Masyarakat Bugis dalam Suasana Ritual untuk Membuat Sebuah Keris

Masyarakat Bugis dalam Suasana Ritual untuk Membuat Sebuah Keris
info gambar utama

Berdasarkan mitos yang berkembang di Sulawesi Selatan, sejak zaman purbakala manusia pertama di wilayah ini yang disebut Tumanurung (orang yang turun dari kayangan) muncul di daerah Luwu.

“Karena itu, menurut sejarawan, kerajaan pertama di bumi Sulawesi adalah Kerajaan Luwu,” tulis Fahny Myala dalam Keris Pusaka Bugis-Makassar yang dimuat Kompas.

Dikatakan oleh Fahny, bermula dari kerjaan tua inilah lahir suatu karya tulis yang sangat akbar di sekitar abad ke 12, yaitu Sureg Galigo, ketebalannya melebihi Mahabharata dari India yang diperkirakan lebih dari 10.000 halaman folio.

Hadiah dari Sri Paku Alam V, Kris of Knaud Jadi Keris Tertua di Dunia

Selain sastra, kekayaan budaya Kerajaan Luwu lainnya adalah keris pusaka, terutama di kalangan orang Bugis-Makassar. Nama-nama keris seperti kaleo, sambang, gecong, dan tappi yang disinyalir berasal dari Luwu.

Keris dalam bahasa Bugis disebut kawali dan dalam bahasa Makassar dinamakan saleg. Disebutkan Fahny, fungsi keris berbeda dengan senjata tajam lainnya, misalnya badik. Biasanya badik digunakan untuk tindakan kekerasan.

“Keris atau kawali itu sebenarnya tidak dimaksudkan untuk dijadikan alat berkelahi atau sejenisnya. Kawali bukan untuk membunuh, melainkan untuk kesejahteraan, perdamaian, dan keselamatan,” kata Putra Jaya, pemilik dan pemelihara 160-an keris pusaka Sulawesi Selatan.

Bukan dari logam

Putra mengaku telah masuk Istana Presiden di Jakarta dengan membawa keris pusaka di pinggangnya, tetapi kawali tersebut tidak terdeteksi oleh detektor. Hal ini karena pada tahap awal pembuatan keris. bahannya bukan dari besi atau jenis logam, namun dari meteor.

Menurutnya setiap kawali punya aura yang biasa disebut pamor. Panrita (empu) kawali tidak punya kemampuan menciptakan pamor pada keris. Pamor itu tercipta sendiri setelah keris itu selesai ditempa.

“Jadi keris memang punya daya magis,” katanya.

Heru Susilarto, Sang Pembuat Keris dari Magelang

Disebutkannya aura atau pamor itulah yang menentukan kemampuan atau kekuatan daya magis sebuah kawali. Karena itulah ada beberapa keris yang membuat binatang buas seperti singa dan ular berbisa tidak berani mendekat.

Selain itu, ada juga keris yang pamornya untuk menolak bala. Keris semacam ini, jelas Putra cocok dimiliki para pedagang atau saudagar, sebab auranya diyakini berkaitan dengan peralihan rezeki dan mendatangkan kesejahteraan dan ketentraman hidup.

Suasana ritual

Keris lainnya yakni jenis gecong pada penciptaan pertamanya dibuat dari daun nipah yang diurut dengan tenaga supranatural sehingga mengeras seperti besi. Biasanya inilah yang dipakai oleh para raja-raja.

“Inilah keris bugis yang paling tipis dan berbau harum, dan inilah keris yang biasanya dipakai oleh raja-raja, sebab, auranya selalu mau menjadi pemimpin” paparnya.

Ada beberapa turunan bangsawan di Sulawesi Selatan yang beranggapan bahwa keris pusakanya adalah saudara kembar yang setia sehingga tidak pernah berpisah dengannya, sekalipun si pemilik tidur.

Museum Tosan Aji dan Upaya Merawat Keris Berusia Ratusan Tahun

Karena itulah pembuatan kawali berlangsung dalam suatu suasana ritual. Dikatakan oleh Putra, bila ada keris yang dibuat tanpa upacara ritual, maka keris itu pamornya sama saja dengan pisau dapur.

Pembuatan sebilah kawali umumnya selesai dalam tujuh hari. Namun, karena pembuatannya hanya dilakukan pada hari Jumat, maka satu keris dengan pamor yang diharapkan akan selesai dalam tujuh hari.

“Selama berlangsungnya pembuatan kawali, panrita-nya terus-menerus berzikir. Karena itu, banyak kawali yang punya getaran-getaran zikrullah,” ucapnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini