Di Balik Tradisi Kenduri yang tak Pernah Berhenti Dilakukan Warga Aceh

Di Balik Tradisi Kenduri yang tak Pernah Berhenti Dilakukan Warga Aceh
info gambar utama

Masyarakat Aceh selalu melakukan kenduri bahkan di kala perang melawan penjajahan. Bagi masyarakat Aceh, kenduri tak hanya soal sajian makanan tetapi bentuk saling mengikatkan diri.

Hal ini bisa dilihat dari sosok Aisyah yang sibuk menyiapkan aneka makanan untuk dibawa ke mushola tempat kenduri berlangsung. Tangan dia begitu cekatan untuk membungkus nasi berbentuk kerucut dengan daun pisang batu.

Nasi itu lantas disusun meninggi di atas sebuah nampan bersama aneka lauk, mulai dari telur, balado, rendang, kuah sup, hingga kari itik. Semakin tinggi isi nampan itu menunjukkan makin mapan si pembuat secara ekonomi.

Menjaga Kelestarian Rencong sebagai Simbol Wibawa Masyarakat Aceh

Nurdin, Kepala Museum Aceh mengatakan orang-orang kaya dahulu menyusun hingga tujuh lapis lauk di atas nampan hidangan. Disebutkan tidak boleh ada makanan kenduri yang tersisa.

“Kalau sampai ada sisa, kami hidangkan adalah sedekah,” kata Aisyah yang dimuat Kompas.

Sejarah kenduri

Sejarawan Anthony Reid mengungkapkan bahwa tradisi kenduri telah berumur panjang di Aceh. Pada bukunya Menuju Sejarah Sumatra menuliskan bahwa raja-raja Kesultanan Aceh biasa menggelar aneka kenduri dan perayaan megah.

Padahal saat itu, dijelaskan oleh Snouck Hurgronje, masyarakat Aceh saat itu kebanyakan masih kurang makan. Reid juga mengungkapkan bahwa saat menjamu utusan Inggris, Thomas Best, Sultan Iskandar Muda menyuguhkan paling tidak 400 jenis makanan.

Komoditas Cengkih yang Pernah Jadi Kebanggaan Masyarakat Aceh

“Begitulah, kenduri dan perayaan besar sekaligus digunakan untuk memperlihatkan kemegahan dan kejayaan kerajaan,” jelasnya.

Reid menyebut orang asing saat melihatnya akan terpukau seperti yang dialami oleh John Davis, petualang Inggris yang datang ke Aceh pada abad ke-16. Dirinya geleng-geleng kepala melihat kemewahan pesta yang digelar Sultan Aceh.

“Raja seperti ‘dewa anggur’ dan sukacita,” katanya.

Banyak alasan demi kenduri

Karena itulah ada sederet kenduri yang biasa digelar masyarakat Aceh. Ada kenduri yang terikat dengan perayaan Agama Islam, seperti Isra Miraj, Nuzulul Quran, Asyura, hingga Maulid Nabi SAW.

Tetapi ada kenduri yang terkait daur ulang kehidupan, seperti kelahiran, sunatan, pernikahan, hingga kematian. Ada pula kenduri petani dan nelayan, selain itu juga ada melakukan saat pindah rumah.

“Pokoknya, orang Aceh punya banyak alasan untuk membuat kenduri. Ketika hati senang karena dapat uang, orang Aceh bikin kenduri. Ketika hati galau pun kami bikin kenduri,” kata Reza Idria, antropolog dari IAIN Ar Raniri, Banda Aceh.

Cerita Tragis Putri Pukes yang Kini Jadi Objek Wisata Andalan Warga Aceh

Dirinya mencontohkan, seorang kerabatnya yang bermimpi bertemu almarhum orang tua dengan wajah masam. Karena itu besoknya dia bikin kenduri selamatan untuk almarhum. Buat orang Aceh, kenduri itu bermakna sedekah.

Karena itu tak mengherankan jika orang Aceh sepanjang tahun sibuk menggelar atau menghadiri undangan kenduri. Bahkan Reza menyatakan dalam dua minggu sudah hadir dalam delapan kenduri.

“Mulai dari pernikahan, akikah, maulid hingga arisan,” jelasnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini