pasola.

Mancing Ikan Larangan, Tradisi Memancing Ikan yang Berbasis Pelestarian Alam

Sebelum perang adat Pasola, tidak lupa peserta mempersiapkan perlengkapan seperti ikat kepala, pelindung perut, dan tombak yang dibuat dari kayu dengan ujung tumpul sekitar 1,5 cm.

Ketika persiapan perang selesai disiapkan, kemudian kedua kubu dipersilakan melakukan pemanasan kuda sembari menunggu pelaksanaan perang adat Pasola.

Walaupun persiapan pengaman peserta telah digunakan, tidak luput pastinya pemain akan terluka. Menurut kepercayaan adat masyarakat Sumba, darah yang menetes dan jatuh ke tanah lapang termasuk bentuk kekuatan magis untuk menyuburkan dan menyukseskan panen.

Jika dalam pelaksanaan tradisi terdapat korban jiwa (kematian), maka diartikan sebelumnya telah terjadi pelanggaran norma adat oleh warga pada tempat pelaksanaan Pasola.

Perang adat Pasola dilaksanakan di lapangan luas dengan fungsi para pemain leluasa dalam melaksanakan tradisi, selain itu masyarakat sumba dan wisatawan dapat menyaksikan tradisi tersebut tanpa ikut terluka.

Festival Perang Air, Tradisi Kasih Sayang yang Terjadi di Selatpanjang

Pengamalan tradisi Pasola juga merupakan sebuah bentuk pengabdian dan kesetiaan terhadap leluhur atas telah diberikannya hasil panen yang melimpah oleh karena itu masyarakat sumba secara turun temurun mempertahankan tradisi ini.

Tradisi adat Pasola sangat penting bagi masyarakat Sumba karena tradisi ini dipercaya sebagai teknik memikat para Dewa untuk peduli dan membawa kemakmuran bagi dunia dan seisinya.

Referensi: Gafur, A. (2019). Eksistensi Tradisi Pasola pada Masyarakat Penganut Kepercayaan Marapu di Desa Pahola Kecamatan Wanokaka Kabupaten Sumba Barat. Seminar Nasional Taman Siswa Bima. Vol. 1(!). 229-237.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MW
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini