Komoditas Cengkih yang Pernah Jadi Kebanggaan Masyarakat Aceh

Komoditas Cengkih yang Pernah Jadi Kebanggaan Masyarakat Aceh
info gambar utama

Cengkih atau cengkeh (Syzygium aromaticum) pernah menjadi tanaman primadona di sejumlah daerah Provinsi Aceh. Bunga tanaman ini telah menghidupi masyarakat mulai dari pemilik kebun, pekerja, hingga pengepul.

Panen berlimpah dan harga jual tinggi, berdampak positif pada kehidupan masyarakat. Muhammad WA, petani cengkih di Lamlhom, Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar menyebut pada saat itu pendapatan petani lebih besar daripada pegawai negeri.

“Saat itu, saya bekerja sebagai pegawai kantor Penerangan, Kementerian Penerangan yang bertugas di Provinsi, dan ikut menanam sekitar 1970-an. Saat itu, penghasilan dari menanam cengkih jauh lebih banyak dari gajinya sebagai pegawai negeri,” ucapnya yang dimuat Mongabay.

Berkunjung ke Tolitoli: Kota Cengkeh yang Kerap Sejahterakan Petani

Sebelum tahun 1990-an, harganya sangat bagus. Perbandingannya, 4-5 kg sama dengan satu mayam atau 3,3 gram emas. Saat itu banyak warga lain membangun rumah, membeli kendaraan bermotor, termasuk mobil karena cengkih.

Bahkan saat itu, Aceh begitu keranjingan menanam cengkih. Misalnya di Banda Aceh, mempunyai kebun cengkih bisa meningkatkan martabat. Bahkan juga tersangkut dengan urusan pernikahan.

“Malah ada ukuran orang kawin sekarang bukan lagi. Berdasarkan emas-kawin, tapi berapa luas kebun cengkihnya,” tutur Yusuf Ubit, seorang petani.

Menanam cengkih

Muhammad menyebut tidak sulit untuk menanam cengkih, pasalnya tidak membutuhkan banyak pupuk dan hemat air. Hal ini berbeda dengan kelapa atau jagung harus dijaga untuk mengantisipasi gangguan satwa.

Ketika momen panen berlimpah, banyak orang dari luar Simeulue yang datang untuk bekerja. Harga jual yang tinggi membuat anak-anak Simeulue bisa melanjutkan sekolah di luar pulau karena fasilitas di sini terbatas.

“Saat itu, masyarakat tidak tergantung bantuan pemerintah. Semua dilakukan mandiri, mulai dari membangun fasilitas publik hingga membantu fakir miskin dan anak-anak yatim,” jelas Hamdan Idris, masyarakat Kabupaten Simeulue.

Cengkeh: Sejarah, Manfaat, dan Budidaya Tanaman Rempah Asal Maluku

Sejarawan Aceh, Husaini Ibrahim menyatakan bahwa hasil dari rempah-rempah termasuk cengkih yang ditanam masyarakat Aceh membuat daerah ini dilirik banyak orang. Banyak kapal datang untuk membeli, termasuk cengkih.

“Hal ini pula yang menarik minat beberapa negara untuk menjajah Aceh, apakah itu Portugis, Belanda, maupun Jepang, selain kepentingan jalur perdagangan maupun hasil tambang,” ungkapnya.

Cerita lalu

Namun hal tersebut hanyalah cerita lalu, Muhammad menyebut cengkih tidak lagi menjadi tanaman utama petani. Hal ini diawali saat monopoli harga yang dilakukan para pemerintahan Orde Baru.

Pada 11 April 1992, Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor: 20 tahun 1992 tentang Tata Niaga Cengkih. Petani harus menjual cengkih ke koperasi unit desa (KUD), kemudian dijual ke Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkih (BPPC), sesuai harga yang ditetapkan pemerintah.

Cerita Semua Pembangunan Benteng di Ternate untuk Lindungi Cengkeh

“Saat itu, pemerintah menetapkan harga cengkih dengan Inpres Nomor 1/1992 sebesar Rp7.900 dan Rp6.000/kg. Harga ini diubah berdasarkan Inpres Nomor 4/1996 sebesar Rp8.000/kg.” kenang Muhammad.

Setelah 1992, hasil panen tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Akhirnya membiarkan kebunnya atau juga mengganti dengan tanaman lain. Setelah Orde Baru tumbang, cengkih belum lagi jadi primadona petani Aceh.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini