Cerita Batik yang Jadi Simbol Eksistensi Masyarakat Betawi di Ibu Kota

Cerita Batik yang Jadi Simbol Eksistensi Masyarakat Betawi di Ibu Kota
info gambar utama

Orang-orang Betawi menceritakan tentang kampung mereka melalui batik. Mereka mengungkapkan kerinduan dengan ondel-ondel, kembang kelapa, ngangon kebo, demenan di bawah pohon, sawo hingga kerak telor.

Ernawati, perajin batik dari rumah produksi Seraci Batik Betawi menyebutkan kenangan soal Betawi masa lalu dan kini tumpah di atas pelangi kain-kain batik di ruang tamunya di Kebon Kelapa, Tarumajaya di perbatasan Bekasi.

Misalnya di selembar batik biru, Tugu Monas menjulang berkelir jingga. Di helai kain lain muncul Jembatan Semanggi sebagai ikon metropolitan Jakarta. Namun dalam kain-kain batik tersimpan pula kepingan ingatan masa lalu orang-orang Betawi.

Batik Sumari, Karya Orang Batu yang Menarik Perhatian Masyarakat Dunia

“Nah ini gambar demenan. Zaman dulu, anak-anak Betawi bilang pacaran itu demenan,” ujar Ernawati yang dimuat Kompas.

Selain itu ada juga motif nglajo atau merantau dari kampung ke kampung mencari padi, nandur, musik Betawi Tanjidor, demprak (permainan anak), kawasan Setu Babakan, ondel-ondel, Si Pitung hingga si garing kerak telor.

“Kami pilih corak khas yang menggambarkan Betawi dan Kota Jakarta. Desainer grafis menerjemahkan konsep kami ke dalam bentuk gambar untuk dibuat pola,” kata Ernawati.

Batik jadi busana

H Kholifah mengaku masih ingat saat remaja kerap membuat batik untuk menambah penghasilan. Disebutnya, pusatnya batik saat itu ada di Palmerah, Kebayoran, Petogogan, dan juga Senayan.

Pada masa lalu, papar Kholifah, orang-orang Betawi menjadikan batik sebagai bagian dari busana sehari-hari. Mereka mengenakan kebaya berpadu kain batik dan kerudung. Dahulu batik katanya Betawi banyak bercorak Flora.

“Ibu dan encing-encing saya dulu membatik walau sebatas jadi kuli saja, ambil pekerjaan dari orang lain,” ujar Laela.

Romantika Batik Banyumasan yang Pernah Kemilau di Tanah Jawa

Kini, batik Betawi hadir dalam wujud berbeda dan kali ini orang-orang Betawi menjadi tuannya. Seperti sudah kodrat, kata Laela, orang-orang Betawi tak henti-hentinya menyerap jiwa lingkungan.

“Tugu Monas dan Jalan Layang Semanggi pun bisa dinikmati lewat selembar kain,” pungkasnya.

Agar terus eksis

Siti Laela, pengelola Batik Betawi Terogong di Cilandak, Jakarta Selatan juga merasakan hal serupa. Baginya batik tak sekadar lembaran kain bertulis malam yang ditorehkan dengan penuh curahan rasa dan cinta.

Lewat lembaran kain batik, ucapnya orang Betawi menajamkan kesadaran akan identitas etnisnya. Entitas suku yang terbentuk dari peleburan kemajemukan yang ekstrem. Salah satunya yang ditampilkannya kain batik berlatar hitam bermotif ondel-ondel.

“Ondel-ondel di batik ini saya bikin berukuran sangat besar. Sementara gedung-gedung tinggi di belakangnya yang melambangkan Jakarta, lebih kecil. Kenapa, karena saya ingin di Jakarta, Betawi tetap jaya, Nggak kalah sama gedung-gedung tinggi itu,” ujar Laela.

Melacak Batik Batang yang Diduga Sudah Digunakan di Zaman Raden Wijaya

Selain itu warna hitam pada batik ondel-ondel yang tengah dibentangkannya itu mencerminkan kondisi kelam yang dialami masyarakat Betawi yang kian terpinggirkan. Pada motif itu, Laela menyuntikkan pesan agar masyarakat Betawi tetap eksis.

“Coba simak kepanjangan dari nama motif “tebar mengkudu” ini. Tebar mengkudu itu maksudnya, tekun dan sabar itu emang kudu, pas kan? Jadi, orang Betawi di Jakarta emang kudu tekun dan sabar. Kalau enggak, ya, makin tergusur,” katanya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini